Menemukanmu

502 55 0
                                    

"Percuma aja kayaknya kamu pindah ke sini, Pril!" Ucap Clara, April hanya diam saat menyantap makan malamnya di dalam kamar messnya bersama Clara. Tak sempat berbicara panjang lebar di kantor, Clara menyempatkan diri untuk mampir ke kamar mess April. Seusai berberes kamar dan menata perabotan, kamar itu terlihat cantik dengan nuansa serba pink. Dibantu oleh Clara memasang stiker di setiap dinding kamarnya.

"Om Tio tetep bakalan tahu kamu ada di sini. Kamu pikir dia nggak bakal nanya ke orang tua kamu? Terus kamu juga nggak pesen ke Ibu Bapakmu supaya nggak ngasih tahu tempat tinggalmu sekarang." Tambah gadis itu, sementara April masih mengunyah makanannya layaknya orang yang kelaparan. Maklum saja sedari pagi ia tak sempat sarapan bahkan makan siang karena di jam istirahat siang April kembali ke mess membuka isi koper dan menata bajunya ke dalam lemari.

"Kalau aku ngomong sama Ibu Bapak, ya mereka pasti curiga. Aku nggak mau Ibu Bapakku tahu masalah kemarin." Jawab April sembari menegak air mineral.
"Terus gimana dong?" Clara mulai khawatir, khawatir kepada temannya itu jika Om Tio benar-benar tahu keberadaan April dan melakukan sesuatu kepada gadis itu.
"Tenang aja! Biarpun dia tahu aku di sini, nggak mungkin juga dia dibolehkan masuk ke area ini sama sekuriti. Gara-gara kasus kemarin sama Mas Dian." Kata April.

Sejujurnya Clara sedikit lega, tapi tak menutup kemungkinan April akan selamanya berada di mess. Ia pasti akan pergi meski hanya sebentar untuk melihat keadaan orang tuanya.
"Lagian, aku sudah ngerasa nggak punya hubungan apa-apa sama dia."
Clara menaikan sebelah alisnya, "memutuskan hubungan sebelah pihak, sementara pihak yang di sana belum setuju. Apalagi dengan tempramen Om Tio. Bisa-bisanya kamu ketemu sama cowok kayak gitu, udah gitu bela-belain nggak kuliah demi dia. Kamu dipelet apa gimana sih?" Protes Clara, April pun terkekeh geli. Ia sendiri tak mengerti mengapa ia sangat menggilai Om Tio.

Anggap saja masa pubertas April sangat sial...

"Udahlah! Kamu mau nginep di sini malam ini?" April keluar kamar membuang box makanannya tadi ke tempat sampah lalu kembali masuk membiarkan pintu kamarnya terbuka lebar.
"Enggak ah! Aku punya kehidupan, nggak mau tinggal di dalem hutan kayak gini." Clara memunguti barang-barangnya seperti tas dan kaos kaki hingga jaket, April hanya tertawa kecil tak ingin mengganggu para tetangga barunya dengan suara tawanya yang keras.
"Kalau aku mending tinggal di sini daripada diteror sama dia." Balas April, Clara menyetujuinya. Tak lama Clara pergi dari sana setelah membantu April mendekorasi kamarnya.

April sendiri kembali masuk ke dalam kamar untuk mandi, setelah seharian ini bolak-balik kantor ke kamar mess demi menyicil pekerjaan di kamar April akhirnya dapat melepas penat dengan mandi menggunakan air hangat. Beruntung semua kamar di mess ini terdapat masing-masing kamar mandi di dalam, sehingga April tak perlu repot-repot keluar dari kamar untuk mandi dan buang air kecil. Di lantai paling atas mess ini ternyata April tak sendiri, semua kamar telah penuh terisi orang-orang dari departemen lain. Ada yang sedang bekerja shift siang, ada juga yang sedang bekerja di shift malam. Sehingga terdengar sepi..

Seusai mandi, April keluar dari dalam kamarnya. Setelah mengenakan handuk ia membuka pintu, namun April mengernyitkan kening. Kamarnya tiba-tiba gelap gulita, hanya lampu kamar mandi yang masih menyala. April buru-buru keluar dari dalam kamar messnya hanya untuk memastikan semua lampu padam. Tapi ternyata hanya kamarnya saja, perasaannya mulai tidak enak. April segera masuk kembali ke dalam kamarnya lalu mengunci pintu, meraba dinding berusaha mencari tas kerjanya dan mengambil ponsel. Belum sempat April meraih ponselnya tiba-tiba seseorang menarik lengannya dan menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang. Punggung April terasa sakit, ia ingin berteriak namun mulutnya dibekap dengan sebuah tangan besar sehingga teriakannya teredam.

"Kamu pergi ke ujung dunia pun, bakal Om temuin!" Bisik sosok yang sedang menindihnya, terdengar suara yang membuat April lemas seketika. April tak lagi berontak dan hanya bisa terdiam, mungkin Clara benar. Tak semudah itu pergi dari Om Tio.
April kemudian menangis, terisak namun ia berusaha menahan isak tangisnya agar tak membuat gaduh seisi mess. Om Tio segera melepaskan bekapan tangannya di bibir gadis itu, khawatir tentu saja mengapa April tiba-tiba menangis.
"Heh, kenapa? Huss! Jangan nangis! Ini Om Tio." Ucap Tio lalu menyalakan kembali lampu kamar April.

Melihat gadis itu duduk di pinggiran ranjang seraya menangis menutup wajah dengan kedua tangannya, Om Tio segera menenangkan gadis itu. Tio berpikir April sedang dirampok, padahal yang April takutkan bukanlah rampok atau penculik atau siapapun yang masuk ke dalam kamarnya. Tapi gadis itu takut kepada Tio.
"Udah ya.... ini Om di sini!" Tio masih berusaha mendiamkan April dengan memeluknya, cukup lama gadis itu menumpahkan kekesalannya dengan menangis.
"Om Tio nggak bisa ngelepasin April, Om Tio selalu aja bikin hidup April susah." Bisik April diiringi isak tangisnya, Tio yang mendengar hal itu hanya bisa terdiam. Tiba-tiba saja debaran di dadanya tak karuan.
"Om 'kan sudah bilang nggak bakal ngelepasin April gitu aja." Ujarnya berusaha menghibur April, walau ia tahu kalimatnya barusan hanya akan membuat gadis itu bertambah takut.

"Om harus ngapain sih biar April ngerti?" Tio melepaskan pelukannya, memegang kedua bahu gadis yang masih terisak itu.
"Coba liat Om!" Perlahan April mengangkat wajahnya, memperlihatkan air mata yang berhamburan di wajah April dan Tio yang melihatnya merasa teriris hatinya.
"April nggak mau lanjut." Ucap gadis itu, suaranya parau, rambutnya yang masih setengah basah terlihat berantakan.
"Maaf ya, Om nggak bisa." Untuk pertama kalinya seolah Om Tio sedang menyatakan cinta kepada April meski kalimatnya berbeda. Om Tio tak mau berpisah begitu saja yang artinya ia masih menyayangi April.

Cukup lama mereka berdua terdiam, April yang masih berpikir keras dengan segala upayanya menghindari Om Tio. Namun pria itu tak pernah lelah, ditambah April sedikit luluh seketika menyadari Om Tio masih menginginkannya. Semua hal itu membuat kepala April menjadi sakit. Sementara Om Tio masih setia menunggu segala kalimat apapun yang keluar dari mulut April, walaupun gadis itu akan memaki atau mengucap sumpah serapah kepadanya. Meski Tio paham, April bukan gadis yang gemar berbicara seperti itu.
"Om bisa pulang dulu? Biarin April berpikir dulu." Kata April dengan pelan, Om Tio pun akhirnya menyetujui hal itu. Dengan syarat jika terjadi apapun, jika April merasa sakit atau apapun gadis itu berjanji akan menghubunginya.

"Iya, April janji." Kata April, Om Tio mengangguk lalu perlahan keluar dari kamar gadis itu tak lupa menutupnya kembali. April perlu berpikir dengan jernih.




Flashback ~ Om Tio

Tok... tok... tok...

Cekle....

"Eh, Tio! Ada apa ya?"
"Aprilnya ada, Bu?"
"Loh, dia sudah pindah ke mess. Nggak ngasih tahu Tio 'kah?"
"Oh, belum Bu. Mungkin belum sempat ngasih tahu, hpnya juga nggak aktif."
"Iya, mungkin masih sibuk berberes."
"Oh, ya udah kalau gitu, Bu. Saya permisi!"
"Iya.."

Sedari semalam ponsel April tidak bisa dihubungi, keesokan harinya Tio nekat mendatangi rumah April dan ternyata gadis itu tiba-tiba sudah pindah ke mess. Tio tak habis pikir, hanya karena masalah dengan Dian April begitu saja mengambil sebuah keputusan mengakhiri hubungan mereka. Tio menuju tempat kerja April, hari sudah malam tapi ia sama sekali tidak bisa melewati portal karena sekuriti yang kemarin ternyata sedang bertugas malam hari ini. Tio berusaha mencari jalan lain melewati beberapa pohon besar dan rumput liar, beruntung ia menggunakan sepatu safety yang memudahkan langkahnya. Sejujurnya Tio tak tahu dimana bangunan mess, terdapat banyak bangunan di sana selain bangunan kantor. Tapi tiba-tiba saja seolah takdir mempertemukan mereka kembali, Tio melihat April keluar dari sebuah kamar di lantai tiga tengah membuang sesuatu ke dalam tempat sampah lalu kembali masuk tanpa menutup pintu. Tio menunggu cukup lama, ternyata benar saja ada Clara rekan kerja April yang keluar dari sana. Pintu kamar pun tertutup pertanda tidak ada siapapun lagi di dalam sana selain April, suasana sekitar juga sepi karena waktu telah menunjukan pukul sebelas malam. Tidak ada aktivitas sama sekali di mess tersebut, hingga akhirnya Tio memberanikan diri menuju kamar April.




***

To be continued

17 Agst 2023

Om TioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang