Hidup dengannya

652 49 3
                                    

Beberapa kali April menolak, Om Tio seolah tak memperdulikan perkataannya. April hanya ingin penjelasan pria itu, mengapa dia mengurungnya di kamar ini? Belakangan ini Om Tio sering diam, seolah pria itu sedang memikirkan sesuatu. Memang sudah harusnya seperti itu, ia baru saja membawa kabur anak gadis orang dan keluarga Tio sendiri tidak tahu jika April ia kurung di dalam sebuah rumah yang baru beberapa hari ia beli. Bahkan keluarga Tio juga tidak tahu kalau Tio membeli sebuah rumah baru, Tio hanya pamit pulang kepada Ibu dan juga keluarganya. Ponsel April ada di dalam tasnya, di lantai satu di ruang keluarga.

Dalam keadaan mati..
Orang tua, keluarga, rekan kerja dan juga teman-teman April pasti sedang mencari gadis itu sekarang. Sudah seharian ini ponsel April, Tio matikan. Tio bertekad tidak akan kembali ke kota kelahiran April, ia akan menetap di sana selama yang ia bisa. Keluarga besar Tio memiliki sebuah bengkel besar dengan banyak cabang di berbagai kofa, Tio diminta Kakaknya untuk mengurus operasional bengkel di kota ini. Dari situlah terbit ide Tio untuk membawa April kabur ke kota ini, rencananya memang berjalan mulus. Tapi tetap ada ketakutan dalam diri Tio bahwa gadis itu akan kabur darinya, Tio tidak bisa membiarkan hal itu terjadi.

Tio memeluk April dari belakang, gadis itu masih menangis di balik selimut tebal karena Tio baru saja melakukan sedikit paksaan, entahlah.. sekarang Tio harus terbiasa dengan suara tangisan yang tak kunjung reda itu.
"Kalau kamu mau marah, silakan! Tapi Om nggak bisa jawab pertanyaan kamu." Bisik pria itu di belakang tengkuk April, mengecup kepala gadis itu dengan sayang sembari mengeratkan pelukannya.
April yang masih menangis masih tak habis pikir, sebegitunya 'kah rasa posesif Om Tio kepadanya? Sehingga pria itu harus mengurung April di kamar ini.
"April mau pulang..." rintih gadis itu, suaranya terdengar pilu.

Tio yang mendengarnya pun sebenarnya merasa kasihan dan iba, tapi ia sudah sejauh ini. Tio tidak bisa membiarkan April pergi begitu saja, jadi Tio hanya bisa diam tak bisa menjawab. April menegak salivanya sendiri, pria itu sama sekali tak bergeming.
"Kenapa harus April? Kenapa bukan perempuan lain atau mantan-mantan Om?" Tanya April lagi, karena gadis itu masih tidak bisa menerima apa yang terjadi. Berteriak, menjerit, meminta tolong, mendobrak pintu bahkan memecahkan kaca jendela sudah ia lakukan. Tapi tetap saja, ia tidak bisa keluar dari kamar ini.
"Jadi lamaran waktu itu hanya sebuah kebohongan?" Tanya gadis itu lagi, meskipun April tahu Om Tio tidak akan mau menjawabnya.

Kali ini perasaan Om Tio teriris mendengarnya, Tio bukan membohongi April. Hanya saja ia terlalu takut jika kehilangan gadis itu, pernikahan adalah suatu yang sakral. Pasti akan ada banyak pihak yang menentang mengingat riwayat hubungan mereka yang tidak terlalu baik di mata semua orang, belum lagi, Tio tidak tahu bagaimana caranya meyakinkan keluarganya untuk menikah dengan gadis yang usianya terpaut jauh dari Tio.
"Apa karena April yang terlalu bodoh?" Tio menutup kedua matanya, berharap telinganya juga bisa tertutup dan tidak mendengar ocehan gadis itu. Seolah gadis itu merendahkan dirinya sendiri padahal Aprillag yang paling Tio sayangi di antara semua wanita yang pernah ia kenal.

"Ternyata memang karena April yang terlalu bodoh." Jawab gadis itu, seakan ia berbicara dengan dirinya sendiri dan tidak ada Om Tio di belakangnya. April menyadari dirinya memang terlalu bodoh, terlalu terbuai oleh pria yang terlihat tampan dan mempesona seperti kali pertama mereka bertemu. April yang memberikan dirinya sepenuhnya kepada Om Tio padahal pria itu sudah memperingatkan dirinya, hingga pada akhirnya April terjebak dengan pria yang terlalu posesif kepadanya.
"Boleh April pakai ponsel April? Mau ngabarin Ibu, Ibu pasti khawatir." Pinta April, meskipun ia tahu pria itu tidak akan memberikannya ponsel.

"Enggak." Jawab Om Tio singkat.
April menghela nafas kasar.
"Jadi sampai kapan?"
"April bisa keluar dari sini?" Tanyanya, tidak ada jawaban lagi dari Om Tio.
Semua hal ini, membuat April berpikiran yang tidak-tidak. Bahwa Om Tio hanya sebatas obsesi dan posesif kepadanya tapi tidak cinta, bahwa Om Tio hanya sekedar ingin berhubungan dengannya tanpa menikahinya. Segala pemikiran buruk itu mulai muncul dan membuat April kembali membenci Om Tio seperti beberapa hari lalu ketika ia memutuskan untuk meninggalkan pria itu.
"Gimana kalau April mencoba untuk bunuh diri?" Pertanyaan April menantang Om Tio.
"Kalau gitu Om iket kedua tangan dan kakinya." Akhirnya pria itu menjawab juga, meski April ragu jika Om Tio akan benar-benar melakukannya.

"Om bakalan kerepotan kalau April mau buang air." Balas April.
"Om nggak merasa kerepotan sama sekali." Katanya, dan April lupa jika Om Tio adalah pria yang nekat. Bisa saja pria itu benar-benar akan mengikat kedua tangan dan kakinya.
"Kalau April kabur?" Tanya gadis itu.
"Om bakal tetep bisa bawa April kesini lagi, gimana pun caranya."
"Apa Om cuman mau tinggal bareng April? Terus kenapa kita nggak nikah aja lalu tinggal bareng, nggak ada bedanya sama sekarang ini." Kata April.
"Beda." Jawab Tio singkat.
"Bedanya?"

"Kalau kamu keluar dari rumah, ada banyak laki-laki yang bakal ngelirik ke kamu. Dan Om sepenuhnya nggak bisa percaya sama kamu." Tukas Tio, kali ini jawaban Om Tio cukup panjang.
"Kalau dikurung di dalam kamar, sama aja kayak mayat hidup. Ada, tapi nggak punya kehidupan. Itu 'kah yang Om anggap bahagia? Bahagia bagi Om, tapi nggak buat April." Balas April, kali ini Tio diam. April tahu jika ada beberapa pertanyaan yang tidak dapat pria itu jawab, salah satunya adalah ini. Berarti pria itu egois, hanya mementingkan keinginannya. Tapi April tidak terkejut, segala sifat toxic hampir semuanya dimiliki oleh pria itu.

Tapi bukan hal itu yang ingin April ketahui, ternyata tujuan pria itu mengurungnya di sini hanya untuk memiliki April seutuhnya karena obsesi dan rasa posesifnya. Tanpa harus repot-repot melalui proses pernikahan dan sebagainya, sampai saat ini April tidak mengerti mengapa Om Tio rasanya sangat sulit sekali untuk mempercayai April.
"Apa, jika April sudah tiada Om bakal nyari pengganti April? Dan mengurungnya juga di sini?" Tanya April memastikan, tapi pria itu hanya diam. Mungkin dia tidak mau menjawabnya lagi kali ini.

"Mungkin." Kedua mata April terbuka lebar, jawaban yang sama sekali tidak April harapkan. Ternyata selain posesif, pria itu juga tidak setia.

***

To be continued

25 Agst 2023


***

Lagi rajin aja update terus ❤
Yok semangat 💪

Om TioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang