33. Penghuni Baru

Start from the beginning
                                    

Tangan Anstia mengepal kuat, jadi jalan ceritanya berubah. Sekarang, lawannya ada di depan matanya. Si alasan, kenapa dia akan mati nantinya. Dia kira cerita ini akan berakhir bahagia karena jalan cerita yang telah berubah, yang namanya takdir memang tidak bisa diubah.

"Ayo." Anstia berbalik, menarik tangan Putri Bianiana, mengabaikan teriakan kedua Kakaknya.

***

Lirikan Putri Janesita tanpak seperti bertanya apa yang terjadi, tapi balasan Putri Bianiana hanya gelengan.

Sejak kejadian di danau tadi, Anstia mendadak diam. Gadis itu hanya diam, bahkan seperti melamun.

"Putri,"

Anstia tersentak, gadis itu menoleh, menatap Putri Janesita dan Bianiana yang menatapnya khawatir. "Ya? Kenapa?"

"Kau melamun." Bianiana yang duduk di samping Anstia menatap Anstia yang menggaruk tengkuknya.

"Maaf, aku sedang tidak fokus." Anstia menunduk, menatap makanannya yang tersisa setengah di atas piring. Dia hanya sedikit, tidak dia sangat kepikiran tentang Kasilva, dia memang lupa sebagian besar ceritanya, tapi banyak jalan ceritanya yang sudah berubah. Artinya hal yang berbeda mungkin saja terjadi.

"Kau baik-baik saja?" Putri Janesita menatap Anstia cemas, tidak biasanya Putri Anstia diam dan tampak melamun seperti ini. "Kau bisa menceritakannya kalau mau."

Anstia tersenyum. "Tidak kok, aku hanya mengantuk."

Bianiana hanya diam, dia tau Anstia pasti memikirkan Kasilva, sejujurnya Bianiana tidak terlalu menyukai Kasilva, bahkan mereka belum berbincang sama sekali tapi entah kenapa dia tidak menyukai Kasilva. Bukan karena terlihat sangat dekat dengan Pangeran Brandon tapi juga karena dia merasakan sesuatu yang aneh pada gadis itu. Dan yang paling membuat penasaran, bagaimana bisa Kasilva begitu mirip dengan Raja? Bahkan sangat mirip, hanya versi perempuan.

Putri Janesita dan Bianiana akan pulang hari ini, karena Putri Janesita akan di sibukkan dengan acara pernikahan sang Kakak.

"Kita bisa bertukar surat, kalau kau butuh untuk cerita." Anstia tersenyum, mengangguk.

"Terimakasih." Bianiana mengangguk, setelah memeluk Anstia sebentar Putri itu masuk ke dalam kereta kuda.

Putri Janesita memberikan sebuah pelukan sebelum berjalan masuk ke dalam kereta kuda.

Anstia hanya diam, bahkan sampai kereta kuda itu masuk ke dalam portal besar yang akan mengantar sampai ke tujuan.

"Anda akan langsung kembali ke Istana?" Ester bertanya, pengasuh Anstia itu melirik anak asuhnya yang menunduk.

Anstia menggeleng pelan. "Tidak, aku akan bermalam disini." Ester menatap bingung, tapi tetap mengangguk. Mungkin Anstia merindukan suasana Istana Ruby, pikirnya.

Anstia berjalan menuju bangku taman, cuaca yang cerah namun tidak panas itu membuat Anstia menutup matanya, menikmati semilir angin yang menyapu pipinya halus.

Menghela nafas pelan, sepertinya ini adalah sebuah tanda. Takdir memang tidak bisa berubah, apapun yang terjadi. Mungkin ada sedikit efek kupu-kupu yang membuat dia bertahan lebih lama karena jalan cerita yang berubah, tapi sejak awal dia memang akan mati di tangan Raja, akhirnya pasti akan tetap sama.

Kasilva adalah tandanya. Dia ingat, di ceritanya aka ada seseorang yang mirip dengannya yang akan merebut semua yang ia miliki sekarang. Tapi, ia tidak menyangka, sejak dia berada di perkemahan? Itu sudah lama sekali.

Menghela nafas, Anstia melirik pepohonan lebat yang menutupi danau kesukaannya, yang mungkin mejadi biasa saja sekarang, karena yang ia ingat hanya kejadian tadi.

"Kau kenapa?" Anstia menoleh, gadis itu menatap Pangeran ketiga, Sylvester yang duduk di sampingnya. "Aku sudah dengar, kau sudah lihat dia 'kan?"

Anstia hanya diam, gadis itu menatap ke arah lain. Mengabaikan Pangeran Sylvester yang terkekeh pelan, Pangeran yang jago bermain pedang itu mengacak pelan rambut Anstia, tapi adiknya itu masih bungkam.

"Sebenarnya ... Aku tidak terlalu menyukai Kasilva."

Anstia melirik, memberikan sedikit atensinya pada Pangeran Ketiga yang tersenyum.

"Dia agak aneh, bisa-bisanya dia tiba-tiba muncul di depan seorang prajurit, mata dan rambut itu bukan hal pasaran yang orang biasa bisa dapatkan." Sylvester melirik Anstia. "Aku tidak mengatakan ini pada siapapun, karena Ayah sekalipun sudah mencari tahu tentang Kasilva tapi yang ada hanya info sekedar dia yang di temukan oleh prajurit itu."

"Kenapa Kakak menceriakan padaku? Kakak tidak takut kalau aku laporkan ke Ayah?"

"Memangnya kau akan melakukan itu?" Sylvester tersenyum saat Anstia bungkam. "Aku tau kau pasti merasakan keanehan, ada sesuatu yang ganjil. Tapi akupun tidak tau apa itu."

Anstia diam, dia tidak mungkin bilang jika Kasilva adalah pemeran antagonis yang pura-pura jadi protagonis untuk mencapai tujuan, yaitu membuat Anstia kehilangan segalanya.

"Aku akan tinggal di sini semalam lagi, aku belum niat pulang." Anstia menatap rerumputan di kakinya, gadis itu menghela nafas pelan.

"Aku akan beri tahu apa yang aku tau, oke?"

Anstia mengangguk. "Terimakasih, Kak."

. . .

Bau-bau konflik mulai muncul

TAWS (1) - AnstiaWhere stories live. Discover now