Theo

468 58 3
                                    

Bayi laki-laki berparas rupawan berada di dalam dekapan April..
Sebelumnya ia sama sekali belum pernah menggendong ataupun menyentuh bayi, namun saat ini ia sudah seperti seorang Ibu yang pandai merawat bayi. Meski jalan dan berdirinya sedikit tertatih karena baru saja melahirkan, April tidak menyerah menyusui bahkan mengganti popok anaknya.
"Kata Dokter besok sudah boleh pulang!" Kata Mami menghampiri April sembari tersenyum melihat cucunya.
"Iya, Mam. Kak Surya dimana?" Sahut April.
"Surya lagi dekor kamar kamu, biar nuansanya lebih kelihatan untuk bayi." Kata Mami.
"Nggak usah repot-repot, Mam! Kayaknya April terlalu banyak ngerepotin semua orang." Kata April, wajahnya masih sedikit pucat setelah melahirkan tapi masih bisa tersenyum.

"Nggak repot, sudah Mami bilang ini adalah tanggung jawab Mami atas apa yang Tio lakukan. Sudah ya, jangan bilang repot lagi! Nanti Mami bawa kabur bayinya. Oh iya, sudah dikasih nama belum? Kalau sudah, Mami mau sekalian ngurus administrasi sebelum keluar dari Rumah Sakit besok." Tukas Mami, April lalu terdiam. Ia belum memikirkan sampai sejauh itu, seharusnya April bisa mempersiapkan segalanya. Namun karena mungkin masih terlalu muda dan belum berpikiran untuk menjadi Ibu, April melupakan hal yang paling penting bagi anaknya, yaitu nama..
"Masih April pikirin, Mam." Jawab April seraya berpikir keras.

"Ya udah, kalau sudah ada namanya kasih tahu Mami ya? Ingat, cari nama yang bagus. Nama itu adalah do'a, apalagi yang beri nama Orang Tuanya sendiri." Ujar Mami menambahkan, April mengangguk mengerti. Setelah itu Mami pergi keluar dari kamar inap entah kemana, mungkin mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan administrasi mengingat April melahirkan tanpa ada status yang jelas di kartu identitasnya. Jadi mungkin agak sedikit rumit.
"Hah..." April menghembuskan nafas kasar, bayi itu harus diberi nama oleh kedua Orang Tuanya. Haruskah April bertanya kepada pria yang tak ingin April sebut lagi namanya itu? Entahlah, April yang melahirkannya dan April juga yang mengurusnya. Rasanya tak perlu ia bertanya pendapat pria itu meski hanya soal nama.

April memerhatikan malaikat kecil nan tampan yang ada didekapannya itu, sedang tertidur dengan pulasnya seolah tak tahu bagaimana kedua Orang Tuanya membawanya lahir ke dunia ini. Penuh dengan drama dan kesedihan, biarpun begitu April berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak memberitahukan kepada anaknya kelak bagaimana kesedihan yang dirasakan oleh April. Cukup dirinya saja yang menderita, anaknya tidak boleh mengetahui segalanya yang akan berakhir menjadi beban mental bagi anaknya. Namun bagaimana dengan status anak tersebut? Bagaimana catatan sipilnya dan bagaimana kelak ia akan menuntut ilmu bersekolah dan memiliki banyak teman. Apakah April tetap akan menjadi Single Parent baginya?

Pagi menjelang....
Seusai sarapan dan menyusui anaknya, April membereskan semua barang-barang dibantu oleh ART yang disiapkan Mami untuk mengangkut semua barang. Tak lupa April memakaikan setelan yang tampan untuk pangeran kecilnya yang sebentar lagi akan pulang ke rumah.
"Dia lagi tidur, Mah!" Ujar April berbicara dengan Ayah Ibunya melalui video call, memperlihatkan bayinya yang sedang tertidur pulas di dalam box bayi kepada kedua Orang Tuanya.
"Wah, ganteng ya? Cucu Nenek dan Kakek, kalau ada waktu luang jangan lupa main ke rumah ya! Kalau sudah sehat." Kata Ibunya.

"Iya, Mah. Nanti kalau April pulang, pasti April kabarin ya! Ya udah, April siap-siap mau pulang. Dah, Mah!" April lalu mematikan sambungan telepon, tak lama kemudian Mami dan Surya datang menjemput April. Setelah semua biaya administrasi selesai dan surat-surat pribadi April juga sudah selesai Surya urus, mereka pun akhirnya meninggalkan Rumah Sakit. Walaupun April merasa tubuhnya masih terasa pegal dan sakit di beberapa bagian, rasanya istirahat di rumah akan jauh lebih baik dari pada berlama-lama di Rumah Sakit.
"Ini berkas-berkas kamu, Surya sudah minta ke Orang Tua kamu dan mereka setuju. Kartu Keluarga plus Kartu Identitas, sekarang kamu adalah Ibu Tunggal. Ini untuk sementara aja biar mempermudah proses administrasi di Rumah Sakit aja."

Setelah itu kamu bisa menikah dengan Tio, batin Mami.

"Iya, Mam. Makasih banyak!" Balas April.
Sesampai di rumah, Surya dan ART menurunkan semua barang-barang dari bagasi sementara Mami membantu April mengurus sang bayi. Ketika memasuki kamar April terkejut dengan dekorasi yang dibuat oleh Surya, bukan lagi nuansa pink. Tapi warna biru pastel bercampur dengan pernak-pernik kartun anak-anak, sungguh April tak pernah sebahagia ini sebelumnya. Ia mendapat seorang anak laki-laki dan orang-orang yang perduli dan menyayangi dirinya.
"Gimana? Suka?" Tanya Surya.

"Lebih dari suka, Kak! Bagus banget!" Ujar April, mereka bertiga tertawa seolah tak ada kesedihan di balik hari bahagia mereka. Menutup rapat-rapat sisi kelam yang pernah terjadi di kehidupan April dan berjanji tidak akan membuat gadis itu menderita lagi, Mami sendiri sudah berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak mengungkit masalah yang lalu demi kesehatan mental April dan juga bayinya. Mungkin kelak ada beberapa tetangga atau kerabat yang mempertanyakan status April di rumah tersebut, namun berita sudah tersebar luas dan di sini Mami hanya berniat bertanggung jawab sepenuhnya akan kehidupan April dan juga cucunya, mengabaikan tanggapan dan omongan semua orang yang mungkin tidak setuju dengan keputusannya mengambil April dari Orang Tuanya.

"Mami, ponselnya dari tadi berdering!" Ujar ART, Mami langsung keluar dari dalam kamar April lalu mengambils tasnya.

"Sudah pulang?" Suara berat di sambungan telepon membuat Mami harus menjauh sedikit agar tidak terdengar oleh April.
"Sudah, baru aja. Berkas-berkas juga sudah Mami urus semuanya." Jawab Mami.
"Bayi sama Ibunya sehat?" Tanyanya lagi.
"Sehat pastinya, April suka hasil dekorasi dari Surya."
"Surya? Dia ngapain?"
"Surya bantu dekor kamar April, kamar kamu dulu. Biar nuansanya kayak anak-anak gitu!" Kata Mami, terdengar helaan nafas berat dari balik sambungan telepon.

"Surya juga yang bantuin bawa April ke Rumah Sakit kemarin, sama bantu-bantu angkatin barang-barang." Kata Mami berusaha meyakinkan anaknya yang masih mendekam di penjara.
"Mami bisa nggak ngeluarin aku dari sini secepatnya?" Tanya suara berat itu lagi.
"Bisa sih, tapi paling sebentar dua atau tiga tahun. Kamu bantu Mami juga, berkelakuan baik biar dapat potongan masa tahanan." Sahut Mami.
"Iya, apa aja. Yang penting cepet keluar!"
Tut..

Sambungan telepon dimatikan seketika, membuat Mami mengerutkan dahi karena heran.
Sementara di dalam kamar April, Surya membantu merapihkan beberapa dekorasi.
"Oh, iya. Ini masih kosong karena kemarin belum ada namanya. Jadi, udah ada namanya belum?" Tanya Surya.
April lalu tersenyum menandang Surya lalu beralih ke bayi mungil yang tertidur di box bayi.
"Namanya Theo." Jawab April singkat.
Kedua dahi Surya terangkat, Tio, Theo. Gadis itu masih memikirkan pria itu ternyata.

***

To be continued

7 Sept 2023

Om TioWhere stories live. Discover now