Chapter 20

6.6K 374 4
                                    

Cerita sudah direvisi, selamat membaca.

---

"Nih bocah arab satu kemana coba. Katanya mau ngejemput gue, tapi sampek sekarang nggak dateng-dateng. Padahal sekarang udah jam setengah delapan pagi,"

Gadis berperawakan mungil itu sedari tadi tak henti-hentinya menggerutu. Dia berjalan mondar-mandir diteras rumahnya–menunggu kedatangan kekasihnya yang katanya akan menjemputnya.

Tapi sampai pukul setengah delapan pagi, Ali tak kunjung menjemputnya untuk berangkat kuliah. Padahal Ali juga Prilly masuk kuliah pukul delapan pagi, yang artinya tinggal setengah jam lagi.

"Aduh, Ali kemana sih. Nggak biasanya dia kayak gini. Sumpah bikin khawatir banget nih arab satu,"

Prilly tak henti-hentinya menempelkan ponsel miliknya ditelinganya–berniat untuk menghubungi Ali.

Sudah hampir puluhan panggilan dan pesan yang Prilly kirimkan kepada Ali, tapi Ali tak kunjung meresponnya. Bahkan pesan yang Prilly kirim pun sama sekali tak dibacanya.

Tidak biasanya Ali seperti ini. Dan Ali benar-benar berhasil membuat Prilly khawatir dan cemas bukan main.

Prilly mengusap wajahnya kasar saat telfonnya tak kunjung diterima oleh Ali. Prilly harus kecewa karna lagi-lagi hanya ada nada sambung yang terdengar.

Baru kali ini Ali membuatnya menunggu. karna selama berhubungan dengan Ali, Prilly tak pernah dibuat menunggu oleh Ali barang sedetikpun.

"Kok belum berangkat, Ly?"

Sontak Prilly menoleh dengan cepat saat mendengar suara Rizal–papanya. Prilly mengusap-usap dadanya terkejut sebelum akhirnya mencembikkan bbibirnya kesal. "Papa, mah. Ngagetin aja,"

Rizal tersenyum. "Maaf sayang. Papa nggak sengaja," katanya. "Ali kemana? Belum jemput kamu?"

Prilly menghembuskan nafasnya kasar lalu menggeleng. "Belum, pa. Nggak ttau tuh. Padahal setengah jam lagi udah masuk kuliah,"

"Yaudahlah, mungkin Ali lagi ada urusan. Jangan mikir yang macem-macem. Papa tau Ali gimana kok, Ly."

Prilly mendengus. "Tapi Ali nggak pernah kayak gini sebelumnya,Pa."

Rizal tersenyum lembut lalu mengusap puncak kepala gadis kecilnya itu dengan sayang. "Udah, kamu jangan mikir yang enggak-enggak dulu. Jangan negative thinking. Mending sekarang kamu berangkat sama papa. Biar papa yang nganterin kamu. Kan kebetulan kita searah,"

Prilly memaksakan senyumnya sebelum akhirnya mengangguk mengiyakan.

.

.

Prilly bernafas lega saat dia mengetahui kalau ternyata dia tidak terlambat datang ke kampus. Bahkan kabar gembiranya, dosennya datang pukul sembilan nanti, karna ada urusan mendadak.

Prilly langsung berlari menuju kelas Ali yang tepat berada disamping kelasnya. Dia celingak-celinguk mencari keberadaan Ali–tapi dia tak kunjung menemukan Ali.

Prilly menepuk bahu seorang gadis berkacamata tebal. "Eh, eh. Lo temen sekelasnya Ali kan?"

Gadis tadi mengangguk kaku. Dia menundukkan kepalanya.

Prilly memutar bola matanya. "Terus lo nggak liat Ali ada dimana? Lo nggak ngeliat Ali gitu?"

Ada jeda beberapa detik sebelum akhirnya gadis tadi menggeleng. "Nggak tau," katanya singkat masih menunduk.

Prilly mendengus. Ternyata sia-sia dia menunggu gadis itu menjawab, percuma saja. "Lain kali, kalo sama orang jangan nunduk terus. Nggak baik, oke makasih. Gue duluan,"

Because YouWhere stories live. Discover now