60. Kalian terlalu berharga

319 53 18
                                    

Disaat kamu baik baik saja saat menyatakan perasaanmu dan disaat itulah rasamu sudah pergi, entah beralih kepada orang lain atau melebur dengan sendirinya

🗡️🔪🗡️🔪🗡️🔪

Ini hari senin dan seperti biasa saatnya upacara bendera rutin, setelah melewati kelas Carel, Audy berdecak kagum dengan kelas unggulan itu, bagaimana bisa baru jam enam pagi dan murid murid hampir sudah datang semua, ditambah lagi banyak dari mereka yang membaca buku, memang benar sih kata Carel ada ulangan hari ini, tapi kan nggak perlu seambis itu juga ah sudahlah Audy pusing melihatnya, lebih baik ia buru buru ke kelas, siapa tau kan tiba tiba, sahabat sahabatnya itu yang tak ada kabar sama sekali dari kemarin, memberinya surprise.

Dan ternyata pemikiran Audy salah besar, hingga saat istirahat kedua pun mereka biasa saja dan sama sekali tidak ada yang aneh, apa benar mereka semua kompak lupa dengan hari ultahnya kemarin?

Tapi Audy bukan type yang moody dan baperan hanya karena hal seperti itu, buktinya ia sekarang malah tertawa keras bersama teman temannya, karena Glen terkena tumpahan minuman akibat taruhannya dengan Audy.

"Buset kagak tobat tobat aja lu Abang Glen," Valin tertawa keras dan memberikan banyak tisue untuk membersihkan seragam temannya itu.

"Gimana Glen? Lanjut nggak nih?" Audy meredakan tawanya.

"Gila sat tuh cewek, yang ada kalau gue beneran jalan sama dia mental breakdance kali, rese banget," omel cowok itu masih sambil membersihkan seragamnya.

"Wehh sabar sabar, tahan emosi demi harga diri," Valen masih tertawa di tempatnya.

"Diem lu!" Glen melemparkan tisue kearah Valen.

Tisya hanya menggeleng pelan sambil menopang dagunya, "Udah yuk Glen istighfar dulu, udah banyak setan dalam diri lu."

"Halah, gini gini lo juga seneng deket deket gue."

"Dih, halunya mohon dikondisikan," Tisya menggidikkan bahunya.

Audy beranjak dari duduknya, lalu memberikan sapu tangan yang telah ia semprot antis, "Pake."

Glen menerimanya, "Care banget sih pacar orang, jadi pen jadi PHO."

Audy hanya tersenyum miring dan duduk bersandar di meja depan Glen sambil melipat kedua tangannya di depan dada, "Kurang kurangin jiwa kekanak kanakan lo."

Glen tersenyum tipis dan masih membersihkan noda di seragamnya, "Kenapa lo? Udah bosen taruhan sama gue?"

Audy menghela nafasnya, "Cari duit nggak segampang itu."

Glen mendongak, "Maksud lo?"

Teman temannya diam, menyimak kedua orang itu yang mulai serius dengan pembicaraan mereka.

Audy mengangkat bahunya acuh, lalu beranjak darisana, "Lo udah paham apa maksud gue."

Glen berdiri dari duduknya, lalu menarik tangan Audy dan mendudukkan gadis itu di kursinya.

"Masih ingat obrolan kita dulu Audy? Uang bukan pengukur kebahagiaan, dengan kepergian bokap gue kemarin,  nggak ada sangkut pautnya tentang uang di hidup gue."

"Justru itu Glen, lo nggak mikir tentang nyokap lo yang lihat anaknya masih kayak bocah gini, maen sana maen sini, nggak jelas! Lo harus lebih bersyukur punya nyokap yang sayang banget sama lo."

Glen tersenyum smirk, "Apa hak lo tentang perasaan mama gue? Apa hak lo ngatur gue biar ga ngecewain nyokap?"

Audy menatap lekat Glen, "Setidaknya gue ada hak buat nasehatin lo sebagai temen."

SORAI [END]Where stories live. Discover now