Luluh

444 55 0
                                    

Tio kembali ke kamar April mengabaikan dua orang yang datang ke rumahnya..
Tio bahkan tak mendengar suara kendaraan Mami yang meninggalkan rumah Tio setelah diusir oleh pemiliknya, ia masih mau menemani April yang sedang sakit mungkin bukan hanya tubuhnya tapi mentalnya juga.
Beberapa kali Tio ingin memanggil dokter, tapi wanita itu selalu menolak dan bilang hanya ingin tidur.

"Theo nggak keurus ntar kalau kamu gak mau berobat.." bisik Tio berusaha membujuk April, kini pria itu tengah berada di atas ranjang di sebelah April sembari memeluk wanita itu.
"Ada Mbak Tuti." Sahut wanita itu samar-samar, Tio melihat sebagian tubuh April yang masih membiru. Ia tak menyangka dirinya dapat melakukan hal itu terlebih kepada April.

"Aduh!" Tio terkejut ketika April sedikit menjerit ketika jemari pria itu tak sengaja menyentuh lebam di pipinya dengan kuat.
"Maaf, nggak sengaja!" Kata Tio sembari mengusap pelan lebam tersebut, ini kali pertama April mendengar kata 'maaf' dari bibir Tio setelah beberapa tahun terakhir.

Wanita itu masih marah kepada Tio, tentu saja.
Tapi April tak menyangka pada akhirnya Tio menyentuhnya dan mengajaknya berbicara seperti dahulu. April yang tak ingin melihat wajah Tio, lalu membalikan badan memunggungi pria itu. Dari belakang, ternyata lengan berotot itu memeluknya dengan pelan.

Air mata April terjatuh saat itu juga..
Mengapa harus ada kejadian terlebih dahulu agar Tio mau menyentuhnya, yang sayangnya kejadian itu sudah mematikan perasaan April.
"Jangan pergi ya, kasian Theo!" Ucapnya lagi, seolah-olah pria itu tak henti-hentinya membujuk April selalu menggunakan nama Theo.

Mengapa Tio tidak menggunakan rasa sayang dan cinta agar tak meninggalkannya seperti dulu?
Mengapa harus karena anak?
Jika tidak ada anak, apakah pria itu akan membujuknya untuk tetap tinggal?
Rasa ego itu masih ada, dan tidak akan baik untuk hubungan apalagi pernikahan mereka berdua jika mau diulang dari awal kembali. April pun berusaha mengalah, dari dulu dia memang selalu mengalah meski Tio sudah menghancurkan hidup bahkan mentalnya.

April berbalik terlentang, Tio masih menempel di sampingnya. Melihat April yang menatap langit-langit kamar entah memikirkan apa.
"Kalau tidak ada Theo, apa kamu masih seperti ini?" Tanya April, Tio hanya menggeleng lemah dan membenamkan wajahnya di dada April.

Pria itu sendiri pun tak tahu jawabannya, ia pun tak tahu mengapa dirinya seperti itu dan tidak bisa menjamin jika penyakit lama akan hilang begitu saja. Yang ia tahu, ia hanya mencintai April dan tidak ingin kehilangan wanita itu selamanya. Jika Tio sendiri tak tahu jawabannya, maka apa yang harus dilakukan oleh April? Pasrah akan keadaan?

Entahlah..
Mungkin jiwa dan raganya, bisa saja kebal menghadapi Tio. Tapi bagaimana dengan Theo? April sempat mendengar Tio membentak Mami dan Surya tadi, jika Almarhum Papinya juga seorang yang tempramental dan hal itu menurun kepada Tio dan juga Surya, dan bahkan mungkin kepada semua saudara kandung Tio.

April khawatir jika kelak esok atau lusa, atau kapan pun. Tak sengaja Theo melihat Ayahnya seperti itu, tentu saja hal itu akan membekas di pikirannya dan mungkin saja kelak Theo akan seperti itu juga.
"Sampai kapan mau seperti ini?" Tanya April, pria itu hanya diam masih memeluk April dan membenamkan wajahnya di dada April.

"Kalau kali ini kamu pergi, aku nggak akan ngurung kamu lagi. Tapi aku boleh minta, supaya kamu jangan pergi." Bisik Tio di leher wanita itu, kini kembali April yang terdiam.
"Aku mungkin nggak akan pergi." Jawabnya cukup lama terdiam, tidak akan pergi atau mungkin belum.

"Aku akan menikmati setiap momen saat masih sama kamu." Balas Tio, entah apa artinya.

Tak lama kemudian Theo pulang sekolah dijemput oleh Mbak Tuti, mencari Bundanya karena ada tugas sekolah yang biasa dibantu oleh April.
"Bunda? Bunda?!" Theo terhenti ketika melihat Ayahnya berada di kamar Bunda.

Tak pernah sekali pun ia melihat Ayah ada di kamar Bunda dan bahkan sampai sekarang ia bertanya-tanya mengapa kamar Ayah dan Bunda terpisah.
"Ayah ngapain?" Theo menduduki pinggiran ranjang menghampiri April.
"Ngobatin Bunda." Sahut pria itu.
"Bunda kenapa?" Tanya Theo saat menyadari ada lebam di pipi Bundanya dan beberapa bagian tubuhnya membiru.

"Habis kecelakaan." Jawab April sembari tersenyum.
"Kecelakaan dimana? Padahal Theo mau minta bantuin ngerjain tugas rumah." Kata Theo.
"Minta tolong sama Mbak Tuti ya?" Ujar Tio, Theo hanya mengangguk lalu keluar dari kamar April memanggil Mbak Tuti.
"Kayaknya kamu harus cari ART tambahan, untuk ngurus Theo. Mbak Tuti sendirian nggak mungkin kuat ngurus rumah sebesar ini sambil ngurusin Theo." Kata April.

Tio hanya mengangguk, ia sempat berpikir bahwa hal itu hanya sementara ketika April sakit. Tak terbesit di pikiran Tio bahwa hal itu adalah sebuah tanda..
"Iya, nanti aku cari." Jawabnya singkat masih mengobati kebiruan di tubuh April yang duduk di atas ranjang.

"Nanti pindahin barang-barang kamu ke kamar aku ya? Kita sekamar aja." Kata Tio lagi-lagi membujuk April, ketika pandangan mereka bertemu. April mencoba mencari sesuatu di balik netra kehitaman yang indah itu, seolah luka lama terulang lagi. Penyakit lama itu ternyata tidak kunjung hilang.

Setelah menyakiti April yang jelas-jelas adalah kesalahan Tio, pria itu pasti akan memulai semua hal dari awal lagi seolah itu adalah awal yang baru.
Tapi bukan!
Itu hanyalah mencoba hal baru yang mungkin akan lebih menyakitkan dari pada sebelum-sebelumnya.
"Nggak usah, kamar aku di sini aja." Jawab April, raut wajahnya hanya datar, bukan karena sakit dan perih di wajahnya.

"Sama aku aja!" Kata Tio tetap ngotot ingin April bersamanya, jika sudah seperti ini, April hanya bisa diam tak ingin berdebat.

Sore hari kemudian, saat April baru saja makan karena seharian ini tidak ada makanan yang memenuhi perutnya. Tiba-tiba ia melihat Tio membawa semua barang-barang April ke lantai atas, termasuk semua pakaian yang ada di dalam lemari.
April mengikuti Tio ke kamar pria itu, terlihat pria itu sibuk menata seluruh pakaian April ke dalam lemarinya.
"Ngapain?" Tanya April.
"Nanti malam tidur di sini aja, kamar bawa biar dikosongin aja." Kata Tio, kini aura pria itu terasa berbeda bagi April.

Seolah Dewa Kematian baru saja meninggalkan tubuh Tio tergantikan dengan Tio yang dulu baru ia temui.
"Kamar bawah buat istri yang baru." Goda April, membuat Tio terdiam. Tak lama wanita itu tertawa seolah mencairkan suasana.
Tio langsung memeluk April dan berbisik di telinganya.
"Aku nggak mau gantiin kamu sama siapa pun." Kata Tio, April hanya menyunggingkan senyum seraya memeluk tubuh yang sudah lama ia rindukan itu.

Kebahagiaan ini takkan lama, Tio..

***

To be continued

22 Sept 2023

Om TioOnde as histórias ganham vida. Descobre agora