Chapter 7

7.4K 427 1
                                    

Cerita sudah direvisi, selamat membaca.

---

Ali mengendarai mobilnya dengan kecepatan rata-rata. Ia tidak melewati jalan untuk pulang kerumahnya. Saat ini, ia tengah mengendarai mobilnya menuju ke salah satu rumah sakit didaerah Jakarta.

Ali sangat jarang–bahkan tidak pernah melakukan check up. Ia sangat malas jika harus datang ke tempat yang memilik bau obat-obatan yang sangat menyengat.

Tapi entah kenapa, saat ini Ali malah menginjakkan kakinya ditempat menyeramkan ini. Bahkan sekarang dia sudah duduk didepan seorang dokter.

Dokter Rendra–papa Kevin menghela nafas lalu menghembuskannya secara perlahan. Ia menatap wajah Ali yang tampak tenang dengan lekat-lekat.

Ali berusaha bersikap sesantai mungkin dan mencoba untuk tenang. Padahal, sebenernya ia tengah menyiapkan mentalnya agar ia bisa kuat saat mendengar penjelasan dari dokter. Jujur, Ali sedikit–takut.

"Begini, Ali. Perkembangan sel kanker dikepala kamu sangat cepat. Dan sekarang sudah memasuki stadium dua, kanker yang mulai cukup–parah." jelas dokter Rendra hati-hati.

"Saya sarankan. Kamu menjalani pengobatan kimia, kemoterapi. Pengobatan kimia ini, memang tidak bisa menghilangkan sel kanker yang ada kepala kamu. Tapi setidaknya pengobatan kimia ini dapat menghilangkan rasa sakit untuk sementara dan juga dapat memperlambat perkembangan sel kanker tersebut." lanjutnya.

Dokter Rendra membasahi bibirnya yang terasa kering. "Ada dua kemungkinan buruk jika kamu tidak mau melakukan pengobatan kimia ini. Yang pertama, sel kanker itu akan semakin liar, sehingga ia dapat merusak organ tubuh lainnya. Dan yang kedua, itu akan berakibat pada–nyawa kamu yang tidak bisa–tertolong."

Deg.

Jantung Ali seakan berhenti berdetak saat itu juga.

"Semua keputusan ada ditangan kamu. Saya disini hanya menyarankan yang terbaik untuk kamu. Tapi kamu harus percaya, setiap penyakit pasti ada obatnya dan tidak ada penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Asalkan kamu rutin meminum obat yang saya kasih." dokter Rendra menepuk pelan bahu Ali, memberikan kekuatan meski itu tidak berpengaruh apapun pada Ali.

"Baik, Oom. Ali bakal mikirin semuanya, Oom. Terimakasih banyak, Ali permisi dulu." dokter Rendra mengangguk.

Ali keluar dari ruang dokter dan berjalan dengan langkah gontai menuju mobilnya. Ali masih memikirkan semua ucapan dokter tadi tentang penyakitnya.

"Gue harus ngelakuin apa sekarang ini? Kenapa cepet banget, sih. Keluarga gue satupun belum tau tentang ini semua. Gak! Gue nggak bakal ngejalanin kemoterapi itu sampai kapanpun." Ali menggeleng-gelengkan kepalanya. Sekarang ia sudah berada didalam mobilnya.

"Kenapa penyakit sialan ini harus ada ditubuh, gue! Arghhh..!" Ali berteriak dan memukul setir mobilnya.

Ali mencengkeram setir mobilnya kuat-kuat, meluapkan segala perasaan yang berkecamuk.
.

.

"Assalamualaikum, Ma." Ali mengucapkan salam saat matanya menangkap Resi yang sedang menghitung uang–hasil arisan–mungkin, diruang tamu.

"Waalaikumsalam. Kok baru pulang, Li? Darimana aja?" tanya Resi tanpa menoleh kearah Ali.

"Iya nih, Ma. Tadi Ali abis nemenin Prilly dulu liat doraemon expo di mall deket kampus." jelas Ali jujur.

Because YouWhere stories live. Discover now