Chapter 19

5.5K 347 0
                                    

Cerita ini sudah direvisi, selamat membaca.

---

"Prill?"

"Ha? Bentar-bentar mau beli tiket dulu akunya. Diem disini, jangan kabur," kata Prilly memperingatkan.

Ali mendengus, lalu mengangguk pasrah.

Prilly datang dengan wajah sumringahnya, ditangannya sudah ada dua tiket. "Nih aku udah dapet tiketnya. Ayo masuk, yuk."

"Yakin mau masuk situ? Males ah, Prill. Naik wahana lainnya aja yuk, kan masih banyak tuh. Kita belum naik wahana niagara, roller coaster, masih banyak, Prill."

Prilly menatap Ali dengan tatapan masamnya. "Udah, pak? Nggak ada penolakan, ayo buruan masuk."

Prilly langsung menarik tangan Ali untuk memasuki wahana yang dimaksudnya. Ali hanya mendengus pasrah–menuruti keinginan Prilly.

Prilly mengajak Ali untuk mengunjungi wahana istana boneka. Awalnya Ali memang benar-benar enggan untuk masuk kesana, tapi Prilly mengancamnya yang tidak-tidak. Dan dengan terpaksa Ali menurutinya.

Ali merasa, beberapa menit kedepan saat menaiki wahana istana boneka ini akan merasa sangat membosankan. Benar-benar membosankan.

Lagian Ali juga heran, apa yang disenangi dari wahana boneka ini? Padahal menurut Ali, didalamnya hanya ada terdapat boneka yang sering dijual ditanah abang. Jadi, apa yang menarik?

Tapi anggapan Ali salah semuanya. Kereta yang memang disediakan didalam wahana itu sudah berjalan hampir lima menit. Dan Ali rasa wahana ini tidak begitu buruk.

Apalagi saat Ali melihat Prilly yang terlihat sangat bahagia. Bibirnya sedaritadi tak berhenti mengukir sebuah senyuman. Dan Ali merasa tenang melihatnya.

Ali mengeluarkan kameranya. Dia tertarik dengan miniatur-miniatur kecil advengers yang berjajar rapi sedemikian rupa. Ali baru tau jika didalam sini tidak hanya ada boneka–tetapi juga ada miniatur.

Ali terus mengarahkan kameranya kepada objek yang benar-benar menarik dimatanya. Ali lebih memfokuskan kameranya saat matanya menangkap ada beberapa boneka dan miniatur dari pemain barcelona kesayangannya.

Tak seburuk pemikirannya. Dan sama sekali tidak membosankan menurut Ali.

Prilly melirik Ali yang masih asik memotret sekitarnya. Prilly terkikik geli lalu menoel-noel pipi Ali dengan jari telunjuknya. "Hm, tadi katanya nggak mau masuk sini. Lah sekarang kok malah asik sendiri, pak?" sindirnya.

Ali terkekeh lalu menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Ya kan aku nggak tau kalo didalemnya kayak gini. Aku kira didalemnya, cuma ada boneka-boneka yang sering dijual ditanah abang aja,"

Prilly terbahak. "Enak aja kamu ngomongnya. Boneka disini tuh keren-keren tau, gak. Apalagi boneka doraemonnya. Boneka doraemonnya itu ada yang dapet dari luar negri, dari Jepang juga. pokoknya keren-keren deh,"

Ali mengacak rambut Prilly gemas. "Tau banget, buk. Jadi kamu mau?"

Prilly mengangguk dengan semangat. "Siapa coba yang nggak mau, mau banget aku. Tapi inget, aku bukan kode ya buat minta dibeliin. Aku cuma ngomong, aku bukan cewek matre loh,"

"Yaampun, neng. Iya, iya. Lagian siapa sih yang bilang kamu cewek matre. Ngaco kamu," Ali menarik hidung Prilly gemas. "Udah yuk, abis ini kita turun, keretanya udah mau berhenti.

Prilly mengangguk mengiyakan.

.

.

"Nih," Ali menyodorkan sebungkus roti dan sebotol air mineral yang baru saja dibelinya ke Prilly–sebelum akhirnya dia duduk disamping Prilly.

Because YouWhere stories live. Discover now