75. Akhir Paling Indah

Mulai dari awal
                                    

"Ya, saya bersedia." Hilberth menjawab.

"Bersediakah saudara mengasihi dan menghormati istri saudara sepanjang hidup?"

"Ya, saya bersedia."

Pastor kini berpindah pada Putri Janesita.

"Adakah saudari meresmikan perkawinan ini sungguh dengan ikhlas hati?"

"Ya, saya bersedia." Janesita menjawab.

"Bersediakah saudari mengasihi dan menghormati suami saudari sepanjang hidup?"

"Ya, saya bersedia." Putri Janesita mengangguk pelan.

"Maka tiba saatnya untuk meresmikan pernikahan ini, di persilakan untuk saling berhadap-hadapan dan saling mengucapkan janji."

Hilberth tidak bisa menahan senyumannya saat matanya bertemu dengan milik Janesita, tangan keduanya berada di atas kitab suci sedangkan mata mereka saling menatap satu sama lain.

"Di hadapan imam dan para saksi saya Hilberth Steven Ambertia, menyatakan dengan tulus ikhlas, bahwa Janesita Esmeralda Kleinyang hadir di sini mulai sekarang ini menjadi istri saya. Saya berjanji setia kepadanya dalam untung dan malang, sehat maupun sakit, dan saya mau mencintai dan menghormatinya seumur hidup. Demikianlah janji saya demi Allah dan Injil suci ini." Hilberth mengucapkan janjinya.

Janesita menghela nafas pelan, dia tersenyum sebelum berucap. "Di hadapan imam dan para saksi saya Janesita Esmeralda Klein, menyatakan dengan tulus ikhlas, bahwa Hilberth Steven Ambertia yang hadir di sini mulai sekarang ini menjadi istri saya. Saya berjanji setia kepadanya dalam untung dan malang, sehat maupun sakit, dan saya mau mencintai dan menghormatinya seumur hidup. Demikianlah janji saya demi Allah dan Injil suci ini."

"Berkatilah cincin ini, yang merupakan tanda kesetiaan dan cinta kasih hamba-hambaMu ini. Semoga cincin ini mengingatkan mereka akan cinta kasih dan kesetiaan yang mereka janjikan pada hari bahagia ini."

Sepasang cincin yang menjadi lambang kesetiaan, bentuk melingkar yang tidak pernah putus.

"Kenakanlah cincin ini pada jari isteri saudara sebagai lambang cinta dan kesetiaan."

Pangeran Hilberth meraih salah satu cincin, dia menatap Putri Janesita. "Janesita, terimalah cincin ini sebagai lambang kesetiaan dan cinta kasihku." Hilberth memasangkan ke jari Putri Janesita.

"Kenakanlah cincin ini pada jari suami saudari sebagai lambang cinta dan kesetiaan."

Putri Janesita meraih cincin yang ukurannya lebih besar dari cincin yang ia kenakan, Putri Janesita menatap Pangeran Hilberth. "Hilberth, terimalah cincin ini sebagai lambang kesetiaan dan cinta kasihku." Putri Janesita memasangkan cincin tersebut ke jari pangeran Hilberth.

Pangeran Hilberth membuka penutup wajah Putri Janesita, senyuman langsung terbit di bibir Pangeran Hilberth.

"Mempelai pria di persilakan mencium mempelai wanitanya."

Hilberth mencium dahi Janesita. Keduanya kini resmi dinyakam sebagai suami dan istri.

Suara tepuk tangan dan suara lonceng yang bergema kuat menjadi tanda jika Kerajaan mereka berbahagia atas pernikahan pemimpin mereka.

Acara dilanjutkan dengan pesta dansa hingga malam hari, ini acara yang diadakan seharian penuh. Semua orang di undang saat acara dilaksanakan.

Semua orang tampak bahagia, terutama kedua pemeran utama yang tampak tersenyum bahagia.

"Mereka kelihatan sangat bahagia." Phil berdiri disamping Anstia yang baru mengambil beberapa kue di atas piringnya."Kau hebat juga dalam merencanakan pesta."

"Tentu saja." Anstia tersenyum bangga. "Acara ini akan dikenang dan aku akan menjadi yang paling berjasa."

Phil terkekeh. "Ya, ya. Kau juga berjasa bagi kisah cinta mereka berdua, jadi kau harus ikut sampai pernikahan juga."

"Apa kau juga mau aku buat seperti ini?" Anstia tersenyum geli. "Tapi siapa yang mau dengan Pangeran yang selalu bermulut pedas?" Anstia memakan satu potongan kuenya.

Phil mendengkus. "Kau tetap saja menyebalkan."

Anstia terkekeh.

Acara ini ramai, tapi tidak padat. Semua tampak menikmati. Anstia senang jika semua yang ia rencanakan terjadi dengan baik.

"Ayah?" Anstia melirik Kakaknya, Jalvier dan Brandon yang baru kembali dari balkon. Ayahnya tadi berada di balkon sambil bersantai, katanya terlalu ramai dan Ayahnya tidak begitu menyukai keramaian. Padahal dia adalah Kaisar.

"Diluar." Brandon meraih satu kue Anstia. "Ini enak."

"Tentu saja, aku yang memesan kue ini tentu saja enak." Anstia memakan kue tersebut. "Apa Kakak mau ini ada di acara pernikahan Kakak nanti?"

"Itu masih lama." Pangeran Brandon dan Putri Bianiana resmi bertunangan. Brandon tampak menikmati hubungannya dengan Putri Bianiana, keduanya tampak saling melengkapi, kadang Brandon iseng pada Putri Bianiana juga. "Sayang sekali dia harus pulang lebih cepat."

"Aku harusnya tidak disini." Jalvier berdecak. "Dimana-mana semua tentang cinta."

Phil terbatuk, agak paksa. "Tertolak."

Brandon langsung menyemburkan tawanya. "Yahh, sangat malang nasib Pangeran ini."

Jalvier mendengkus. "Diamlah."

Jalvier ditolak oleh seorang Putri bangsawan beberapa minggu yang lalu, awalnya hubungan keduanya tampak baik-baik saja, tapi saat Jalvier menyatakan perasaannya yang di peroleh malah penolakan.

"Sepertinya ramai." Sylvester mendekat. "Wah, kue ini enak. Aku sudah habis berapa potong tadi." Sylvester meraih kue di piring Anstia.

"Ambillah kue kalian, kenapa punyaku yang terus kalian ambil." Anstia mendengkus, memakan potongan terakhir kuenya.

Sylvester terkekeh. "Ini enak."

"Wah, kalian semua berkumpul disini." Hilberth, di bintang hari ini mendekat dengan Putri Janesita. Hilberth memamerkan cincin yang melingkat di jari manisnya. "Kalian kapan?"

Suara decakan Jalvier menjadi suara tawa yang kuat, diawali oleh Sylvester yang langsung menyemburkan tawanya lepas.

"Sayang sekali," Sylvester menepuk bahu adiknya itu. "Kau harus lebih bebakat lagi."

Jalvier berdecak.

"Acaranya disana, kenapa kalian semua disini?" Mendengar suara yang cukup ramai, Kaisar yang berada di balkon penasaran dan akhirnya berjalan masuk. Tampaknya anak-anaknya sedang berbincang bersama.

"Hanya sedang menertawai Jalvier yang agak tidak beruntung." Phil tersenyum kecil.

"Ah, Putri Count itu?" Astevia berjalan mendekat. "Masih banyak Putri lain, jangan menyerah."

"Ayah, hentikan." Jalvier tampak frustrasi.

Astevia tekekeh geli. "Aku senang melihat kalian semua akrab, teruslah seperti ini."

Anstia tersenyum. "Tenang saja Ayah, kami akan seperti ini terus menerus."

Astevia tersenyum.

Semua membaik, semua telah jadi baik. Badai telah mereda dan semua mulai memperbaiki diri masing-masing dan menciptakan hal-hal baru.

Akhir yang benar-benar ada di buku dongeng.

Akhir indah selamanya.

. . .

Akhir yang indah, kan?

Tinggal epilog aja nih.

TAWS (1) - AnstiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang