7. Penyerangan

43.6K 5.8K 46
                                    

Sudah seminggu ini Anstia tidsk pernah datang berkunjung ke istana. Selain karena dia tidak dipanggil untuk datang, dia juga tertarik akan buku yang sering sang Raja kirim untuknya saat tau jika Anstia suka membaca walau umurnya masih sangat muda.

Anstia duduk di kursi yang merupakan tempatnya saat sedang bersantai ditaman. Kursi dimana dia dulu bertemu dengan si abu-abu.

Ini masih pukul tiga sore, seharusnya sekarang dia sudah minum susu yang biasanya dibuatkan oleh sang pengasuh. Tapi tadi Ester pergi ke kota untuk membeli bahan makanan, dia tunggu sajalah.

Toh, dia masih memiliki bahan bacaan agar tidak bosan.

Sring!

Mata Anstia membesar, matanya menatap kedepan dengan tatapan tidak terbaca. Dia dapat merasakan perih pada pipinya. Bahkan merasakan ada yang mengalir disana.

Saat menemukan kesadarannya, Anstia berlari menuju istana utama. Beberapa kali terjatuh dan hampir dikenai oleh panah yang berasak dari beberapa orang berbaju hitam yang Anstia tidak tau siapa namun menyerangnya.

Anstia tersandung kakinya sendiri saat sampai di halaman istana, satu panah terakhir menggores kakinya membuatnya berdiri dengan terseok berlari masuk kedalam istana.

"Ayah.."

Anstia memanggil pelan, berlari menuju kamar sang Ayah. Membuka pintu dengan kasar, namun ia tidak menemukan sang Ayah.

"Ayah.." Kepala Anstia pusing, sangat pusing. Dia jatuh terduduk dengan kepala berkunang.

Tes..

Anstia menyentuh hidungnya yang mengeluarkan darah, kepalanya semakin pening.

"Yang Mulia!" Hanya itu yang dia dengar sebelum semua terasa dingin dan gelap.

***

Raja Astevia duduk dengan mata menatap dingin kearah perdana menteri yang menjelaskan beberapa wilayah Kerajaan Ambertia yang semakin besar karena banyak Kerajaan yang menyerah dan memilih memberikan Kerajaan mereka daripada berperang melawan Ambertia yang di kenal bengis dalam menghabisi musuh.

"Sepertinya bagian selatan harus kita luaskan lagi, kita harus membuatnya seimbang." Pangeran keempat, selaku penasehat Raja bersuara. "Dengan kekuatan kita sekarang, kita bisa mendapatkan beberapa kota diselatan. Kota diselatan juga dikenal dengan penghasil berlian yang melimpah."

Berkilau. Pikiran Astevia langsung tertuju pada gadis kecil yang sudah seminggu ini tidak ia temui. Dia terlalu sibuk karena adanya pemberontakan di daerah yang telah ia rebut.

"Turunkan pasukan, Pangeran ketiga yang akan bertanggung jawab." Pangeran Sylvester mengangguk, lagipula dia sangat menyukai medan perang dan teriakan kemenangan. Dia tidak akan kalah.

"Yang Mulia Raja, mohon maaf." Kepala penjaga istana membungkuk, menunduk dengan takut. "Mohon ampun Yang Mulia!"

Dengan tenang, Raja Astevia menatap kepala Penjaga istana yang terlihat gemetaran. "Ada apa?"

"Ampun Yang Mulia, te-terjadi penyerangan di mansion, Pu-putri Anstia berada dikamar anda dengan keadaan sekarat." Kepala penjaga istana membungkuk dengan seluruh tubuh gemetar karena tidak mendengar suara keluar dari mulut sang Raja atau siapapun yang ada di tempat itu. Mati, batin si Kepala penjaga.

Pandangan mata sang Raja sempat kosong, dia bangkit dan berjalan dengan agak tergesa menuju kamarnya.

Gebrakan kuat membuat beberapa tabib yang menangani Putri Anstia menoleh dengan kaget.

"Ada apa ini?" Aura dingin dengan mata menusuk menatap satu persatu orang yang ada disana. Matanya terhenti pada gadis kecil yang terbaring di atas tempat tidur dengan nafas bagai habis lari maraton. Cepat dan tidak beraturan. Wajah pucat dengan bulir-bulir keringat.

TAWS (1) - AnstiaWhere stories live. Discover now