20. Putri yang Ditolak

31.3K 4.3K 53
                                    

Sekarang Anstia tau kenapa Putri Janesita berada di Mansion Ruby, alasannya karena istana bukan tempat untuk sembarang orang. Tidak semua orang boleh memasuki istana, hanya orang tertentu.

Itu calon istri Pangeran Mahkota, masa tetap di bedakan?

Anstia baru selesai di rias, makan malam di Mansion Ruby mengharuskan Anstia untuk mempercantik diri. Padahal, dia ingin bermain Putri atau pelayan pada Putri Janesita. Sesekali iseng tidak masalah, kan? Biar nantinya kalau Putri Janesita benar-benar jadi dengan Pangeran pertama, Putri itu tidak kaget dengan kelakuan Anstia.

Ah, sudahlah. Anstia berdiri saat rambut panjangnya di gulung menjadi satu, berbentuk sanggul dengan beberapa hiasan benda berkilau--yang tentunya asli karena pemberian para Pangeran. Para pelayan yang mendandaninya terlihat bangga dengan hasil karya mereka pada Putri Bungsu Raja.

Sebenarnya Anstia bisa saja membuka portal dan langsung tiba di Mansion Ruby, tapi tidak ada yang tau jika Anstia bisa menggunakan sihir, kecuali Yasa, si penyihir kecil yang menyarankan agar Anstia belajar sihir.

Jadi, agar tidak menimbulkan kesalahan dan berakhir dengan tinggal nama, Anstia hanya berjalan menuju taman belakang dimana salah satu penyihir Kerajaan membuka portal yang langsung mengarah pada Mansion Ruby. Walau sebenarnya jarak dari istana ke Mansion tidaklah jauh.

"Ini Baru Putri." Pangeran Brandon menatap adiknya yang melirik kesal. "Cantik dan anggun." Brandon mengangguk.

"Aku Putri Raja, tentu saja aku cantik dan anggun." Anstia berjalan masuk kedalam portal, namun dia masih mendengar tawa Pangeran Brandon yang ikut masuk setelahnya.

"Hentikan itu, Kak." Anstia mendengkus kesal.

"Seorang Putri tidak boleh mendengkus kau tau?"

"Aku tau, Kak. Karena itu berhenti membuat aku harus mendengkus kesal karenamu!" Anstia berjalan menyusul sang Raja yang berjalan dengan santai di depan, Anstia berbalik menjulurkan lidahnya mengejek Pangeran Barandon.

Pangeran Brandon hanya menahan tawanya, dia harus menjaga wibawanya. Dia berdiri tegak dan memasang wajah datar.

"Ayah," Astevia melirik Putri Anstia yang berjalan di sampingnya dengan para pelayan yang membungkuk saat mereka berjalan masuk ke dalam Mansion. "Apa Putri Janesita cantik?" Walau ia tau jawabannya, dia hanya ingin bertanya pada sang Ayah. Mungkin saja sang Ayah akan meberitahu kenapa Putri Janesita yang menjadi calon Pangeran Mahkota.

"Tanya pada Hilberth, dia teman kecilnya." Raja Astevia melirik Pangeran Mahkota yang hanya berjalan dengan wajah datar.

"Benarkah?" Anstia menatap Hilberth, yang tentu tau maksud Anstia bertanya seperti itu. "Aku rasa dia baik." Hilberth hanya diam.

"Selamat Datang Yang Mulia." Putri Janesita dan para pelayan, serta Ester yang menjadi pelayan istana membungkuk. Mempersilahkan para orang penting itu untuk duduk.

Anstia tersenyum pada Putri Janesita yang menatapnya kaget, bahkan hendak mengatakan sesuatu namun tampak menahannya.

Makan malam itu diakhiri dengan sang Raja yang memperkenalkan calon istri Pangeran Mahkota. Berbeda dengan Pangeran Hilberth yang tampak malas dan tidak tertarik,  Putri Janesita terlihat antusias. Sesekali melirik pada Pangeran Hilberth yang sama sekali tidak melirik kearahnya.

"Aku akan tinggal sebentar, Ayah. Aku mau melihat kamar lamaku." Raja Astevia mengangguk, hendak memerintahkan beberapa pengawal untuk menjaga Anstia tapi gadis itu menolak. Lagipula dia bisa berpedang dan memanah.

Raja Astevia mengalah, membiarkan Putri Anstia berada lebih lama di sana. Bersama sang Raja, para Pangeran pergi meninggalkan Mansion Ruby.

Anstia berbalik, dia kaget melihat Putri Janesita yang membungkuk padanya. "Maafkan saya Putri, tidak mengenali Anda."

Anstia mendengkus. "Hentikan itu Kakak Ipar." Anstia memegang kedua bahu Putri Janesita. "Kau Kakak iparku, lagipula aku yakin kau bukan orang jahat."

Putri Janesita mengangguk pelan. "Saya hanya merasa kecewa karena tidak menyadari anda, bahkan menyebut anda pelayan. Maafkan saya."

"Tidak perlu, Kakak ipar." Anstia menarik tangan Janesita masuk ke dalam Mansion Ruby. "Aku dengar kau pandai memasak. Benarkah?"

"Sedikit. Aku tidak sepandai itu." Putri Janesita tersenyum malu. "Ah, Putri ingin makan sesuatu?"

"Bisa buat kue cokelat?" Suara deheman membuat Anstia menoleh, dia menyengir ke arah Ester. "Aku sudah besar, Kakak."

Putri Janesita menatap pelayan dan seorang Putri Raja itu.

"Dia pelayanku sejak masih bayi, aku tidak bertemu dengannya lagi karena tinggal di istana. Santai saja padaku, aku tidak seperti Kakakku itu." Anstia tersenyum, membuat Putri Janesita mengangguk pelan. "Bagaimana kalau kita jadi teman?"

Putri Janesita menatap adik calon suaminya dengan kaget. "Saya tidak memiliki derajat seti--"

"Lupakan derajat," Anstia mendengkus. "Tidak semua di ukur dari derajat. Aku tidak menganggap Ester pelayan, aku menganggapnya Kakakku. Karena itu aku sangat menyayanginya dan ingat bahkan setelah bertahun-tahun."

Putri Janesita mengangguk, dia kira Putri Anstia adalah Putri yang kasar karena di kenal pandai bermain pedang dan berkuda. Tapi ternyata Putri Anstia sangat baik.

"Jadi, kita teman?"

***

Raja Astevia menatap Pangeran Hilberth yang menghadap padanya setelah mendapatkan berita pemberontakan di daerah bagian utara Kerajaan. Para rakyat mengatakan jika sang Raja tidak memerhatikan mereka yang tinggal di daerah sana, kekeringan hebat yang terjadi membuat banyak hasil panen dan hewan-hewan banyak yang mati akibat dehidrasi.

"Aku akan ke sana, Ayah." Sebagai calon Raja di masa depan, dia sudah terbiasa turun langsung menghadapi rakyat dan mengedar keluhan mereka. Dia juga selalu ikut saat Raja pergi ke daerah, dia wajib tau bagaimana negaranya.

"Ajak Anastia." Pangeran Hilberth menatap sang Raja kaget sekaligus bingung. "Dia akan pergi ke kemah minggu depan, dia selama ini hanya berada di istana. Dia tidak tau caranya bersosialisai." Mata Raja Astevia menatap putra pertamanya.

"Baik, Ayah." Pangeran Hilberth mengangguk. Dia mengerti kekhawatiran sang Ayah.

"Ajak Putri Janesita, aku dengar dia suka pintar sosialisasi, itu bisa membantu Anastia."

Raja Astevia dapat melihat kilat mata Pangeran Hilberth yang tampak tidak suka dengan ide yang ia berikan. Namun, perintah Raja ialah mutlak.

Pangeran Hilberth mengangguk, dia memberikan hormat lalu berjalan keluar dari ruangan sang Raja. Astevia sebenarnya sudah tau tentang apa yang terjadi di bagian utara Kerajaannya. Dia hanya mengikuti saran Anstia yang mengatakan jika kedua pasangan itu harus di dekatkan, padahal Putri Janesita sangat baik. Astevia tau itu, dia sudah tau sejak awal jika Putri Janesita adalah Putri yang baik. Dia sudah menyuruh mata-matanya untuk memperhatikan Putri Janesita. Dan apa yang ia cari ada pada Putri itu, cocok untuk menjadi pendamping anaknya. Dia bukan ikut campur, tapi seorang Raja harus memastikan keturunannya kelak akan melanjutkan takhta adalah orang yang tentunya loyal, mementingkan kepentingan rakyat. Bukan hanya ingin uang rakyat.

Ide Putri Anstia bagus juga. Dia tau jika Pangeran Hilberth tidak menyukai Putri Janesita yang sudah mengejar Pangeran Hilberth sejak sepuluh tahun yang lalu.

Astevia hanya ingin anak-anaknya memiliki hidup bahagia.

. . .

Komennn

TAWS (1) - AnstiaWhere stories live. Discover now