Chapter 49

5.6K 308 30
                                    

Mila menggigit bibir bawahnya bingung, ia menatap kearah Prilly yang tengah menguncir rambut panjangnya.

Prilly menoleh kearah Mila, alisnya terangkat sebelah. "Ngapain, sih? Ngeliatin gue gitu amat."

Mila tidak menjawab. Ia menghela nafasnya panjang lalu menghembuskannya pelan. Ia melakukan itu berkali-kali.

"Ngapain sih, lo? Mau lahiran? Gitu amat, deh." Prilly memutar bola matanya.

Mila menggeplak lengan Prilly. "Gue mau ngomong serius, tai."

"Yaudah, kalo mau ngomong ya ngomong aja," Prilly mengeluarkan earphone dari dalam tasnya.

"Ini tentang Ali, Prill." nada suara Mila memelan.

Prilly berdecak. "Ck. Males ah gue ngomongin tuh anak. Gue duluan deh, lo kekantin sendiri aja."

Prilly memasang earphone ketelinganya, menyetel lagu dengan volume yang sangat kencang, lalu melenggang pergi meninggalkan Mila sendiri.

Mila mendengus. "Padahal gue mau kasih tau, kalo Ali sekarang lagi dalam keadaan yang sama sekali nggak baik. Dan gue yakin, dia butuh lo, Prill."

Setitik air mata jatuh dipipi Mila, dan dengan cepat ia menyeka air mata itu.

.

.

@Nadiraa97 : Prill, gue mau ngomong sama lo. Penting! Gue tunggu di the cafe, jam satu siang nanti. Gue harap lo bisa dateng, gue tunggu!

Prilly mengerutkan dahinya saat menerima dm dari akun instagramnya.

Nadira? Mengajaknya untuk bertemu? Ada apa? Banyak pertanyaan-pertanyaan yang bersarang dikepalanya saat Nadira mengirim pesan itu lewat instagramnya.

Ada urusan apa?

Prilly melirik jam kulit dipergelangan tangannya, 10.30 WIB. Masih dua jam setengah lagi ia menemui Nadira. Dan ia juga masih ada kelas setelah jam istirahat ini.

Prilly menghembuskan nafasnya bosan. Sekarang ini ia tengah duduk dan bersandar dibawah pohon besar yang terletak dihalaman belakang, sendirian.

Prilly bersenandung kecil untuk menghilangkan rasa kesepiannya, telinganya mendengar suara merdu dari Selena Gomez yang berjudul Good For You.

Akhir-akhir ini ia merasa sangat kesepian. Ponselnya juga terasa sangat sepi, padahal biasanya ada pesan dari Ali yang memenuhi ponselnya. Tapi, yang Prilly dengar, sudah dua hari ini, Ali tidak masuk kuliah, entah kenapa Prilly pun tidak tau.

Prilly jadi ingat, biasanya jika Prilly tengah kesepian seperti ini, Ali akan menjailinya dan bertingkah sekonyol mungkin agar bisa meramaikan suasana.

Tapi sekarang semua sudah berbeda, semua tak sama lagi.

Dan Prilly merindukan itu.

Apalagi sudah dua hari ini ia tidak bertemu dengan lelaki itu. Jujur, perasaan Prilly tidak nyaman sejak kemarin tentang Ali. Tapi ia segera menepis pikiran negative itu dan berpikir bahwa Ali baik-baik saja.

Prilly berharap–sangat berharap.

.

.

The cafe, 13.00 WIB.

Citra mengetuk-ngetukkan jarinya diatas meja. Ia menggigit bibir bawahnya dan melirik kearah pintu terus menerus. Ia benar-benar takut sekarang ini.

Ia sengaja tidak membawa Cery sekarang, ia menitipkan Cery kepada baby sitter yang kemarin bekerja dirumahnya.

Nadira yang duduk disebelah Citra, mengusap bahu adiknya itu pelan. "Tenang, dek. Semuanya bakal baik-baik aja. Gue tau Prilly, dia orang yang baik."

Because YouWhere stories live. Discover now