72. Siapa Yang Bertanggung Jawab?

372 38 8
                                    












Happy 100k +++ 🥳

Terima kasih atas dukungan kalian❤

Hari ini sedang bertanggar di rank #29 fantasi, hello pembaca baru, selamat datang di lapak kecil kami🤗


Jangan lupa untuk tinggalkan vote, komen dan follow akun penulis ViPril_Aprilia agar bisa mengikuti seluruh aktivitas aku🪙


Tandai jika kalian menemukan typo
🔍👀❗








Happy Reading ❤




°°°











Dua belas jam Julius sama sekali tidak tidur. Ia menunggu analisa dari pada penyihir senior, matanya mulai memerah karena terus menahan kantuk. Bernan ia tarik untuk pulang ke menara sihir untuk menemaninya.

"Kakak apakah ini sangat serius?" tanya Bernan. Saat ini mereka hanya berdua, jadi tidak masalah untuk memanggilnya kakak.

"Aku pikir ini bukan sesuatu yang kau harus tanyakan lagi." Dingin jawaban itu lebih dingin dari biasanya

Bernan paham, sepupunya itu membutuhkan waktu untuk bisa mencerna semua ini. "Kita harus mengirimkan surat, siapa tau ibu bisa membantunya," saran Bernan, kakinya menekuk di atas bangku.

Beberapa cangkir kopi Julius gunakan untuk menghalangi rasa kantuk yang terus-menerus ingin mengambilnya kesadarannya. "Tidak, tunggu sampai besok. Kita akan melihat keadaannya terlebih dahulu," balas Julius. Mereka tidak bisa kembali ke Aranda tiba-tiba, ibunya akan cemas mendapati hal seperti ini.

Kondisi William juga cukup parah, kelelahan, dehidrasi dan juga stok mananya yang melemah membuat pengobatan menjadi sedikit lebih lambat. Hal itu jelas membutuhkan waktu agar Julius bisa mengambil pernyataan dari William.

Di sela-sela kesibukannya di Serven, diam-diam Julius tetap memikirkan tanggung jawabnya sebagai putra mahkota, ia tetap menjalin surat antara dirinya dan Jerry.

Mereka masih memiliki hubungan yang baik, tidak ada saling menyalahkan. Ada kondisi yang belum bisa Julius jelaskan pada adik-adiknya.



_____



"Libur?" tanya Eren kaget, saat ini mereka tengah mengambil jatah sarapan.

Vionna masih berada di kamar tengah mandi, sementara Eren berjalan lebih  dahulu karena terlalu lapar.

Rose mengangguk. "Saat ini ada masalah, semua penyihir sangat sibuk. Saya harap kalian tetap diam dan tidak membuat keributan, beberapa orang sedang agak sensitif," jelas Rose, diakhir Kalimatnya Rose sedikit memelankan suaranya.

Bahkan Eren kembali sendirian, ia menatap telur orak-arik dengan tambahan tomatnya itu dalam diam. "Apa yang coba mereka  sembunyikan?"

Eren berpikir keras, ia adalah anak seorang penyihir kerajaan. Seharunya ayahnya ada di tempat ini jika ada kekacauan, Eren tidak bisa hanya berpangku tangan saja. Ia harus mencari tau.

RoosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang