Keluarga Om Tio

451 48 12
                                    

Tio yang baru saja tiba di bengkel mengabaikan tatapan Ibunya, entah sudah berapa lama Ibunya itu berada di sana. Ia memakirkan motor sportnya lalu memasuki kantor, dari luar kantor yang sebagian besar bangunannya didominasi oleh kaca, Tio dapat melihat Ibunya itu pasti menunggunya.
"Udah sarapan Mam?" Tanya Tio meletakan tasnya begitu saja di atas kursi kerjanya, Ibunya yang melihat hal itu hanya bisa menggeleng lemah. Kelakuan Tio tidak pernah berubah meski usianya kepala tiga.
"Mami mau nanya." Ya, sudah Tio duga wanita setengah baya itu akan mengajukan pertanyaan yang serius. Jarang-jarang sekali Ibunya keluar dari rumah hanya untuk bertanya.

"Tentang gadis yang kamu bawa beberapa bulan lalu." Sambung Ibunya, Tio tak ingin melakukan kontak mata dengan Ibunya, wanita itu pasti akan segera tahu jika Tio berbohong.
"Kok nggak pernah dibawa ke rumah lagi?" Tanya Ibunya, dalam hati Tio sedikit lega, berharap meski hanya Ibunya, tidak ada seorangpun yang boleh tahu bahwa ia mengurung April di dalam rumahnya.
"Udah putus." Jawab Tio dengan santainya, mengambil sebuah cangkir untuk membuat kopi. Ibunya terlihat mengerutkan kening, heran mengapa Tio selalu dengan mudahnya bergonta-ganti wanita di saat teman-teman seusianya sudah berumah tangga bahkan memiliki anak.
"Mami tuh pengen punya cucu loh!"

Deg-

Seolah jantung Tio berhenti, dalam hati ia berkata Mami memang sebentar lagi akan memiliki cucu. Tapi Tio belum memiliki keberanian yang besar untuk mengeluarkan April dari rumah, dan dirinya pun tak tahu harus bagaimana jika sudah waktunya April melahirkan. Tio hanya mendiamkan Ibunya sembari membuat kopi, membelakangi wanita itu berharap dia akan segera pergi. Namun Ibunya malah bertanya lain hal yang membuat Tio hampir saja ketahuan.
"Kamu sekarang tinggal dimana? Nggak pernah mampir ke rumah." Tanya Ibunya.
"Di kos-kosan dekat pasar." Bohongnya.
"Tapi kenapa sering ke perumahan yang di sebelah gunung itu? 'Kan beda jalan." Tanya Ibunya.

"Siapa yang bilang?"
"Surya." Sahut Ibunya, Surya adalah kakak laki-laki Tio yang sudah berkeluarga dan sekarang sudah tidak tinggal bersama dengan Ibunya.
"Main ke rumah temen." Jawaban Tio lagi-lagi singkat, ia tidak mungkin memberitahu siapapun kalau dirinya memiliki sebuah rumah di komplek perumahan itu. Semua keluarganya pasti akan datang meski hanya berkunjung sebentar.
"Sayang sekali kamu sudah putus sama siapa namanya yang terakhir kamu bawa ke rumah itu?"
"April." Tio hampir tak bisa sabar menghadapi Ibunya.
"Iya, April. Keliatannya dia anak baik-baik, tapi terlalu muda buat kamu." Tukas Ibunya yang bagai angin lalu bagi Tio.
"Banyak kok yang usianya beda, bahkan lebih jauh." Sahut Tio membela diri.

Ibunya tertawa, "jadi kamu sekarang sukanya daun muda?" Ucapnya sembari menggoda Tio.
"Apaan sih!" Tio menyeruput kopi paginya sembari mendudukan dirinya ke kursi.
"Balikan lagi gih sama si April, Mami kangen sama dia." Tio hanya bisa menghela nafas panjang sembari menggelengkan kepala, jika bukan karena obsesinya sebenarnya hubungannya dengan April akan baik-baik saja tanpa harus mengurung gadis itu di dalam kamar.
"Terlalu cantik." Kata Tio beralasan.
"Kenapa? Takut diambil orang? 'Kan kamu yang terlalu cemburuan, nggak semua perempuan itu tukang selingkuh atau mau pindah ke lain hati." Kata Ibunya seolah memberi nasihat kepada Tio.

Mengingat hubungan Tio tidak pernah bertahan lama dengan siapapun, dan kasusnya pun selalu sama. Hubungan berakhir karena pihak wanita selalu tak tahan dengan sikap Tio yang posesif dan tempramen.
"Mami ke sini cuman mau nanyain April?" Sindir Tio agar wanita itu segera pergi sebelum mengetahui kebohongan Tio dan mengulik semua hal lebih dalam lagi, Tio sendiri berusaha keras untuk tetap terlihat tenang meski di dalam hatinya terus bergejolak memikirkan perut April yang semakin membesar di rumah.
"Ya sudah, Mami pergi dulu! Kayaknya kamu nggak suka kalo dikunjungin, kapan-kapan mampir ke rumah! Sekalian bawa calon yang baru, atau Nopa yang bakal kamu nikahin." Sindir Ibunya, seketika Tio mengernyit heran sebelum Ibunya pergi.

"Nopa?" Tanya Tio.
"Iya, beberapa hari yang lalu dia dateng ke rumah. Katanya mau silaturahmi, tapi dia bawa kedua orang tuanya dan orang tuanya nanyain soal kamu. Makanya Mami ke sini." Jelas Ibunya Tio.
"Nanyain aku buat apa? Aku sudah nggak ada hubungan apa-apa sama Nopa." Protes Tio.
"Ya buat nikah lah, hehehe. Kebalik 'kan ya? Ini malah pihak perempuan duluan yang nanyain pihak laki-laki, Mami juga bingung. Kayaknya terlalu agresif." Ujar Ibu Tio sembari tertawa kecil.
"Takut jadi perawan tua kali." Balas Tio, sebenarnya di dalam hati ia juga tidak menyukai hal itu. Nopa tiba-tiba datang dan bisa saja merusak segalanya.

"Ya kalau kamu nggak mau sama dia 'kan bisa ditolak, katanya beberapa hari lagi dia dan orang tuanya mau ketemu kamu. Kamu bisa menolak secara halus, ingat jangan pakai kata-kata kasar ataupun sikap buruk. Nama Mami juga kamu pertaruhkan di sini." Jelas Ibunya, Tio hanya bisa mengangguk malas menuruti kemauan Ibunya. Dari sekian banyak wanita, hanya Ibunyalah yang paling Tio turuti.
"Ya." Sahutnya malas, lalu wanita itu pergi meningglkan kantor Tio bersama dengan sopirnya. Tio melihat mobil Ibunya meninggalkan halaman, berpikir sejenak mengapa semua hal jadi serumit ini.

Nopa...
Bisakah wanita itu tidak mengganggunya lagi? Tio merantau ke kota mana pun, wanita itu selalu ada membayangi Tio.
"Jalang! Pake bawa-bawa orang tua segala." Umpat Tio dengan suara pelan, harusnya belakangan ini Tio fokus kepada April saja. Gadis itu terlihat semakin aneh saat kehamilannya mulai membesar, mungkin faktor depresi dan kehamilannya yang di usia muda. Tio mengacak rambutnya frustasi, masalah semakin rumit. Ia bahkan sudah melarikan diri dari kota kelahiran April dan berharap masalah lain tidak ikut muncul.

"Ooh, jadi ini rumahnya." Kata Ibu Tio seraya membuka kacamata hitam yang bertengger di hidungnya.
"Iya, kata orang marketingnya rumah ini sudah dibeli atas nama Tio." Kata Surya, kini Ibu dan Surya tengah berada di depan rumah Tio, dan bertanya-tanya mengapa anak dan adiknya itu merahasiakan rumah ini dari keluarganya sendiri.
"Ya sudah, nanti kalau Nopa datang kita bikin kejutan aja datang ke sini." Kata Ibunya yang diangguki oleh Surya.
"Iya Mam."

Terdengar suara mobil pergi menjauh, dari dalam kamar April yang sedang tertidur pulas segera berlari ke arah jendela. Mobil itu sudah terlihat jauh, April yang sudah tinggal beberapa bulan di sana baru kali pertama mendengar ada suara kendaraan selain kendaraan Om Tio.

***

To be continued

28 Agst 2023

***

Duh... seneng Author konfliknya 👹👹👹

Om TioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang