Takut

927 87 5
                                    

April terduduk di atas ranjang dengan wajah kebingungan, melihat Om Tio semakin menjauh darinya dan berhenti di ambang pintu kamar seraya bersandar di daun pintu. Terlihat bahu kekar pria itu menjadi lesu, Om Tio bahkan memijit kepalanya sendiri seolah merasakan pusing yang luar biasa. Yang tidak April ketahui penyebabnya, April sendiri merasa bingung tiba-tiba saja Om Tio menghentikan kegiatan ciuman mereka di saat benar-benar intens.

April bertanya-tanya di dalam hati, apakah ada sesuatu yang salah pada dirinya hingga pria itu menarik diri? Gadis itu melihat ke arah tampilannya, mungkin ia tidak secantik atau seseksi Nopa pikir April yang juga mulai merasa lesu.
Sementara Tio, hampir saja terbawa nafsu. Ia hampir saja menodai gadis itu meski telah berusaha keras untuk tidak melakukannya, bukannya Tio tak berani melakukannya hanya saja April masih terlalu dini dan ia tidak ingin disebut sebagai predator seksual hanya karena meniduri seorang gadis remaja seperti April. Haruskah Tio menunggu gadis itu sampai usia 20 tahun? Sementara Tio sendiri tidak tahu sampai kapan dirinya dapat menahan gairah yang sudah sangat menggebu, apalagi melihat April hampir setiap hari.

April yang merasa berkecil hati langsung memperbaiki pakaiannya, bagian dadanya hampir terbuka dan gadis itu memperbaiki kancing bajunya. Juga merapihkan rambutnya yang sudah sangat berantakan, raut wajahnya terlihat lesu, Tio baru menyadari hal itu. Saat gadis itu hendak keluar melewati Tio yang berdiri di ambang pintu kamar begitu saja, Tio menahan gadis itu menggunakan lengan kekarnya di bagian perut April. Sontak saja membuat gadis itu terhenti dan menoleh ke arah pria yang saat ini tengan menatapnya juga.
"Mau kemana?" Tanya Tio.
"Mau keluar, mau kemana lagi?" Sahut gadis itu.

Tio menghembuskan nafas kasar, menerpa wajah April dengan hembusan nafas panas pria itu yang begitu terasa aroma mint. Mengingatkan April akan rasa manis yang menempel di bibirnya barusan.
"Mau pulang? Nanti aja!" Kata Om Tio.
"Terus ngapain?" April menaikan sebelah alisnya sembari memasang wajah ketus karena kesal setelah Om Tio menghentikan ciumannya secara tiba-tiba barusan.
"Om laper, bikin mie yok!" Ajak Tio, April memutar kedua bola matanya dengan malas. Ingin meninggalkan Om Tio tapi lengan kekar pria itu masih menekan perut rata April agar tidak pergi.
"Hei, kenapa sih?" Tanya Tio meski ia sendiri sudah tahu jawabannya mengapa gadis itu terlihat murung dan kesal.

"Om Tio kenapa tiba-tiba berhenti sih?" Tanya April yang akhirnya melayangkan protes kepada pria itu, sedangkan Tio khawatir jika April belum paham alasan yang akan ia berikan dan malah membuat gadis itu makin bertambah kesal.
"April tahu kok, April nggak secantik Nopa dan nggak seseksi perempuan itu. April masih belum ngerti apa-apa, tapi masa Om Tio nggak mau ngajarin April?" Protes gadis itu, kepala Tio rasanya ingin pecah sekarang juga. Bingung dan takut adalah dua hal yang ia rasakan saat ini, April masih belum paham bagaimana hubungan orang dewasa berlangsung.

Ingin Tio mengajarkan gadis itu tapi rasanya seolah ia menjadi predator seksual yang mengajarkan gadis remaja polos seperti April, meskipun didasari oleh sebuah hubungan yang serius dan ia juga menyayangi gadis itu. Tio tidak ingin mengambil sebuah kesempatan di dalam hubungan ini, tidak jika bukan karena April sendiri yang memintanya dan masalahnya adalah Tio masih merasa bingung bagaimana menjelaskan hal itu kepada April.
"Boleh Om jelasin dulu biar April paham?" Tanya Om Tio, gadis itu mengangguk mantap.
"Apa April udah yakin mau ngelakuin itu sama Om Tio?" Tanya Tio, gadis itu kelihatan berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk mantap.
"Kenapa?" Tanya Om Tio yang ingin tahu alasannya.

"Kenapa mau sama Om Tio?" Tanyanya lagi agar Tio dapat memastikan dirinya sendiri untuk berani melakukan hal itu kepada April.
"Ya terus sama siapa lagi? April nggak mau sama siapa-siapa, sama Om Tio aja selamanya." Ucap April, kalimat itu berhasil membuat Tio merasa luluh. Gadis itu mungkin telah sangat tertarik pada dirinya bahkan hingga mau melakukan hal tersebut bersamanya.
"Terus Om Tio nungguin apa lagi sih? April udah yakin kok sama Om Tio, April juga percaya." Kata gadis itu menambahkan agar dapat meyakinkan Om Tio. Pria itu lalu menghembuskan nafas kasar, mengapa semuanya jadi sesulit ini? Mungkin jika dirinya tidak memacari gadis belia, mungkin Tio tidak akan sepusing ini.

"April sekarang umur berapa?" Tanya Om Tio meski ia sendiri sudah tahu berapa usia gadis itu.
"Sembilan belas." Jawab April, Tio mengangguk kemudian.
"Bisa nggak, nunggu sampai umur dua puluh tahun?" Tanya Om Tio, seketika April mengernyitkan dahi.
"Nunggu apa lagi sih Om?" Protes April yang sudah tidak sabar menyerahkan dirinya kepada pria itu.
"Nunggu agak gedean dikit lah!" Sahut pria itu.
"Maksudnya body April kecil gitu?" Tanya April lagi.
"Bukan bodynya, tapi orangnya. Biar nggak dikatain remaja, usia dua puluh tahun kan udah pas itu." Ucap Tio berusaha meyakinkan April.

Gadis itu terdiam sejenak, berpikir lalu akhirnya mengangguk menyetujui permintaan Om Tio.
"Oke, dua puluh tahun. Beberapa bulan lagi bulan April, tapi Om Tio janji ya?!" Seru gadis itu, Tio mengangguk dengan mantap. Pada akhirnya gadisnya itu memahami dirinya juga, Tio tersenyum seraya mengecup sayang puncak kepala gadis itu. Membuat April merasa hangat dan nyaman bersama dengan Om Tio.
"Jadi bikin mie-nya?" Tanya April berusaha memecah suasana yang tadi sempat tegang.
"Jadi dong, ayok!" Ajak Tio lalu mereka berdua menuju dapur bersama. Tio dengan cekatan segera membuatkan gadis itu semangkuk mie instan.

Sementara April duduk di kursi makan dengan santainya, melihat punggung kekar pria itu yang belum tertutupi oleh pakaian dengan gesit menyiapkan makan malam.
"Makan di luarnya ditunda dulu, jadi makan mie instan aja!" Ujar Om Tio yang berhasil membuat April tertawa.
"Hehehe... nggak apa-apa, April di rumah juga biasanya makan mie instan. Om setiap hari makannya mie terus ya?" Ujar April.
"Iya, Om kan nggak bisa masak. Belum punya istri juga yang masakin tiap hari." Sahut Om Tio, seketika membuat April merasa tersindir. Apa maksud pria itu ia ingin memiliki seorang istri?

Entahlah, April hanya diam dengan berbagai pemikirannya. Dan lagi, ia merasa tak sabar menunggu hingga bulan April tiba. Dimana ia akan berusia dua puluh tahun dan akan menagih janji pria itu, semoga saja Om Tio masih mengingatnya dengan baik. Karena kalau tidak, dengan terpaksa April akan melucuti semua pakainnya di hadapan pria itu, dan Om Tio pasti tidak akan dapat menahan godaannya.

***

To be continued

14 Okt 2022

Om TioWhere stories live. Discover now