Melahirkan

611 52 4
                                    

Hari pertama tinggal di rumah Mami..
Suasana begitu sepi tidak seperti kali pertama April menginjakan kakinya ke rumah ini, kala itu rumah ini dipenuhi suara anak-anak. Suasana rumah selalu ramai seolah penghuninya tak pernah tidur, kini semua itu sudah tidak ada lagi. Pantas sekarang Mami begitu kesepian dan menantikan anak dari Om Tio yang akan lahir sebentar lagi.
April tidur di kamar Om Tio, kamar yang dulu pernah ia tempati untuk menginap semalam saja. Namun sekarang kamar itu berubah, nampak Mami mengganti semuanya. Mulai dari warna cat dinding, hingga perabotan yang berganti menjadi nuansa pink ceria. Walau sebenarnya April tidak begitu menyukai warna tersebut, ia berusaha menghargai usaha Mami.

"Kak Surya dimana?" Tanya April, di sepanjang jalan semalam Mami sempat bercerita jika Surya masih tinggal di rumah ini setelah proses perceraiannya dengan istrinya selesai.
"Ada di atas, dia jarang keluar. Makan juga paling di luar, sibuk ngurusin bengkel. Semenjak Tio dipenjara, Surya jadi ngurus semuanya." Kata Mami sembari menyiapkan sarapan di meja makan.
Menyinggung soal Om Tio, April jadi merasa bersalah. Memang di sisi lain Om Tio memang salah, tapi perasaannya begitu lembut sehingga khawatir akan Mami.
"Kamu nggak usah nggak enakan ya! Mami dan keluarga yang lain sudah nerima semua keputusan pengadilan.."

"..karena memang Tio yang salah, jadi nggak perlu merasa bersalah. Fokus aja sama kandungan kamu biar sehat, hari ini kita USG. 'Kan sebentar lagi mau lahirah, jadi harus tahu perkembangan bayinya gimana." Ujar Mami, April pun tersenyum mendengarnya. Sungguh, April seolah merasa dimanjakan oleh Mami. Semua kebutuhan, bahkan April tidak boleh membantu pekerjaan rumah termasuk masak. Pikir April, Mami benar-benar merasa bersalah atas kelakuan Putranya dan berniat menebus semua kesalahan kepada April. Padahal ada niat terselubung dari Mami yang ingin April tetap bersama Tio setelah Putranya keluar dari penjara nantinya, Mami tidak ingin membuang kesempatan emas memiliki menantu sebaik dan secantik April tentunya.

Berbanding terbalik dengan mantan-mantan Tio yang pernah pria itu bawa ke rumah..
"Makasih, Mam! Ini aja udah cukup." Kata April ketika Mami tak henti-hentinya menuangkan bubur ayam ke dalam mangkuk April.
"Makan yang banyak, biar bayinya sehat. Biar rumah Mami ada suara anak kecil lagi." Sahut Mami, April jadi kasihan kepada Mami. Wanita itu pasti merindukan suara-suara anak-anak dan cucu-cucunya, berhubung semuanya sudah memiliki rumah masing-masing dan sebagian ada yang pindah ke luar kota karena alasan pekerjaan, jadilah Mami tinggal sendirian di rumah sebesar ini. Meski ada Surya dan ART, tapi tetap saja Mami pasti merasa sendiri karena tidak ada yang diajak mengobrol.

April menyendok bubur ayam ke dalam mulutnya, suapan pertama terasa hambar batin April. Ia melihat ke arah mangkuk dan entah mengapa perutnya menjadi sakit dan rasa sakitnya terus meningkat, seolah keram dan mules bercampur menjadi satu. April berusaha menahannya tak ingin membuat Mami kerepotan lagi, karena semalam dan pagi ini saja wanita itu tak ada hentinta bergerak kesana-kemari. Saat setelah Mami sibuk membereskan peralatan dapur, wanita itu duduk di kursi berhadapan dengan April untuk menyantap sarapannya. Namun tiba-tiba dirinya terhenti karena melihat wajah April yang pucat.

"Kamu kenapa? Sakit?" Tanya Mami, April yang sudah tidak tahan akhirnya mengangguk saja. Seolah bibirnya tak kuat lagi berbicara.
Mami menjatuhkan sendok yang ia pegang ke atas lantai, "sakitnya gimana?" Tanya Mami mulai panik.
"Sakit kayak lagi datang bulan ditambah mules, Mam." Jawab April yang polos, tak begitu paham bagaimana rasa sakitnya yang ternyata sudah waktunya untuk melahirkan.
"Astaga! Itu sudah mau melahirkan!"
"Surya! Sur!" Seru Mami memanggil Surya.
Dibantu oleh ART, Mami membawa April ke dalam mobil untuk segera dilarikan ke Rumah Sakit.
"Panggil Surya!" Titah Mami kepada ART yang segera diangguki oleh ART tersebut.

Tak menunggu lama, Surya keluar dari rumah ketika Mami dan April menunggu di mobil.
"Ayo cepet! April mau melahirkan!" Mami sampai membentak Surya.
"Mbak, nanti bawakan perlengkapan lahiran yang ada di kamar April sekalian bawain tas sama ponsel Mami ya! Nanti Surya yang telpon Mbak di Rumah Sakit mana." Tukas Mami yang diangguki oleh ART, setelah itu kendaraan mulai melaju menuju Rumah Sakit terdekat.
Beruntung tak terlalu jauh meski Rumah Sakit itu cukup ramai, April yang sudah mulai basah di area bawahnya segera ditangani oleh beberapa Bidan dan juga Dokter. Mami dengan cemas menunggu di luar sementara Surya menghubungi ART di rumah sembari mengurus administrasi.

"Mam, April belum punya Kartu Keluarga secara mandiri alias belum menikah." Bisik Surya kepada Mami setelah mengurus segala administrasi untuk proses persalinan.
"Udah itu nanti aja diurus! Sudah ada kamarnya belum?" Sahut Mami yang sekarang hanya fokus kepada April dan cucunya yang masih ada di dalam sana. Terdengar suara jeritan April, gadis itu pasti merasakan sakit yang luar biasa. Andai Tio ada di sini, pasti pria itu akan mengerti bagaimana perjuangan seorang wanita. Apalagi April yang terbilang masih sangat muda, batin Mami.
Tak lama, seorang suster membawa bayi di dalam dekapannya. Terlihat masih berlumur darah dan menangis dengan kuat.

Mami dan Surya terlihat bahagia melihat bayi yang sudah pasti anak dari April tersebut.
"Anaknya laki-laki ya, Bu, Pak! Mau dimandikan dulu, nanti diantar ke kamar inapnya." Ujar Suster tersebut yang segera diangguki oleh Mami dan Surya.
"Syukurlah!" Surya mengelus dada, khawatir jika ada sesuatu dengan April atau bayinya.
"Ganteng ya, mirip Tio dulu masih bayi." Mami hampir meneteskan air matanya.
"Ya iya lah mirip, anaknya." Sahut Surya.
Tak lama kemudian, April akhirnya keluar dari ruangan bersalin masih berada di kereta dorong dengan tangan diinfus. Meski wajahnya terlihat pucat pasi, tapi gadis itu masih bisa tersenyum ke arah Mami dan Surya.

Surya sendiri sangat salut dengan semangat April meski dilanda berbagai masalah, gadis itu masih kuat hingga saat ini.
Seorang perawat mengantarkan April dan diikuti oleh Surya dan Mami ke kamar inap, tak henti-hentinya Mami mengucapkan selamat dan menyemangati April sesampai di kamar. Sembari bercengkrama, datanglah seorang perawat lainnya membawa bayi yang sudah wangi namun tertidur di dalam box bayi. Mami yang sangat antusias lalu menggendong bayi tersebut dengan sangat hati-hati lalu meletakannya di sebelah April yang masih berbaring di atas kasur.
Tak lupa Mami mengambil gambar dari Ibu dan anak tersebut yang kelihatan bahagia, lalu mengirimkannya kepada seseorang yang sedang menunggu kelahiran anaknya.



***

To be continued

6 Sept 2023

Om TioWhere stories live. Discover now