Pekerjaan Pertama

556 69 3
                                    

"Om anter ya?!" Seru Tio di seberang telepon, dahi April berkerut setelah mendengarnya. Ini adalah hari dimana April ikut tes tertulis dan tes praktik, setelah lulus esoknya April akan melakukan tes kesehatan. Tapi setelah gadis itu menceritakan semuanya kepada Om Tio, pria itu seakan menjadi dirinya yang dulu, posesif.
"April bisa pergi sendiri kok, Om! Bisa pinjem motor Ibu." Sahut April yang tidak ingin semangatnya menurun hanya karena Om Tio yang selalu kelewat posesif.

"Emang tau jalannya ke sana?" Tanya Om Tio mencari alasan lain, sementara April belum pernah sama sekali ke tempat dimana alamat perusahaan itu berada.
"Ya nanti kalau nggak tau bisa tanya-tanya orang yang rumahnya di sekitar jalan situ." Jawab gadis itu, berharap Om Tio tidak ngotot dan berakhir pertengkaran di antara mereka berdua. Sekali lagi, April sempat berpikir dan berharap banyak bahwa hubungannya dengan pria itu akan membaik. Tapi sepertinya April terlalu berharap banyak, Om Tio tetaplah Om Tio. Pria itu tidak akan berubah meski April pergi sekali pun.
"Om anter aja ya, biar nggak capek pergi sendiri. Nanti Om jemput lagi kalau sudah selesai!" Ujar Om Tio yang lalu mematikan sambungan telepon setelah mengatakan hal itu.

Seolah pria itu tidak ingin berdebat dan mendengar bantahan April, April sendiri merasa kecewa karena Om Tio yang selalu mengambil keputusan sepihak dengan seenaknya sendiri tanpa memikirkan perasaan dan keinginan April. Gadis itu terduduk di kursi kamarnya dengan bahu lesu, bukannya April tak menghargai tawaran baik Om Tio karena pria itu juga yang selalu mengantarkan April kemana pun gadis itu mau. Hanya saja, bagi April ini adalah sebuah peluang yang besar. April takut gagal mendapat pekerjaan hanya karena Om Tio yang terlalu posesif.

Semoga saja pria itu benar-benar hanya mengantarkan April esok hari, karena jika tidak. April sudah tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan.
April mencoba mengabaikan hal itu dan fokus untuk esok hari, menyiapkan baju formal yang sudah ia sediakan tergantung rapih di luar lemari guna memberi semangat saat ia bangun esok pagi hari. April juga menyiapkan barang-barang yang mungkin di perlukan ke dalam tasnya, sembari tersenyum malam ini ia berusaha tidur nyenyak agar esok bangun dengan segar dan dapat mengikuti tes tersebut tanpa hambatan. Karena pekerjaan ini, adalah impian April untuk menutupi kesedihannya. April berharap banyak..

Kring...
Suara ponsel April membangunkan gadis itu dari tidur nyenyaknya, pagi-pagi sekali Om Tio sudah menghubungi dirinya hanya untuk memastikan ia terbangun dan tidak kesiangan.
"Udah bangun belum?" Ujar Om Tio di seberang telepon sementara April masih dalam keadaan mengantuk.
"Hmm, Om Tio! Ini baru jam berapa?" Sahut April dengan nada suara yang manja khas bangun tidur, membuat Om Tio yang mendengar suara gadis itu tiba-tiba menjadi gemas.
"Jam enam, tesnya jam berapa?" Tanya Om Tio.
"Jam delapan." Suara April semakin kecil seolah gadis itu ingin tidur kembali.
"Ya udah bangun sana! Mandi, pake baju yang rapi, dandan yang cantik. Jangan lupa sarapan, jam setengah delapan Om jemput." Kata Tio.
"Tapi kan masih dua jam lagi, masih ada waktu tidur satu jam!" Sahut gadis itu, terdengar suara helaan nafas dari Om Tio.
"Hah! Kalau mau dapet kerjaan itu jangan males, mau kerja nggak?"
"Ya deh, ini bangun. Ya udah April mandi dulu ya!" Seru April lalu beranjak dari tempat tidurnya setelah menutup sambungan telepon, well setidaknya Om Tio memberikan nasihat yang baik kepadanya. April lalu mandi dan mulai bersiap-siap, menata tampilannya serapi mungkin dan memoles wajahnya secantik mungkin namun tidak terlalu mencolok.

Rambut hitam legam yang baru saja ia keringkan diurai dengan rapi menambah kesan cantik dan sopan, setelah sarapan pagi Om Tio benar-benar menjemput April. Tepat pukul setengah delapan mereka berdua akhirnya berangkat menuju alamat dimana kantor perusahaan itu berada, selama di perjalanan April merasa was-was dan berdoa di dalam hati agar Om Tio tak mengacau kali ini.
"Om nggak kerja?" Tanya April sekedar berbasa-basi di belakang pria itu.
"Enggak, lagi libur." Jawab pria itu dengan singkat, April mengangguk kemudian. Mencari seribu alasan agar pria itu tak menunggu April selama ia melakukan tes di dalam kantor itu.
"Kalau April tesnya lama, Om nunggu dimana?" Tanya April lagi, cukup lama Om Tio menjawab pertanyaannya.

"Nunggu di rumah temen Om yang ada di sekitar situ." Jawabnya lagi dengan singkat, April lagi-lagi mengangguk sembari membentuk huruf O besar di bibirnya, tapi tiba-tiba ia menyadari sesuatu.
"Eh, temennya cewek atai cowok nih?" Kali ini April giliran April yang bertanya, mendengar hal itu Tio menyunggingkan senyum tanpa dapat April lihat.
"Cowok." Sahut pria itu, entah mengapa April menjadi seperti Om Tio yang posesif kepadanya.
"Kalau cewek memangnya kenapa?" Om Tio mencoba menggoda April.
"Ya nggak kenapa-napa sih, takutnya aja tidur bareng lagi." Jawab April dengan nada sewot.

Hingga pada akhirnya Tio tak dapat lagi menahan tawanya,
"Hahaha! Ya enggak lah, tidur sama April aja." Kata pria itu dengan nada pelan, mendengar Om Tio berkata demikian. Sontak saja membuat kedua pipi April menjadi semerah tomat rebus, memastikan pendengarannya masih dalam keadaan baik dan ia dengar barusan adalah benar-benar keluar dari mulut Om Tio. Tapi April tak berani bertanya dan memilih untuk diam, lalu tiba-tiba saja sebelah tangan April yang berpegangan di pinggul pria itu digenggam oleh tangan berurat milik Om Tio. Membuat hati dan perasaan April menjadi hangat secara tiba-tiba, entah apa yang merasuki Om Tio hari ini.

Tak pernah pria itu bersikap romantis semenjak berhubungan, tidak ada kata-kata atau kalimat romantis. Hanya sahutan datar dan terkadang sedikit bentakan jika sifat posesifnya muncul kembali ke permukaan, tapi hari ini meski tidak ada kalimat romantis dan hanya digenggam sebelah tangan saja. Sudah membuat April merasa bahagia bisa memiliki Om Tio di hidupnya, tanpa sadar gadis itu menyandarkan dagunya di bahu kekar yang tertutup dengan jaket kulit itu. Semakin membuat April mengeratkan pelukannya ke tubuh Om Tio, dan entah mengapa di saat seperti ini Tio malah berpikiran lain. Apalagi setelah dua gundukan kenyal menempel di punggungnya.

Tio berusaha mati-matian menahan libidonya yang kembali muncul setelah malam terakhir dengan Nopa waktu itu, Tio tak ingin menyakiti April dan juga tidak mau lagi menghianati gadis itu. Tio mulai berpikir keras apakah April sudah cukup dewasa melakukan hal itu bersamanya? Mengingat usia gadis itu kini hampir menginjak sembilan belas tahun.



***

To be continued

8 Okt 2022

Om TioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang