Chapter 58

6.6K 322 17
                                    

Selamat membaca~

---

Ali menatap kesal kearah gadis yang ada disofa. Jari-jari tangannya memainkan selang infus yang tergantung di tiang infus.

Bosan, jengah. Ali merasakan itu. Sudah tiga hari dia ada dirumah sakit ini, tanpa boleh keluar dari ruang rawat. Siapa yang tidak bosan?

Padahal dia merasa dia baik-baik saja, walaupun kepalanya sering merasakan sakit. Tapi ya setidaknya itu tidak akan bertahan lama, pikirnya.

Ali merasa tidak bisa bebas sama sekali sekarang. Dia harus selalu dalam pengawasan Dokter, Dokter, dan Dokter. Dia juga tidak bisa minum minuman bersoda lagi, karna itu benar-benar dilarang Dokter.

Ali benar-benar merutuki dirinya sendiri. Kenapa dia harus punya sakit seperti ini? Sakit yang tidak bisa membuatnya bebas kemana-mana. Padahal dasarnya, Ali adalah orang yang tidak bisa diam sedikitpun.

Sekarang, Ali tengah membolak-balikkan badannya kekanan dan kekiri. Dia merasa sangat bosan. Selang infusnya berulang kali tersenggol badannya sendiri yang tidak bisa diam. Ia hanya merasa bosan, itu saja. Dia ingin menjalankan aktifitas seperti biasanya. Tanpa ada selang infus ini.

Ali duduk dengan bersandar pada bantalnya. Tangannya dilipat didepan dada. Matanya yang sayu namun masih terlihat tajam terus memerhatikan gerak-gerik gadis cantik yang menurutnya sangat membosankan itu.

Ali mendengus. Lalu berdecak. "Ck. Enakin aja terus lo pakek hape gue, Kai! Terus, enakin. Enakin!" sindirnya.

Kaia tidak bergeming. Dia terus fokus memainkan permainan shoot hunter favoritnya di ponsel Ali.

Ali mengambil bantal barcelona yang kemarin dibawakan Kaia, lalu melemparnya kearah Kaia. Bantal itu mendarat tepat dikepala Kaia.

Kaia mendelik kearah Ali. "Ali! Apa-apaan sih, Lo! Sakit, sarap." gerutunya.

Ali terbahak. "Suruh siapa. Gue ngomong malah diem aja. Kayaknya penyakit budeg lo makin parah ya Kai." ucapnya ngawur.

Kaia mencibir. "Udah ah, sono lu tidur. Masih sakit juga, udah ngajak berantem. Sana tidur. Gue mau main nih, kalah nih gara-gara lo." katanya.

"Gue udah sembuh, Kaia!" keukeh Ali. Ali bangkit dari duduknya tanpa sepengetahuan Kaia karna dia sudah sibuk dengan game.

Ali berjalan tertatih-tatih kearah sofa yang diduduki Kaia. Tangannya memegang tiang infus. Kepalanya terasa sangat sakit sedari tadi, tapi ia berusaha terlihat baik-baik saja.

Kaia terhentak lalu mengalihkan perhatiannya dari ponsel saat merasa pergerakan dari sofa yang didudukinya.

"Hai, Kai. Apa kabar lo? Duh gue kangen tau sama lo." sapa Ali ceria, sambil menyengir sangat lebar. (Seolah-olah dia sedang tidak merasakan sakit apapun.)

Kaia mengernyit. Kelakuan adik satu-satunya ini membuatnya geleng-geleng kepala. Padahal tadi dia sudah berdebat dengan Ali, tapi sekarang Ali masih menanyakan tentang kabarnya? Yaampun, kok bisa gue punya adik kayak Ali, pikirnya.

Kaia memutar bola matanya. "Tai. Dasar gila." katanya.

Ali tertawa geli. Lalu setelahnya berkata. "Gue nyapa tau, Kai. Kalo orang nyapa tuh disapa balik, ini malah diledekin tai. Emang muka gue mirip tai apa?" tanyanya polos.

Because YouWhere stories live. Discover now