Tragedi

559 49 2
                                    

April duduk di ruangan bosnya pagi ini, menunggu pria yang jarang ia temui karena selama ia bekerja, April sama sekali tidak memiliki masalah.

Tapi kemarin, benar-benar membuat tubuh April gemetar. Om Tio benar-benar di luar kendali hingga memukuli Mas Dian hingga babak belur, April sempat melerai keduanya namun tentu saja ia tak seberani itu. Beruntung April tidak terkena tonjokan maut dari Om Tio yang hampir mengenai dirinya, akhirnya April hanya bisa berteriak meminta bantuan. Sekuriti yang berada cukup jauh mendengar suara teriakan April meminta tolong, berhasil memisahkan kedua orang itu meski wajah Mas Dian sudah memerah bahkan sedikit membiru.

Mas Dian dilarikan ke klinik terdekat sementara Om Tio dilaporkan ke pihak berwajib, karena kejadiannya masih di area lokasi kerja. April juga turut mendapat panggilan dari bosnya, berharap hal ini tidak membuatnya kehilangan pekerjaan. April menatap ke arah luar jendela, meratapi nasibnya entah mengapa bisa seperti ini. Memainkan jari-jemarinya menunggu dengan gelisah, semalam ia tak menjawab panggilan dari Om Tio. April seolah tak perduli, jelas semua ini adalah kesalahan pria itu. Ini semua sudah terlalu jauh pikir April.

Cekr...

Pintu ruangan terbuka, bosnya sudah datang dengan seragam yang rapih dan juga wangi. April tersenyum seraya menyapa bosnya yang nampak kembali tersenyum kepadanya.

Tidak menunggu lama, April langsung diinterogasi. April mengatakan kejadian yang sebenarnya tanpa ada yang dihilangkan meski dalam hati ia cukup malu memiliki pacar seperti Om Tio, terdengar dari helaan nafas panjang dari bosnya.
"Jika hal ini terulang, dengan sangat terpaksa saya harus memecat kamu! Itu sudah jadi peraturan perusahaan, tapi untuk kali ini saya berikan kamu Surat Peringatan Pertama. Mudah-mudahan kejadian seperti ini nggak terulang lagi, saya berharap banyak ke kamu, April!" Jelas sang bos.
Dengan kikuk April mengambil selebaran kertas berisi Surat Peringatan dirinya, lalu keluar dari ruangan setelah bosnya cukup lama memberinya ceramah.

April kembali ke meja kerjanya, berharap hari ini tidak lebih buruk dari hari kemarin. Tapi ternyata, beberapa teman kantornya menatap April dengan pandangan sinis. Mungkin kejadian kemarin sudah terdengar satu kantor sampai-sampai Clara pun hanya bisa menatapnya dengan sedih. Temannya itu melewati April yang duduk di kursi kerja sambil berbisik.
"Toxic relationship nggak bagus buat hidup dan mentalmu." Bisik Clara, April paham maksudnya. Gadis itu hanya berusaha memberi peringatan kepada April, ia pun semakin lama semakin sadar. Hidupnya tidak seindah sepertk sebelum April mengenal Om Tio, April pernah kehilangan teman-temannya hanya karena pria itu melarang April bergaul. Dan sekarang, Om Tio juga mempersulit pekerjaan April dan hampir membahayakan nyawa orang lain yang sama sekali tidak bersalah. Membuat April dijauhi banyak orang dan merasa bersalah.

April menghembuskan nafas panjang, bingung ingin cerita atau sekedar curhat ke siapa. Teman-teman sekolahnya dulu pasti akan mendukung jika April meninggalkan Om Tio mengingat masa lalu mereka, sedangkan Clara sudah memberi peringatan kepada April. Lalu, orang tua April?
Tidak!
Tidak mungkin April bercerita semua hal pasal hubungannya dengan Om Tio, apalagi April sudah menolak kuliahnya hanya demi Om Tio. April memijit dahinya sendiri, mengapa jadi serumit ini? Memiliki kekasih posesif ternyata tidak seindah cerita Wattpad, realitanya hidupmu perlahan akan hancur karena hubungan toxic ini.

Sore hari April pulang bekerja seperti biasa.
Seperti biasa kedua orang tuanya beraktivitas, tidak menaruh kecurigaan perihal kejadian kemarin yang sempat geger di kantor dan lingkungan kerjanya. April yang masih merasa bersalah kepada Mas Dian berusaha menghubunginya, hanya sekedar bertanya bagaimana kabar pria itu. Apakah lukanya parah sehingga harus dirawat atau sudah diperbolehkan pulang.

Tut...

"Halo?" Selama seharian ini April tidak bisa tersenyum, tapi mendengar suara lembut dari Mas Dian bibir April akhirnya mengukir senyum manis. Sedikit lega karena pria itu masih mau menjawab telponnya pertanda Mas Dian tidak marah, semoga saja.

"Halo, Mas sudah sehatkah?" Tanya April dengan antusias.

"Udah, ini lagi di rumah istirahat." Jawabnya.

"Syukurlah nggak sampai dirawat, belum bisa kembali kerja ya?"

"Besok sudah bisa kerja, tapi agak malu karena masih biru di bagian mata sama sudut bibir." Jawab Mas Dian, seketika April terdiam merasa tak enak. Pada akhirnya April yang meminta maaf, sungguh ia tidak tahu jika Om Tio akan bertindak sebodoh itu.

"Sudahlah, Pril! Nggak apa-apa kok! Mungkin lagi capek terus bawaannya emosi." Kata Mas Dian, tapi tetap saja April merasa bersalah meskipun Om Tio yang membuatnya babak belur.

"Mas Dian di rumah 'kah? Aku kesana ya, sekalian mau ngerumpi." Kata April berniat ingin menghibur Mas Dian sekaligus menjenguknya.

"Boleh kalau nggak sibuk." Kata Mas Dian, April pun segera keluar dari dalam kamar. Ia mencari kue kering di dalam dapur yang dibuat Ibunya pagi ini, meletakannya di dalam box makanan lalu berganti baju.

Well, walaupun moodnya hari ini sangat buruk setidaknya ia bisa bercengkrama dengan Mas Dian. Karena Mas Dian tipe pria yang gemar bercanda dan tidak membosankan. April segera meraih kunci motor lalu keluar rumah, tidak ada Ayah Ibunya karena April sempat mendengar kedua orang tuanya akan pergi sebentar untuk suatu keperluan.

Seolah dunia tak mengijinkannya menjauh dari Om Tio, tiba-tiba saja suara motor sport pria itu membuat debaran jantung April meningkat. April berdiri di ambang pintu rumah berharap itu bukan Om Tio, tapi April salah. Tidak ada motor dengan suara seperti itu yang biasa memasuki gang di rumahnya. Dan benar saja pria itu turun dari motornya menuju rumah April, melihat April mengenakan jaket dan membawa sebuah kantung kresek. Tio menaikan sebelah alisnya.
"Mau kemana?" Tanyanya sinis, tidak ada sapaan terlebih dahulu atau apapun yang biasa dilakukan sepasang kekasih. Membuat April semakin ingin menjauh darinya, sadar jika dirinya akan membangunkan banteng pemarah itu.

April ingin berusaha berbohong, tapi berbohong kepada Om Tio hanya akan membuat masalah baru. April hampir sakit kepala karena memikirkan hal sampai sedetail ini.
"Mau ke rumah Mas Dian, jenguk dia!" Jawab April dengan ketus, sadar dengan perubahan wajah Om Tio, April memundurkan kakinya selangkah ketika Om Tio mendekatinya.

"Nggak usah! Duduk sini aja!" Kata Om Tio sembari menarik lengan April menuntunnya duduk di kursi bersama, April menghela nafas. Ia pikir Om Tio akan memukulnya sama seperti pria itu memukul Mas Dian. Entah mengapa kejadian kemarin terputar lagi di kepala April yang membuatnya takut kepada Om Tio.

"Om telpon nggak diangkat malah mau jengukin cowok itu, Om juga ribet di kantor polisi loh!" Kata Tio berusaha menghibur April saat sadar perubahan di wajah gadis itu.
"Itu 'kan salahnya Om! Kenapa harus pake mukulin orang segala? Dia itu baik mau nganterin April pulang, karena Om Tio telat jemputnya!" Suara April mulai meninggi, jujur saja di dalam hatinya mulai ada gejolak untuk membantah segala ucapan Om Tio.

"Ya salahnya siapa malah boncengan sama orang lain." Balas Om Tio tak mau kalah.
"Oke..oke.. April yang salah! Tapi nggak seharusnya seperti itu, kenapa nggak salahin April aja?!"
"Sudah ya, Om nggak mau bahas ini! Sini kuenya Om aja yang makan!" Kata Tio berusaha mengalihkan pembicaraan, terlihat sekali sifat dan watak Tio jika salah tidak akan pernah mau disalahkan. Dada April terlihat bergemuruh menahan amarah, ia hanya ingin meluapkan amarahnya. Itu saja!
Tapi tanggapan Tio seolah tak perduli dengan apa yang dipikirkan April.

"Om, kayanya hubungan kita sampai sini aja. April nggak bisa lanjutin hubungan kaya gini!" Ucapan itu keluar begitu saja dari bibir April, meskipun April tahu pergi dari kehidupan Om Tio tidak semudah itu dan pasti pria itu tidak akan melepaskannya begitu saja.

***

To be continued

12 Agst 2023

Om TioWhere stories live. Discover now