Chapter 15

6.8K 369 2
                                    

Cerita sudah direvisi, selamat membaca.

---

"Kamu laper nggak?" Ali bertanya sambil mengusap-usap dahi Prilly.

Prilly memejamkan matanya sekilas lalu mengangguk. "Iya. Banget malah, he he."

Ali tersenyum. "Mau makan apa?" tanyanya.

Prilly diam–tampak berpikir. Kemudian dia mengedarkan pandangannya. Tidak sampai satu menit, Prilly sudah menatap Ali dengan mata berbinar.

Ali terkekeh kemudian menarik hidung Prilly pelan. "Apa? Kenapa? Seneng banget wajahnya. Mau apa? Aku beliin," tanyanya bertubi-tubi.

Prilly menunjuk makanan yang dimaksudnya tadi. Lalu ia memeluk Ali dari samping, sambil tersenyum memperlihatkan deretan giginya kearah Ali. "Mau bakso ya. Bakso yang pedes. Boleh ya?"

Ali menoleh kearah apa yang ditunjuk Prilly, lalu menggeleng berkali-kali kearah Prilly. "Nggak boleh, sayang." katanya.

"Ih Ali, mah. Katanya mau beliin aku makan. Tapi aku minta bakso aja gak dibeliin. Pelit ih. Boleh ya? Makan bakso ya?" Prilly mengedip-ngedipkan matanya kearah Ali.

Ali mengusap-usap kepala Prilly dengan lembut. "Bukannya aku pelit, sayang. Kamu kan punya sakit lambung. Nggak boleh makan yang asam sama yang pedes kan? Aku cuma nggak mau kalo nantinya kamu makan bakso yang pedes, kamu nanti sakit," kata Ali mencoba memberi pengertian.

Prilly mencembikkan bibirnya lalu melepas pelukannya dari Ali, dia berjalan menjauhi Ali. Prilly berdiri membelakangi Ali sambil bersidekap dada.

Ali menghela nafasnya sejenak, "Yaampun emang kudu sabar banget ngadepin anaknya Oom Rizal satu ini," katanya pelan.

Ali mendekati Prilly, dia memegang bahu Prilly yang langsung ditepis oleh Prilly. "Jangan pegang aku," katanya.

"Lah kenapa, sih? Kamu marah?" kata Ali tak tau.

Prilly berdecak, "Pikir aja sendiri. Males aku sama kamu,"

Ali mengusap-usap dadanya, mencoba sabar menghadapi sifat kekanak-kanakan gadis kesayangannya ini.

Ali harus bisa menjadi dewasa jika sifat kekanak-kanakan Prilly mulai muncul.

Ali berdiri didepan Prilly, "Kenapa sih? Males kenapa? Gara-gara aku nggak beliin bakso? Tapi kan itu juga buat kamu juga, sayang." katanya dengan suara yang lembut.

Lagi, Prilly berdecak. Dia bergelayut dilengan Ali. "Tapi kali ini aja aku lagi pengen banget makan bakso, Li. Please ya, kali ini aja." katanya memohon.

Ali berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk mengiyakan. "Yaudah oke, tapi inget sekali ini aja ya. Besok-besok nggak lagi,"

Prilly mengangguk dengan semangat, "Iya janji. Makasih sayang, kamu baik deh. Ganteng lagi, duh," katanya sambil mengerlingkan matanya genit sebelum akhirnya berlalu pergi.

Ali menggeleng-gelengkan kepalanya, "Dasar, cewek aneh. Rada gak waras tapi gue sayang," katanya.

.

.

Prilly menarik kursi plastik yang memang disediakan ditempat, lalu mendudukinya. "Bangggg, Abanggggggggg," Prilly berteriak memanggil abang bakso.

Abang bakso yang baru saja selesai mencuci mangkok, langsung mengusap-usap telinganya. "Buset dah, neng. Suara neng kenceng amat, udah kayak toa masjid. Sebelas dua belas, neng,"

Ali menanggapi ucapan abang bakso tadi dengan tawa kecil.

"Yaelah, bang. Baru teriak kayak gitu aja udah dibilangin sebelas duabelas kayak toa. Ah, abang lebay. Udah bang, ayo, saya mau pesen bakso nih bang satu. Yang pedes ya," kata Prilly menjelaskan.

Because YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang