Pekerjaan

593 73 0
                                    

April mencari pekerjaan lewat surat kabar, beberapa teman sekolahnya dulu memberi kabar telah bekerja di sebuah perusahaan tak jauh dari rumah mereka. April tertarik akan pekerjaan tersebut dan segera mencari informasi, mengumpulkan beberapa berkas yang diperlukan untuk mengajukam CV. April menitipkan lamaran tersebut ke salah satu temannya dengan harapan diterima bekerja, gadis itu juga menyebar lamarannya di beberapa perusahaan lain agar cepat bekerja. Menunggu dengan sabar selama beberapa hari tak ada kabar, meskipun begitu kedua orang tua April dan juga Om Tio selalu memberi dukungan kepada gadis itu.
"Gimana lamarannya?" Ujar Om Tio saat pria itu duduk di teras rumah April bersama dengan gadis itu.

"Belum." April menggeleng lemah, memasang raut wajah manyun yang membuat Om Tio tertawa.
"Kok gitu sih mukanya!" Sahut Om Tio, membuat April yang terdiam seolah terbangun dari lamunannya.
"Santai aja! Om Tio juga dulu gitu kok, waktu baru lulus. Cari kerjaan ke sana ke sini." Sahut Om Tio.
"Om Tio 'kan punya gelar, April 'kan nggak ada." Kata April seolah sedih, seolah mengingatkan Tio bahwa gadis itu tak bisa melanjutkan pendidikannya karena dirinya.
"Ya enggak juga sih, gelar itu cuman kertas. Yang paling penting itu ada keinginan untuk belajar dan tekun." Tio mencoba memberi pengertian dan semangat.

"Tapi yang dicari kebanyakan gelarnya duluan pasti." Balas April.
"Ya udah, gimana kalau cara pikirnya di rubah gini. Kalau rezeki itu nggak kemana! Gimana, udah lebih baik?" Tukas Om Tio, April berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk meski di dalam hati dirinya sedikit tidak setuju.
"Gitu dong! Nggak boleh putus asa." Kata Om Tio seraya mengacak rambut April, hubungan mereka berdua memang sedikit membaik dan tidak ada masalah lagi setelah April membuat keputusan yang sulit itu. Ia berharap hal seperti ini terus berlangsung selamanya hingga April tidak memiliki beban pikiran yang mungkin dapat membuatnya sakit kepala, Om Tio sekarang juga tidak seposesif kemarin-kemarin semenjak April lulus sekolah dan di rumah saja.

Beberapa hari berlalu, di setiap harinya April hanya menghabiskan harinya di rumah saja dan mengobrol dengan Om Tio di malam hari. Sampai sebuah panggilan telepon membuat April penasaran, tidak ada yang mengetahui nomor pribadinya selain kedua orang tua April dan kedua temannya Nita serta Amy. Dan juga Om Tio tentunya..
Seketika hal itu membuat April lalu bersemangat karena ia baru saja mengingat sesuatu, April telah meletakan nomor barunya di sebuah cv yang ia gunakan untuk membuat lamaran pekerjaan. April segera menggeser layar ponsel lalu meletakan benda mungil itu ke daun telinganya.

April mendengar suara wanita yang sangat formal, yang ternyata benar dari salah satu perusahaan tempat April melamar kerja. Memberi undangan kepada April hadir esok hari untuk melakukan tes di perusahaan tersebut, dengan senang hati April tentu saja meng-iyakan undangannya. Gadis itu bahkan sampai berteriak jingkrak setelah sambungan telepon dimatikan, tak menyangka akan secepat ini. Tapi memang perusahaan itu sedang mencari banyak karyawan dan mudah-mudahan saja April terpilih menjadi salah satunya, April tak sabar memberitahu berita ini kepada teman-teman dan juga Om Tio. April segera mengirimkan sebuah pesan ke grup chat yang isinya Nita dan Amy juga dirinya.

Tak lama kemudian teman-temannya itu membalas dan berkata bahwa mereka tidak sedang sibuk, pada akhirnya April mengajak kedua temannya itu untuk melakukan video call.
"Hai!" April tersenyum dengan sumringah, melihat kedua temannya masih dalam keadaan hidup dan sehat membuatnya rindu kepada mereka berdua.
"Hai, lagi apa kalian?" Ujar Amy yang selalu aktif dan ramah.
"Aku baru selesai beres-beres kamar kost! Ini baru aja istirahat." Sahut Nita.
"Sama sih."
"Hmm, guys! By the way, aku ada kabar baik loh." Kata April yang tak sabar memberitahu teman-temannya itu jika esok dirinya akan mengikuti tes di sebuah perusahaan.

"Apaan?" Tanya Nita yang sempay khawatir jika April akan segera menikah dengan Om Tio di usia yang semuda itu.
"Besok, aku,..."
"Nikah?" Potong Amy seraya memasang wajah khawatir.
"Bukan, My... besok aku ikut tes di sebuah perusahaan!!!" Kata April seraya menepuk kedua tangannya, sontak saja kedua gadis yang ada di layar ponsel April itu merasa ikut bahagia dan tertawa.
"Oh, ya? Wah, goodluck ya Pril! Semoga tesnya berjalan dengan lancar dan semoga cepat keterima kerja, jadi kita bisa ditraktir makan-makan. Hehehe..." kata Amy.
"Goodluck ya, April! Aku kira kamu mau nikah. Hehehe..." sahut Nita.
"Nikah sama siapa? Sama monyet?" Balas April.

"Ya sama Om Tio lah, sama siapa lagi." Tukas Nita.
"Om Tionya aja nggak ada omongan mau nikah, ya kali dia mau nikah sama aku." Balas April.
"Yah, kalau gitu dia nggak serius dong." Celetuk Amy yang membuat gadis itu menutup bibirnya karena keceplosan.
"Bukan nggak serius, mungkin belum waktunya aja." Bela Nita.
"Tumben kamu bela'in Om Tio, biasanya kamu orang pertama yang nggak suka sama Om Tio apalagi kalau namanya dibahas." Ucap Amy.
"Bukannya gitu, aku tetep nggak suka sama itu cowok. Tapi kalau soal nikah, ya jelas belum lah. April kan masih muda banget! Umur berapa, Pril? Delapan belas kan?". Tanya Nita, April mengangguk membenarkan.

"Iya, delapan belas bulan April kemarin." Kata April.
"Nah, kamu pikir aja, My! Masa iya umur delapan belas udah mau dinikahin sama om-om sedewasa itu? Aku nggak bilang Om Tio itu tua, ya? Aku bilang dewasa, karena kalau tua itu di atas usia lima puluh tahun." Jelas Nita.
"Jadi kamu mau dinikahin sama om-om tua yang usianya sudah lima puluh tahun, Nit?" Balas Amy.
"Ya enggak lah, naj*s!"
Sementara April yang mendengar segala ocehan kedua temannya itu hanya bisa tertawa.
"Nanti kalau aku nikah, atau ada rencana mau nikah. Kalian berdua orang pertama yang aku kasih tau kok, tenang aja!" Seru April.

"Ya, asal jangan mendadak aja, Pril. Kaya MBA gitu." Sahut Nita.
"MBA apaan lagi?" Amy bertanya.
"Married by accident! Heh, nanya terus!" Cecar Nita.
"Ya enggak lah guys! Mudahan aja enggak, bahkan sampai detik ini. Kalian bisa percaya kalau aku masih virgin, suer!" Ujar April seraya mengangkat sebelah tangannya.
"Semoga aja enggak deh, semoga aja sampai kamu nikah, Pril! Yah, walaupun sebenarnya aku nggak setuju kalau kamu nikah sama Om Tio. Kamu 'kan masih muda, pasti bakal ketemu sama cowok yang lebih baik!" Tukas Nita, April hanya tersenyum ke arah layar dan berharap ia bisa melakukannya, tapi meninggalkan Om Tio sepertinya adalah hal yang paling tersulit untuk ia lakukan.


***

To be continued

7 Okt 2022

Om TioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang