Pindah bersama Ibu Tio

419 54 2
                                    

"Makasih Mi, tapi yang kemarin Mami bawain itu udah lebih dari cukup." Kata April saat kedatangan Ibu Tio yang membawa banyak perlengkapan lahiran dan bayi, bahkan April tidak tahu kegunaannya untuk apa saja.
"Nggak apa-apa, tadi sekalian mampir ke toko perlengkapan bayi, lucu-lucu jadi Mami beli." Sahut Ibu Tio, April tersenyum sekilas. Mempersilakan wanita itu masuk ke rumah dan membawakan secangkir minuman.
"Ibu mana?" Tanya Ibu Tio.
"Ibu lagi tidur, barusan minum obat. Bapak kerja!" Jawab April, mengingat kondisi Ibunya yang belum sembuh setelah beberapa kali koma dan masih harus keluar-masuk Rumah Sakit.
"Padahal ada yang mau Mami omongin."

"Apa itu, Mam? Kalau penting banget April bisa sampaikan ke Ibu." Tanya April, Ibu Tio menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya secara perlahan. Berharap gadis itu tidak tersinggung karena ia memilki niat yang baik, sekaligus niat untuk menyatukan Putranya dengan April tentunya.
"Sampaikan ke Ibu, kalau Mami mau bertanggung jawab sepenuhnya atas April dan anak yang nantinya bakal lahir." Katanya, April yang bingung hanya bisa mengerutkan dahi.
"Tanggung jawab apa, Mam? Mami udah sering ngasih semua keperluan ini udah lebih dari cukup." Sahut April.
"Hm, April bisa ngurus bayi?" Tanya Ibu Tio, April tiba-tiba terdiam. Jujur saja ia belum berpikir sampai sejauh itu, ia hanya gadis berusia dua puluhan yang sama sekali belum pernah menyentuh bayi.

Keponakan atau adik, April sama sekali tidak pernah mengurus anak kecil karena sedari kecil ia tidak memiliki saudara kandung alias anak tunggal.
Ia pun menggeleng lemah.
"Ibu 'kan sakit-sakitan, Mami khawatir nggak ada yang bisa bantu April di rumah ini. Sementara Bapak 'kan kerja terus, nanti April kerepotan sendiri..."
"...kalau tinggal di rumah Mami, Mami bisa bantu. Di rumah ada ART juga, lagian rumah Mami kosong. Kakak, adek-adeknya Tio sudah pada punya rumah sendiri." Kata Ibu Tio berusaha membujuk April.

Entah mengapa April mulai gundah, di satu sisi ia baru saja kembali ke Orang Tuanya yang sangat ia rindukan. Namun benar yang dikatakan oleh Mami, jika ia tinggal di sini. Ia malah akan merepotkan Ibu dan Ayahnya yang harus mencari nafkah untuk dirinya dan Ayahnya.
"Tapi, Ibu nanti nggak ada yang jagain." Kata April.
"Bapak 'kan ada, sebelum April pulang ke sini 'kan Bapak yang ngurus Ibu." Lanjut Mami, April lagi-lagi terdiam sejenak.
"Maaf ya, April! Bukannya Mami nggak respek ke kamu atau Orang Tua kamu, tapi Mami hanya berusaha bertanggung jawab atas apa yang dilakukan Tio. Apa yang Mami berikan sekarang, pasti nggak akan bisa membayar semua kesedihan kamu." Kata Ibu Tio.

April yang selalu luluh dengan kalimat-kalimat sedih, sama seperti dirinya yang selalu luluh dengan segala kalimat Om Tio dulunya.
"April tergantung Bapak sama Ibu, kalau mereka ngijinin, April bakal ikut." Jawab April, tak ingin berat sebelah mengambil sebuah keputusan. Bagaimanapun juga, ia masih menjadi tanggung jawab kedua Orang Tuanya.
Ibu Tio tersenyum, melihat gadis cantik itu juga tersenyum kepadanya di saat perutnya yang membesar. Entah mengapa gadis itu selalu memberikan energi positif ke semua orang di dekatnya, meskipun ia telah tersakiti sekalipun. Tio memang tidak salah pilih wanita, batin Ibu Tio.

Mami menunggu sampai sore hari, menunggu Ayah April pulang bekerja untuk membicarakan perihal tadi dan berharap kedua Orang Tua April menyetujuinya. Lagipula, Mami dan kedua Orang Tua April sudah sangat akrab dan mereka memaafkan kesalahan Tio setelah Mami bersusah payah meminta maaf atas perlakuan anaknya. Memang sulit diterima, tapi perlakuan baik dan sabar Mami akhirnya dapat membuat kedua Orang Tua April menjadi luluh. Apalagi Mami berjanji akan selalu bertanggung jawab dan memenuhi kebutuhan April dan anaknya nanti.
Tak lama Ayah April pulang, menyapa Ibu Tio sebelum masuk ke rumah dan membersihkan diri.

Dari dalam kamar April berusaha menguping pembicaraan serius kedua Orang Tuanya bersama Ibu Om Tio, namun tidak terdengar meski jarak kamar dan ruang tamu hanya sebatas dinding. Sebenarnya April tidak masalah sama sekali harus tinggal dengan siapa, lagi pula ia sendiri tidak tahu harus berbuat apa setelah melahirkan nanti. Jika ia harus mencari pekerjaan, artinya April harus menitipkan anaknya yang tidak mungkin ia titipkan kepada Ibunya yang sekarang sudah sering sakit-sakitan. Sepertinya pilihan terbaik adalah tinggal bersama dengan Mami, lagipula Mami bukan tipe Orang Tua yang jahat ataupun suka mengatur-ngatur. April pasti diperbolehkan Mami mengunjungi kedua Orang Tuanya jika rindu.

Tok... tok...
"Pril?!" Ibunya tiba-tiba membuka pintu mengejutkan April.
"Iya Ma?"
"Beresin barang-barangmu, malam ini ikut Mami ya!" Kata Ibunya seraya tersenyum meski berat melepas anak gadisnya lagi, tapi sepertinya Ibu Tio memberikan solusi yang terbaik bagi April untuk saat ini.
"Malam ini juga, Mah?" April mengerutkan dahi.
"Iya, biar sekalian Mami pulang. Kasian kalau harus bolak-balik ke sini terus." Sahut Ibunya, April mengangguk lalu beranjak dari tidurnya. Mengemasi beberapa barang yang penting-penting saja seperti beberapa helai pakaian, sepatu, sendal dan tas. April tak ingin benar-benar meninggalkan rumah ini, kelak jika anaknya sudah besar, April pasti akan kembali ke sini dan mencari pekerjaan.

"Sudah?" Tanya Mami saat melihat April keluar dari dalam kamar membawa sebuah koper, gadis itu mengangguk seraya tersenyum seolah berusaha tegar di hadapan kedua Orang Tuanya dan tidak membuat mereka sedih. Ada sebuah sesi dimana April harus kembali menangis meninggalkan kedua Orang Tuanya meski hanya untuk beberapa bulan ke depan.
"April bakal balik kok!" Bisik April sambil memeluk Ibunya, membuat Ibu Tio sampai menitikan air matanya tak kuat menahan sedih. Jika saja Tio tidak bodoh dan berbuat yang tidak-tidak, pasti kejadian seperti ini tidak akan terjadi. Mami sangat yakin jika mereka berdua akan benar-benar menikah, karena ia dapat melihat April adalah gadis baik-baik dan kedua Orang Tuanyapun sangat baik.

Mami memasukan koper ke dalam bagasi, ia mengendarai mobilnya sendiri tanpa ditemani siapapun jika berkunjung ke rumah April. Saat gadis itu menduduki jok kursi depan, ia melihat kedua Orang Tuanya lagi seraya tersenyum. Dan saat kendaraan mulai meninggalkan halaman rumah April, ia melihat kedua Orang Tuanya melambaikan tangan ke arah April. Membuat April tak tahan menahan tangisnya sedari tadi.
Melihat hal itu, Mami yang sedang mengendarai mobil juga ikut sedih.
"Mami berjanji, Mami nggak akan membuatmu sedih dan akan membuatmu bahagia selama tinggal sama Mami." Kata Ibu Tio berjanji.

***

To be continued

5 Sept 2023

Om TioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang