12. Kau Harus Cerdas

3.4K 377 5
                                    


Sabtu update ♥️

Vote dulu yuk 👷

Kalau gak dipukul nih ♥️







Happy reading 🧘🏻‍♀️





∅⁰∅⁰∅









Karin memutar gelas yang ia pegang. "Jika ada apel merah yang manis disandingkan dengan apel hijau yang asam maka kau akan memilih yang mana?" tanya Karin penasaran dengan jawaban keponakan.

Serena menjawab. "Apel merah, karena aku suka manis." Sangat yakin dengan jawaban yang ia keluarkan.

"Benar sekali begitu juga dengan pilihan para rakyat. Dari pada melanjutkan pendidikan mereka lebih memilih untuk bekerja untuk membantu ekonomi keluarga, sedangkan jika masuk ke dalam dunia pendidikan, yang jelas-jelas tak bisa langsung mengubah keuangan mereka," jelas Karin dengan halus. Mengajari anak sesuai Serena dia sudah sangat berpengalaman, selagi dengan segudang tugas dan kesibukan menjadi ratu.

"Apa merubahnya tidak bisa dilakukan?" Serena masih berpikir untuk memecahkan masalah ini.

Karin memijat tangan Serena dengan lembut. "Ini mungkin bisa membantu tapi kau harus melakukannya sendiri, usaha dan tenaga akan membuat sebuah hal yang tak mungkin menjadi mungkin percaya itu."

Seorang putri yang memikirkan rakyat walaupun di usia belia memang pantas menempuh pembelajaran lebih cepat. Sama seperti pisau bermata dua, ia bisa menjadi kebanggaan dan juga kehancuran.

Sejarah Aranda menulis panjang kisah hidup putri kerajaan. Beberapa dari mereka diam-diam berencana melengeserkan putra mahkota. Karin sebagai ratu wajib mencegah hal ini, bukan karena anaknya adalah putra mahkota tapi untuk menjaga kestabilan Aranda.

Karena di atas sebuah tahta mereka semua adalah keluarga.




∅⁰∅⁰∅



Sepulang latihan pedang Bernan berwajah masam. Setalah adiknya menjadi putri kekaisaran ia sudah mendapatkan banyak tugas yang membuat dirinya sibuk.

"Kenapa cemberut seperti bebek, kau itu pangeran bukan seorang itik," kata Marvin dengan menaruh pedang disamping Bernan. Keringat menetes di bagian dada sampai perut, menjadikannya seperti belut yang licin.

Renan menghampiri keduanya. Dengan tanpa pakaian atasan ia menyeka keringatnya. "Jender apa aku bisa menjual ini?" tanyanya dengan memegang kain yang berisi air keringat.

Jender yang masih berjalan langsung menunjukan jempolnya tanda itu semua bisa dilakukannya dengan mudah.

"Kau gila, mau menjual kain bau itu?" Dustin menatap jijik Renan yang merupakan kakaknya sendiri.

Dengan mata sipitnya, Renan menyurai rambutnya yang tebal. "Aku perlu uang lebih," jelasnya tanpa rasa malu. Pasalnya ia ingin memiliki sebuah busur dengan ukiran kayu langka seribu tahun.

Bernan tak tahu lagi tanpa Serena kakak-kakaknya makin tak jelas. Mereka bertindak sesuka hati, walaupun diisi banyak pangeran rumah duke Yuran sangatlah pekat dengan bau laki-laki.

Seperti bau kambing, begitu yang Serena bilang ketika mereka berjalan bergerombol dengan penuh keringat dan tanpa baju. Setelah itu Serena akan berlari menjauh.

Baju yang berserakan, tiduran di rumput, senang tak menggunakan baju hingga saling lempar celana dalam juga dilakukan. Hanya empat anak tertua yang selalu tak pernah ikut dalam keributan. Mereka yang selalu tenang dan pada akhirnya membakar semua celana dalam yang di lempar-lempar itu.

RoosWhere stories live. Discover now