Chapter 16

6.8K 378 12
                                    

Kaia menatap Ali dengan tatapan masamnya. Sedangkan yang ditatap hanya berjalan dengan tampang polosnya sambil sesekali melihat-lihat disekelilingnya.

Kaia bersidekap dada. "Bisa gak jalannya itu cepet gitu? Sumpah lo kayak siput banget. Jalan aja nyampek lima puluh tahun lamanya," kata Kaia melebih-lebihkan.

Ali menghentikan langkahnya. "Waras, neng? Gak selama itu kali, lo tuh ngelebih-lebihin. Kata guru agama gue dulu, gak baik ngelebih-lebihin sesuatu itu," kata Ali sambil mengacungkan jari telunjuknya.

Kaia memutar bola matanya, "Oaza ya kan. Udah buruan deh, jalan sono. Jangan lambat," kata Kaia final.

Ali mengangguk dengan polosnya. Lalu kembali berjalan mendahului Kaia dengan langkah yang cukup cepat. Bahkan Kaia yang mengikutinya sampai kewalahan sendiri.

"Li, Ali. Anjirr, jangan cepet-cepet bego," pekiknya lalu berlari kecil menyusul Ali yang sudah didepannya.

Tuk, "Awhh, njirr," Kaia mengaduh kesakitan saat dahinya bertabrakan dengan punggung Ali.

Kaia menggeram kesal, dia mendongakkan kepalanya yang langsung bertatapan dengan wajah Ali yang tengah nyengir dengan tampang tidak berdosanya.

Kaia menggeplak kepala Ali geram, "Bego. Sakit, njirr. Lo tuh kenapa berhenti mendadak sih? Kan gue jadi ketabrak punggung lo." gerutu Kaia.

Ali menaikkan sebelah alisnya. "Udah ngomelnya? Terus siapa yang salah? Gue? Temen-temen gue? Haha, nggak lah ya. Yang salah itu elo, Kai." kata Ali santai.

"Udah buruan jalan lagi, gausa lelet," setelahnya Ali berjalan meninggalkan Kaia yang melongo ditempat.

"Mak gue ngidam apaan sih bisa punya anak kayak Ali,"

.

.

Ali menghembuskan nafasnya berkali-kali. Bosan–sangat. Sudah hampir satu jam dia mengikuti kemanapun Kaia pergi ditoko buku yang sekarang mereka kunjungi.

Ali melihat Kaia yang masih nampak asyik melihat-lihat buku, "Kai, masih berapa tahun lagi? Lo udah beli buku banyak loh, Kai," Ali menunjuk kantung belanjaan Kaia yang berisi sekitar lima sampai enam buku yang tebal mungkin.

"Bawel banget sih, Li. Gue masih banyak buku yang dibeli. Udah diem," kata Kaia tak terbantahkan.

Ali mendengus lalu melangkahkan kakinya menuju ke rak buku lainnya. Dia pergi meninggalkan Kaia yang masih asyik memilih-milih buku yang menurut Ali tak menarik.

Ali menelusuri setiap rak buku, sampai akhirnya dia tertarik dengan satu buku yang tak begitu tebal. Buku dengan cover yang cukup menarik.

Ali membaca setiap kata yang ada didalam buku itu, buku karya Boy Candra. Buku iti berisi tentang kata-kata yang cukup memotivasi menurut Ali, dan Ali tertarik dengan buku itu.

Ali berjalan tanpa melihat kedepan, matanya terus melihat kearah buku, membaca setiap kata yang mulai ia sukai.

Ali menghentikan langkahnya saat matanya tak sengaja menangkap kaki yang dibalut sepatu yang tidak asing dimatanya.

Ali langsung mendongakkan matanya, dan benar saja, dia melihat gadis dengan seorang laki-laki. Rahangnya seketika mengeras saat melihat tangan mereka saling bertaut.

"A–Ali?.." gadis tadi menunjukkan wajah terkejutnya saat melihat Ali.

Ali diam. Dia menunjuk tangan gadis itu dengan dagunya sebelum akhirnya kembali menatap tajam gadis itu lagi. Gadis itu tersadar dan langsung melepaskan tangannya dari lelaki tadi.

"Maksudnya apa?" Ali bertanya dengan nada yang datar.

"Duh, gimana ya. Aku nggak, gini loh. Aku nggak ngapa-ngapain kok disini, aku cuma nganterin Randy aja. Nggak lebih," kata Prilly berusaha menjelaskan.

Because YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang