Chapter 62 [b]

8.2K 413 52
                                    

Ini lanjutan dari chapter yang kemarin, ya.

---

Prilly berlari-lari disepanjang koridor rumah sakit, berteriak-teriak sambil sesenggukan memanggil perawat yang bisa membawa Ali untuk segera ditangani.

"Suster, Dokter. Tolong ayo cepetan!"

Tak hanya Prilly yang panik, Kaia, Mila dan Kevin yang tengah membawa tubuh Ali juga tidak kalah panik.

Kevin yang menggotong bagian kepala Ali bisa merasakan kalaunafas Ali mulai melemah. Kevin menundukkan kepalanya, melihat Ali yang tengah memejamkan matanya dengan mulut setengah terbuka.

"Dokter, suster, ayo dong! Cepetan! Ini urusan nyawa orang, jangan lelet!"

Perawat lelaki langsung mengambil brangkar dan menyuruh kevin untuk meletakkan Ali diatas brangkar itu. Setelahnya, mereka mendorong brangkar itu dengan cukup cepat namun tetap hati-hati.

Raka, Danu dan Andra yang memang ikut kerumah sakit hanya mengikuti brangkar sambil berlari-lari kecil. Mereka bertiga juga benar-benar takut sekarang ini. Terlebih lagi, Danu.

"Ali, bertahan please. Jangan bikin aku takut, kamu kuat ya. Bertahan, buat kita semua." Prilly memberi kekuatan kepada Ali sambil terus mengimbangi laju brangkar itu.

Perawat lelaki itu segera memasukkan Ali kedalam ruang ICU yang memang didalamnya sudah ada dokter dan suster yang menangani.

Prilly yang akan masuk kedalam ruang ICU harus mengurungkan niatnya saat suster akan menutup pintu. "Mbak, maaf. Mbak nggak boleh masuk."

"Tapi saya pacarnya, sus. Saya harus liat keadaan Ali. Saya harus liat." Prilly berusaha menerobos pintu, namun sia-sia.

"Mbak, maaf. Mbak nggak boleh masuk. Tolong jangan memperhambat kita untuk menangani pacar mbak. Kita akan berusaha semampu kita. Lebih baik mbak berdoa aja buat pacar mbak," setelahnya suster menutup pintu ruang ICU.

Prilly mematung, memandangi pintu ruang ICU yang sudah tertutup rapat. Tangisnya pecah, saat mengingat bahwa didalam ada Alinya yang tengah berjuang sendirian.

Tubuhnya meluruh, dia terduduk tepat didepan pintu ruang ICU. Ia mengusap wajahnya kasar, menahan sesak didadanya.

Kaia, Mila dan Kevin duduk dikursi tunggu. Mereka bertiga sama-sama menangis. "Kai, lo nggak ngabarin bunda?" tanya Kevin.

Kaia diam. Matanya menatap kosong kedepan. Tangisnya semakin menjadi saat mengingat perkataan Ali semalam yang masih berputar diotaknya.

Mila mengusap-usap bahu Kaia, memberikan kekuatan. Padahal, dia sendiri juga sama sedihnya. "Kamu aja yang ngabarin ke Bunda. Kaia kayaknya nggak bisa. Bisa, kan?" kata Mila kepada Kevin.

Kevin mengangguk. Mengusap rambut Mila sekilas sebelum akhirnya bangkit dari duduknya untuk menghubungi Resi.

Danu, Andra dan Raka yang sedari tadi hanya berdiri didepan kursi tunggu, saling berpandangan satu sama lain sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk menghampiri Prilly yang masih terduduk didepan pintu.

Raka, Andra dan Danu duduk tepat didepan Prilly. Mereka sama-sama bertopang dagu, memperhatikan Prilly yang sekarang tengah menutup wajahnya dengan telapak tangannya.

Because YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang