Ciuman Pertama

1.4K 88 1
                                    

Tio menegak salivanya sendiri, nafas keduanya terasa semakin panas ditambah dengan aura yang panas di antara mereka berdua. Terdiam saling menatap satu sama lain menahan sesuatu, April yang takut jika Om Tio berbuat sesuatu di luar batas seperti memukul atau semacamnya, sementara Tio menahan sesuatu yang tak ingin ia lakukan sampai gadis itu benar-benar siap ingin melakukannya dan memintanya sendiri. Tapi Tio sadar jika dirinya hanyalah pria normal yang selalu mudah tergoda.

Dengan perlahan, Tio melepaskan cengkramannya di kedua pipi gadis itu. Membuat tanda kemerahan di sana dan Tio tahu pasti rasanya sakit, tapi amarah serta emosi Tio tidak dapat ia bendung. Apalagi setelah mengetahui dari temannya sendiri bahwa April sedang berboncengan dengan seorang pria selepas bekerja, tentu saja ia tidak dapat mentorelir hal itu. Tubuh besar Tio semakin menghimpit April ke dinding, sementara gadis itu mendongak menatap Om Tio tanpa melepaskan pandangannya sedari tadi. Perasaan April dirinya semakin sesak dan pasukan oksigen ke paru-parunya mulai menipis.
"O-om Tio marah ya sama April?" Tanya gadis itu, April hanya berusaha mencairkan suasana meski ia sendiri sebenarnya tidak setuju jika Om Tio marah kepadanya hanya karena masalah sepele seperti itu.

"Bisa nggak, lain kali Om minta jangan boncengan sama cowok lain?" Bisik Om Tio, suaranya terdengar tenang. Tapi pandangannya masih terasa tajam seolah akan menusuk April sekarang juga dan membuatnya berdarah.
"Tapi kalau nggak ada yang nganter pulang gimana?" April masih tak mau kalah.
"Diem dulu!"
"Terus-"
"Bisa diem nggak?!!!!" Bentakan Tio bahkan lebih keras dari sebelumnya, membuat April terdiam dan takut. Kening gadis itu berkerut, nafas Tio menjadi semakin berat karenanya. Karena menahan dua hal yang seharusnya tidak ia lakukan kepada April.

Amarah dan nafsu..
Kedua hal itu membuat kepala Tio menjadi sangat sakit, hingga pada akhirnya ia tidak tahu lagi apa yang telah ia lakukan. Sebelah tangannya yang telah ia lepaskan dari cengkraman kedua pipi April, kini kembali mencengkram bahkan lebih kuat dari sebelumnya, tidak hanya itu. Tio mendekatkan wajahnya lebih mendekat ke arah April lalu mendaratkan kecupan di bibir manis itu.
Cup!
April membulatkan kedua matanya tak percaya, ada perasaan geli di saat brewok tipis Om Tio meraba di sekitar bibir dan dagu April, gadis itu sempat berpikir bahwa Om Tio sudah tidak marah lagi padanya hingga pria itu menjatuhkan ciuman yang sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh April.

Tapi ternyata, dari ciuman itu justru Om Tio meluapkan kemarahannya. Ciuman yang semula April kira akan berakhir manis kini menjadi mulai brutal dan menutut, April dapat merasakan pria itu meraup bibirnya dengan rakus sementara April hanya terdiam tak tahu apa yang harus ia lakukan. Tapi Om Tio selalu berusaha agar April membuka bibirnya hingga pria itu bisa leluasa bertukar saliva dengan April, semakin lama ciuman ini semakin kasar. April mulai sesak nafas apalagi Om Tio semakin menekan tubuh April agar gadis itu tak bergerak banyak.

"Om Tio..." April memanggil pria itu di sela ciuman panas mereka berharap Om Tio mau menyudahi ciuman yang semakin brutal ini, tapi lagi-lagi Om Tio menutup bibir April agar gadis itu tak banyak bicara. April hanya gadis kecil yang tenaganya bukan tandingan seorang pria bertubuh kekar seperti Om Tio yang tenaganya sudah pasti jauh lebih besar. Di sela ciuman itu April mengeluarkan sebuah desahan yang tidak disengaja karena gadis itu hanya berusaha mengganti udara di dalam paru-parunya yang kian menyempit, tapi bagi Tio sebuah desahan itu berarti banyak. Libido Tio menjadi semakin tinggi dan gairah semakin menguasai dirinya hingga kewarasan tidak lagi terasa.

Tio hampir saja memperkosa April malam itu, dengan bukan kerelaan dari April yang ingin melakukannya. Jika bukan April teringat akan perselingkuhan yang dilakukan Om Tio padanya, setelah Tio akhirnya melepaskan bibirnya dari bibir gadis itu dan beralih ke leher jenjang dan dada mulus yang sedari tadi menggodanya. April segera meraup oksigen sebanyak mungkin demi mengisi paru-parunya yang kian menyempit, masih berusaha mendorong tubuh kekar Om Tio untuk tidak melakukan hal itu dan menjauh darinya. Kedua mata April tiba-tiba melihat ke arah sofa yang ada di ruang tamu yang masih bisa dilihat dengan jelas olehnya.

Bayangan itu kembali menghantui April, bagaimana Nopa menyampaikan kepadanya kalau Tio dan wanita itu tengah memadu kasih di malam hari yang dingin di atas sofa yang lembut dan empuk. Dengan kulit telanjang dan juga desahan yang panas, seketika membuat kedua mata April yang melihat sofa itu menjadi panas seolah terbakar. April kembali merasa sakit hati membayangkan bagaimana Om Tio melakukan hal itu bersama Nopa, seperti dirinya sekarang saat ini bersama Om Tio. Panas dan membakar, saling bertukar saliva dan kehangatan. Seketika wajah April berubah lesu tak lagi merasakan sensasi yang diberikan Om Tio sedari tadi.

"Om mau ngelakuin hal yang sama ke aku? Sama Nopa?" Kata April secara tiba-tiba, Tio yang mendengar ucapan gadis itu langsung menghentikan kegiatannya dengan nafas tersengal. Menarik bibirnya yang menempel di leher jenjang dan mulus gadis itu, Tio beralih ke arah wajah April yang membuang muka. Menatap kosong ke arah sofa yang tak jauh dari mereka berada, Tio yang menyadari hal itu hanya bisa tertunduk lesu sembari menyandarkan kepalanya di bahu gadis itu. Entah mengapa hal itu membuat Tio kembali menyadari kesalahannya, segala amarah dan nafsu yang tinggi tadi menyerang Tio kini seolah lenyap seketika. Mereka berdua terdiam seolah merenungi sesuatu yang harusnya tak perlu lagi mereka khawatirkan mengingat Nopa hanyalah masa lalu.

"Aku mau pulang." Kata gadis itu, Tio lalu menarik dirinya agar tak terlalu menghimpit tubuh April sembari merapihkan pakaian gadis itu terutama di bagian dada sementara April masih membuang muka saat Tio menatapnya dengan intens. Sungguh, April tidak mau mendengar apapun kali ini. Ia hanya ingin pulang karena terlalu menghabiskan waktu yang lama bersama pria yang pernah menghianati kepercayaannya. April langsung pergi begitu saja sementara Om Tio melihat gadis itu pergi darinya menuju keluar rumah.
Gadis itu menunggu di luar seraya mengelus pelan bahunya sendiri ketika malam mulai terasa dingin, tidak seperti di dalam tadi sewaktu kehangatan dari Om Tio menjalar di seluruh tubuhnya.

Tak menunggu waktu lama pria itu keluar dari dalam rumahnya untuk mengantar gadis itu kembali pulang, bukan Tio yang harus marah dengan keadaan. Justru dirinya lah yang harus sadar jika pernah melakukan kesalahan kepada gadis itu.


***

To be continued

11 Okt 2022

Om TioOù les histoires vivent. Découvrez maintenant