19. Pangeran Pertama

Start from the beginning
                                    

***

Anstia mengerutkan kening melihat Pangeran Hilberth yang berjalan menuju hutan, tepatnya pepohonan lebat yang sengaja di tanam.

Tapi bukannya itu mengarah ke Mansion Ruby? Sejak kejadian itu, Anstia di larang untuk pergi ke Masion Ruby, padahal Anstia sejujurnya khawatir dengan keadaan Ester, tapi kata Raja, Ester dan pelayan serta penjaga di sana baik-baik saja.

Bahkan, sekarang pun Anstia masih takut untuk pergi ke sana. Tapi dia penasaran kenapa Pangeran Hilberth pergi kesana. Raja baru saja mengumumkan jika Putri Janesita akan datang hari ini. Tapi sejak pagi sampai siang ini istana sepi-sepi saja, tidak ada acara atau sesuatu yang diadakan untuk menyambut calon istri Pangeran Mahkota.

Penasaran, Anstia mengikuti Pangeran Mahkota yang benar menuju Mansion Ruby. Mansion itu masih terlihat sama ternyata, hanya taman yang semakin banyak bunga.

"Hormat kami." Anstia dapat melihat beberapa pelayan yang tidak pernah Anstia lihat membungkuk, memberikan salam pada junjungannya. Ah, mungkin Raja sudah meminta pelayan lain untuk menjaga Mansion ini.

Anstia berjalan menuju pintu yang sang Pangeran masuki, dia meletakkan jari di bibirnya, meminta beberapa pelayan yang melihatnya tidak bersuara, dengan gerakan tangan meminta para pelayan itu untuk melanjutkan langkah mereka. Dengan tundukan kepala, tiga pelayan itu berjalan.

"Raja akan datang kemari nanti malam, bersikap baiklah." Suara sang Pangeran membuat Anstia menyembunyikan tubuhnya di belakang tembok.

"Saya mengerti, Pangeran. Anda sampai kerepotan datang kemari." Suara itu membuat Anstia sedikit mengintip, namun tubuh besar Pangeran Hilberth menutupi gadis yang Anstia ingin lihat.

"Aku hanya tidak mau kau mempermalukan aku di depan Ayah dan saudaraku." Suara Pangeran Hilberth terdengar dingin, ternyata rumor Pangeran Hilberth adalah orang yang dingin benar adanya. "Satu lagi, jangan dekati Putri Anstia. Aku tau kau bisa menggunakan adikku agar dekat denganku, tapi kau sudah tau jawabanku. Aku tidak mencintaimu dan akan terus begitu."

Anstia menempelkan punggungnya ke tembok, dia menatap punggung Pangeran Hilberth yang menghilang di pintu.

"Dia masih saja dingin," Anstia sedikit mengintip, dia menatap Putri Janesita yang tampak menghela nafas. "Bahkan kami akan menikah dan dia masih seperti dulu."

Anstia akui, ucapan Pangeran Jalvier benar. Putri Janesita memang cantik, dengan rambut berwarna indigo, Putri dengan gaun berwarna biru itu berjalan.

"Visual di tempat ini memang luar biasa."

"Yang Mulia!" Tubuh Anstia tiba-tiba di peluk erat, membuat Anstia kaget setengah mati. "Anda sudah sangat besar, ah maafkan kelancangan saya." Wanita dengan seragam khusus pelayan istana itu menunduk saat Anstia hanya diam.

"Kakak?"

Ester, mengangkat kepalanya dia menatap Anstia yang memanggilnya seperti saat Putri itu masih kecil.

"Kakak!" Anstia memeluk Ester erat, dia sangat merindukan pelayannya ini. Setelah sekian lama akhirnya dia dapat bertemu. "Aku merindukanmu."

Ester tertawa. "Kau tubuh menjadi Putri yang sangat cantik." Ester mengusap air matanya, dia sangat senang bisa bertemu dengan anak asuhnya.

"Aku mencarimu. Aku kira kau terluka karena kejadian itu, aku tidak pernah kemari lagi karena takut. Aku senang kau masih ada di sini." Anstia menatap Ester yang terlihat lebih dewasa. Tapi dia tau jika pelayannya yang satu ini tetap sama seperti dulu.

"Aku tetap disini, aku menunggumu datang. Tapi, kau tidak pernah pulang. Sampai sekarang, akhirnya aku bisa melihatmu lagi." Ester memeluk Anstia lagi.

Hiraukan saja tatapan tanya para pelayan lain, pasti mereka pelayan baru karena tidak tau siapa Ester.

"Ester, siapa dia?" Suara itu membuat Anstia membisikkan sesuatu di telinga Ester yang awalnya menolak.

"Ah, dia saudara saya, Yang Mulia." Ester memberikan hormatnya, begitu juga Anstia.

"Dia akan tinggal disini?"

Anstia memberikan kode agar Ester mengangguk. "Iya, Yang Mulia. Dia akan membantu saya di sini."

"Aku bukan bermaksud menghina, tapi bajunya terlalu mewah untuk seorang pelayan." Ucapan Putri Janesita membuat Anstia mengangkat kepala.

"Maafkan saya Yang Mulia, ini hanya baju yang tuan saya berikan dulu pada saya. Saya hanya merasa harus berpakaian rapi karena akan bertemu dengan anda di sini. Tentunya saya tidak akan mampu membeli barang mahal seperti ini." Anstia membungkuk.

Putri Janesita mengangguk. "Tidak masalah. Buat saja dirimu nyaman."

Anstia mengangguk, membiarkan Janesita pergi.

"Anda bisa memakai sihir?" Ester menatap Anstia takjub karena warna mata gadis itu yang sempat berubah menjadi cokelat.

Perahan warna mata Anstia kembali, membuat beberapa pelayan yang baru menyadari jika orang di depan mereka adalah Putri Raja langsung menunduk.

"Jangan ada yang mengatakan pada Kakak iparku, kalau sampai dia tau, kalian tau apa yang akan terjadi." Anstia menatap para pelayan yang menunduk. "Sepertinya aku harus kembali, Raja akan curiga. Aku akan sering kemari, Kak."

Ester mengangguk. "Datanglah kapan pun kau mau."

Anstia tersenyum, sebelum membuka sebuah portal yang langsung mengarah pada kamarnya.

. . .

Komen jangan lupaaaa..

TAWS (1) - AnstiaWhere stories live. Discover now