Hampir berantem

591 49 2
                                    

Pukul 6.30 pagi..
April berusaha bangun sepagi mungkin untuk pergi bekerja, menghindari Om Tio yang semalam bersikeras untuk mengantarnya. Ia buru-buru memasukan barang-barangnya ke dalam tas lalu keluar dari dalam kamar, tak lupa pamit kepada bapak dan ibunya, April meraih kunci motor yang tergeletak di atas meja.

"Astaga!" Bisik April dengan pelan, degub jantungnya mulai berdetak semakin kencang pertanda sesuatu tidak baik akan terjadi. Dan benar saja, telinganya belum tuli untuk mendengar suara motor sport dari kejauhan, lalu berhenti tepat di halaman rumah April.
"Pril, dianter Om Tio ya? Mama hari ini mau pakai motornya!" Seru Ibu April dari dapur.

April menghela nafas panjang sambil menutup kedua matanya sendiri, sebelah tangannya memegangi dahi tak tahu harus berbuat apa. Entah mengapa Ibu dan Om Tio terlihat kompak.
Dengan malas April meletakan kembali kunci motornya, berjalan keluar rumah sembari memasang raut wajah kesal. Sebenarnya April hanya tak ingin berdebat pasal semalam, Om Tio pasti masih marah karena biasanya marahnya pria itu akan berlangsung berhari-hari.
"Nanti pulangnya Om jemput lagi!" Seru Tio saat April sudah duduk di jok belakang tanpa sapaan atau sekedar berbasa-basi terlebih dahulu pagi ini.
"Hmm.." jawab April dengan nada malas, di depannya Om Tio terlihat menggenggam kemudi dengan erat.

Biasanya April akan merasa takut jika sudah seperti itu, tapi entah mengapa semenjak kemarin mendengar kalimat Clara, perasaan April mulai berubah. Saat tiba di kantor pun April sama sekali tak berkata apapun, ia meninggalkan Om Tio begitu saja memasuki bangunan kantornya. Bahkan tak memandang wajah pria itu.

"Kenapa cemberut? Gimana pacar kamu semalam?" Clara, gadis itu sudah ada di meja kerjanya sepagi ini. Jika bukan karena ingin menggosip, Clara pasti tidak akan tiba sepagi ini.
"Ya marah! Apalagi Mas Dian pakai adegan bawain makanan segala lagi!" Ucap April seraya membanting tubuhnya ke atas kursi dengan lemas.

Memegang secangkir kopi, Clara sambil tertawa ringan.
"Aku udah tahu sih, pasti bakal berantem. Mas Dian udah aku peringatkan jangan bawain kamu makanan, malah dia nekat!"
"Jadi kamu tahu? Kalau tahu kenapa nggak hubungin aku dulu?" Protes April.
"Ya nggak mungkin lah, kalau ponsel kamu ada yang telfon pasti pacar kamu juga ikut nguping, gimana sih!" Balas Clara, April berpikir sejenak mungkin ada benarnya. Secara pergerakan April semuanya diketahui oleh Om Tio, lama kelamaan April menjadi risih.
Pada awal sebuah hubungan rasa protektif seolah menunjukan rasa kasih sayang, tapi lama-kelamaan hal itu semakin membuatnya merasa tidak nyaman. Semua wanita awalnya berbunga-bunga ketika pasangannya menjadi posesif, tapi mereka tidak tahu bahwa di balik itu semua ada bahaya.

"Eh, Ra! Ngomong-ngomong kenapa kemarin kamu bisa bilang kalau hubungan sama seseorang yang posesif bakal susah lepas? Pengalaman apa gimana?" Tanya April penasaran.
"Bukan pengalamanku, pengalaman Ibu aku!"
"Hah?!" April cukup terkejut, yang April tahu Clara dibesarkan hanya dengan Ibunya saja yang seorang single parent.
"Serius?" April mengerutkan kening.
"Iya, Ayahku orangnya posesif, lama-lama tempramental. Udah mulai berani mukul, jadinya KDRT. Akhirnya Ibu mulai nggak tahan dan akhirnya memutuskan untuk minta cerai." Tukas Clara, tubuh April yang sudah terasa lemas kini semakin lemas mendengarnya.

April memang tidak terlalu mengenal Clara meski tinggal di satu kota, ia pikir Ayah Clara sudah meninggal sehingga gadis itu tidak memiliki sosok Ayah. Tapi kenyataannya..
"Makanya sampai sekarang aku nggak pernah nemuin Ayah aku." Lanjut Clara.
"Kenapa?"
"Aku nggak bakal mau ketemu sama laki-laki macam gitu!" Ucap Clara sedikit ketus.
Yah, April sadari jika seorang anak melihat kekerasan yang terjadi pada kedua orang tuanya, tentu hal itu akan berpengaruh. Berbeda dengan April yang tumbuh besar dengan kedua orang tua yang harmonis dan terbilang biasa-biasa saja jika dilihat dari segi rumah tangga. Pikiran April mulai gusar..

Ia sudah terjun ke dalam hidup Om Tio, khawatir pria itu akan semakin terobsesi dan posesif kepadanya. Apalagi kalau sampai memutuskan untuk menikah meski April sendiri belum berpikiran sampai ke sana dan Om Tio belum pernah menyinggung soal pernikahan.
"Pril, yang punya tubuh kamu, yang punya kehidupan juga kamu. Kamu berhak menentukan pilihan dan keinginanmu!" Ucap Clara tiba-tiba seraya memegang lengan April, setelah itu gadis itu pergi seraya tersenyum manis kepada April.
Ternyata kehidupan orang dewasa tidak seindah yang April bayangkan, rasanya ia ingin kembali ke masa sekolah dan memutuskan untuk tidak pernah berkenalan dengan Om Tio.

Sekarang April baru menyadari bahwa langkahnya salah, ia sudah mengabaikan masa depan dengan memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah hanya demi memilih Om Tio. Adalah sebuah keputusan yang terlalu terburu-buru bahkan untuk remaja labil seperti April pada waktu itu. Kepala April terasa diremas, semakin sakit dan pusing. Mungkin karena pagi ini ia sama sekali belum sarapan, dan masalah ini menambah rasa sakitnya. April sempat mendengar ponselnya di dalam tas bergetar beberapa kali, tanpa harus mengeluarkan benda kecil itu April sudah tahu siapa yang menghubunginya. Sampai sore hari April tidak bisa fokus dengan pekerjaannya meski harus ia selesaikan.

Tak sadar jika beberapa orang mulai meninggalkan kantor satu per satu, meninggalkan April dengan Clara yang pada akhirnya pergi juga. Setelah selesai dengan pekerjaannya April keluar dari dalam kantor dengan wajah lesu, terlihat awan sudah mulai berganti warna menjadi gelap. Tapi belum ada tanda-tanda dari Om Tio yang katanya mau menjemputnya sore ini. Rasanya April ingin berjalan kaki saja dan langsung pulang, kepalanya terlalu pusing jika berlama-lama di sini. Dari arah parkiran April melihat ada seseorang menyalakan motornya, dan anehnya motor tersebut mengarah pelan ke arah April.
"Nungguin siapa? Ayo ikut!" Ternyata Mas Dian, April sudah bisa menduga apa yang akan terjadi jika April ikut bersama dengan Mas Dian.

"Nggak usah, Mas! Paling sebentar lagi dijemput." Tolak April secara halus.
"Udah malem loh ini! Nggak apa-apa sendirian di kantor?" Tawar Mas Dian lagi, April menoleh ke sekitar dan benar saja tidak ada siapa pun di sini. Dengan terpaksa April meng-iyakan tawaran Mas Dian dan berharap Om Tio sedang sibuk sehingga tidak sempat menjemputnya.

Semoga saja!

Tapi sayang sekali harapan April harus tergantikan dengan degub jantung yang hampir saja berhenti karena tak jauh dari tempatnya dengan Mas Dian berboncengan saat ini, Om Tio muncul dengan wajahnya yang seperti biasa.
"Hmm, Mas! Bisa berhenti di sini aja? Aku udah dijemput tuh!" Dengan suara bergetar April meminta Mas Dian untum berhenti. Baru saja Mas Dian memberhentikan motornya, Om Tio yang sudab dekat dengan mereka berdua segera turun dari motor sportnya dan menuju ke arah Mas Dian.

Bugh!

***

To be continued

25 July 2023

****

Nah loh!
Kalo udah punya pacar jangan ngganjen diboncengin cowok laen lu 😌

Om TioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang