Chapter 47

5.4K 295 5
                                    

Rumah Prilly. Pukul 21.00 WIB

Prilly menuruni tangga rumahnya menuju ruang keluarga yang tampak sepi dan juga gelap. Ia berjalan pelan kearah ruang keluarga dan duduk disofa berwarna merah maroon itu.

Prilly menyalakan televisi dan membesarkan volume suaranya agar tidak terasa sepi. Rumahnya benar-benar sepi sekarang ini, padahal sekarang ia butuh teman untuk bercerita. Tapi, mama dan papanya masih mengurus perusahaannya yang berada dijerman. Raja hari jumat kemarin berangkat ke jogja bersama teman-teman seangkatannya. Bik Inah pasti sudah tidur, dan ia tidak tega untuk membangunkannya.

Prilly bertopang dagu, bosan, sepi, campur jadi satu. Pandangannya lurus kedepan, melihat televisi yang sedang menayangkan sinetron, tapi pikirannya tidak tertuju pada sinetron itu.

Prilly tidak bisa tidur malam ini. Pikirannya tertuju pada lelaki yang berusaha ia jauhi sekarang ini. Entah kenapa, tiba-tiba ia merasa rindu dengan kekasihnya itu. Rindu serindu-rindunya orang rindu.

Prilly mendengus. Ia mengambil ponsel disaku celananya. Membuka aplikasi whattsapp. Disana banyak sekali pesan dari Ali, dan jumlahnya hampir puluhan. Tapi ia benar-benar enggan untuk membalas pesan dari Ali, satupun.

Ali Syarief : Aku kangen kamu, bie.

Ali Syarief : Aku nggak bisa kalau harus ngejauh dari kamu, itu rasanya sulit banget.

Ali Syarief : Aku minta maaf, buat segalanya. Aku bener-bener sayang kamu. Aku kangen kamu.

Prilly membaca sebagian pesan dari Ali. Matanya terasa memanas dan dadanya terasa sesak. Ia menatap nanar kearah ponselnya, melihat fotonya dan foto Ali yang menjadi wallpaper whattsapp.

Prilly mengedip-ngedipkan matanya, menahan air matanya agar tidak jatuh lalu ia menghembuskan nafasnya perlahan, melakukannya berkali-kali agar perasaannya lebih tenang.

"Maaf." Prilly mengusap-usap foto Ali yang ada diponselnya. Setitik air mata jatuh juga membasahi pipi mulusnya.
Dengan cepat, tangannya terangkat untuk menyeka air matanya.

Prilly memasukkan lagi ponselnya kedalam saku celananya. Ia bangkit dari duduknya dan beralih duduk dibelakang piano. Tangannya mulai menari-nari dengan lincah diatas tuts hitam putih itu. Memainkan lagu I'm not the only one milik Sam Smith.

You and me we made a vow.
For better or for werse.
I can't believe you let me down.
But the proof is in the way it hurts.
For months on end i've had my doubts.
Denying every tear.
I wish this would be over now.
But i know that i still need you here.

Prilly membutuhkan Ali, saat ini. Biasanya jika ia tidak bisa tidur, Ali dengan sabar akan menemaninya sampai gadis itu bisa tertidur. Tapi, sekarang semuanya tidak lagi sama. Semuanya berubah.

You've been so unfaithful.
Now sadly i know why.
Your heart is unobtainable.
Even though you don't share mine.

By lying and tearing us up.

Suaranya bergetar, karna air mata yang entah sejak kapan sudah turun membasahi pipinya, lagi.

Prilly berhenti sejenak. Menghela nafasnya dan menghembuskannya perlahan. Dadanya terasa sesak, lagi. Tangannya sudah siap untuk menekan tuts-tuts piano.

By lying and tearing us up.

Suaranya bergetar. Prilly mengakhiri lagunya lalu menutup pianonya. Tangisnya pecah, ia benar-benar tidak bisa jika harus seperti ini. Ali benar-benar membuatnya lemah. Tangisnya terhenti saat telinganya menangkap sebuah suara gedoran pintu. Dia menyeka air matanya, dahinya berkerut.

Because YouWhere stories live. Discover now