Black Military

By uwakiya

33K 5.7K 573

Daemon adalah sebutan bagi monster bermacam bentuk yang menyerang negara Avalon. Dan Black Milliter merupakan... More

Disclaimer
1. Tawaran satu millyar
2. Negara Avalon
4. Hari pertama menjadi murid
5. Sang Penindas
6. Korban Selanjutnya
8. Serangan Pertama
9. Leon Hassel
10. Meledeknya
11. Melawan (A)
12. Melawan (B)
13. Akhirnya ketemu
14. Penindasan yang sebenarnya (A)
15.Penindasan yang sebenarnya (B)
17. Pria dengan wajah berbalut perban
18. Perlengkapan Ribel News
19. Maria Wenberg
20. Siapa yang bertahan? (A)
21. Siapa yang bertahan? (B)
22. Mengatasi Leon
23. Daemon mulai tersebar
24. Trauma
25. Sherly, Maria, Sabin
26. Di Perpustakaan
27. Melalui rintangan
28. Datangnya Jenderal Aiden
29. Aiden dan Sherly (Flasback)
30. Bersembunyi (A)
31. Bersembunyi (B)
32. Bersembunyi (C)
33. Maxwel dan Maria (Ruang Perawatan)
34. Ujian Perburuan (A)
35. Ujian Perburuan (B)
36. Ujian Perburuan (C)
37. Daemon tingkat tinggi (A)
38. Daemon tingkat tinggi (B)
39. Zavier Asmonac
40. Tiger
42. Mantan Kekasih
43. Pembunuh (A)
43. Pembunuh (B)
44. Pembunuh (C)
45. Ujian The Duel (A)
46. Ujian The Duel (B)
47. Pembagian Duel
48. Sudah menerka
49. Siapa atau Apa?
50. Pertemuan Markus
51. Persiapan menuju Duel (A)
52. Persiapan menuju Duel (B)
53. Side Story Leon
54. The Duel dimulai
55. Sabin vS Jovan (A)
56. Sabin Vs Jovan (B)
57. Cecil Vs Robin (A)
58. Cecil Vs Robin (B)
59. Secret
60. Berkabung
61. Sebelum pemakamam
62. Maria dan Maxwell (A)
62. Maria dan Maxwell (B)
63. Maxwell dan Maria (C)
64. Grey D Jock
65. Mengejutkan
66. Kecurigaan Aiden
67. Maxwell Vs Grey (A)
68. Maxwell Vs Grey (B)
69. Maxwell Vs Grey (C)
70. Masih Flasback
71. Maxwell POV (Flasback)
72. Maria dan Maxwell (Masih Flasback)
62. Flasback selesai

16. Penindasan yang sebenarnya (C)

993 149 34
By uwakiya

“Maaf Sabin!” Sherly berucap. Ia menggiring Sabin untuk kembali ke kamar asramanya. Kondisi mereka terutama Sabin tidak memungkinkan untuk menerima pelajaran sekarang. Dirinya bisa melihat bagaimana rasa trauma anak itu kembali. Gadis yang biasanya ceria dengan suaranya yang renyah kini hanya bisa menunduk sambil terisak menahan air mata yang nyaris keluar.

Para siswa maupun siswi Black Militer benar - benar sudah keterlaluan sekarang. Mereka dengan tega meggunakan cara seperti ini untuk mengeluarkan orang yang tidak mereka suka. Orang yang mereka remehkan dan pandang rendah hanya karena mereka pikir tidak sama dengan mereka. Orang yang mereka pikir lemah hanya karena tidak memiliki kekuatan sihir seperti mereka. Bukankah ini sungguh keterlaluan?

Mungkin tak apa - apa jika mereka menindasnya. Tetapi jika mereka juga turut menindas orang terdekatnya itu sudah keterlaluan. Sherly tidak bisa membiarkan ini.

Baginya, entah itu para penindas maupun orang - orang yang mengacuhkan perilaku amoral seperti ini semuanya sama saja. Mereka benar - benar jahat. Dirinya tidak mau tinggal diam lagi.

“Sabin, ku rasa hari ini lebih baik kau beristirahat.” Ujarnya. Sherly membuka pintu kamarnya kemudian mendudukan wanita itu di ranjang. Dia mengambil handuk bersih kemudian mengusapkannya ke rambut serta wajah Sabin yang basah. Beberapa sampah juga masih menempel di helaian rambut serta pakaiannya. Sherly menjumputinya, “Nanti biar aku yang mengabsenkanmu.” Imbuhnya.

Sabin seketika mendongak, “Kau tetap akan masuk?”

Sherly mengangguk, “Ya.”

Sabin menatap Sherly dengan ekspresi sulit. Kondisi wanita itu juga sama seperti dirinya. Sepanjang rambut serta pakaian Sherly juga basah. Pun juga terdapat serabut - serabut sampah di helaian rambut Sherly. Dengan keadaan seperti ini, gadis itu masih berniat untuk bersekolah?

Kemungkinana hari ini Leon dan kawan - kawan menindasnya juga masih ada.

Sherly tersenyum seolah bisa membaca ekspresi Sabin saat ini, “Aku tidak apa - apa Sabin. Jangan khawatir!” Wanita itu kemudian berdiri. Melihat kondisi dirinya di cermin. Bibir Sherly menipis, ekspresinya mengeras, “Aku tak bisa membiarkan mereka terus menindasku seperti ini.” Jeda sejenak Sherly mengambil sebungkus permen yang tersangkut di rambutnya, “Bukankah saat ini aku harus melaporkannya pada kepala sekolah?” Imbuhnya.

Sabin terlihat hendak mengatakan sesuatu, tetapi sebelum semua itu sempat terlaksana, Sherly sudah bersiap membuka pintu akan pergi, “Sekali lagi maafkan aku Sabin! Gara - gara aku, mereka menindasmu.” Ujar Sherly sebelum kemudian menutup pintu dan melangkah menuju ruang kepala sekolah Black Military.

***

“Well, ada masalah apa nona Cecil August?” Jack Hassel ~ kepala sekolah Black Militer mengangkat sebelah alis ketika salah satu siswa didiknya tiba - tiba mendatanginya.

Kondisi anak di depannya tampak berantakan. Seragam hitamnya terlihat kusut dan kotor. Ada jejak - jejak basah serta sampah di sana. Pun dengan rambut wanita itu yang lepek seperti baru saja disiram air, kulit wajahnya yang seharusnya putih menjadi sedikit kecokelatan terkena debu atau apapun itu. Secara keseluruhan, gadis di depannya itu tampak seperti baru saja terjebur ke sungai kemudian berguling - guling di atas rerumputan.

Ahh… ya!

Jack Hassel mengangguk - angguk. Seolah baru saja menduga apa yang sebenarnya terjadi.

“Seperti yang anda lihat.” jawab Sherly. Dia menunduk melihat dirinya sendiri yang tampak berantakan, “Para siswa di sini membully saya.” Imbuhnya tak mau berbasa - basi lagi. Tujuannya datang ke sini memang untuk melaporkan semua ini. Bagaimana pasukan pelindung negara bahkan tega menindas sesama teman. Itu sangat berkontradiksi dengan visi dan misi pasukan Black Militer.

“Dan semua itu dipimpin oleh Leon Hassel.” Sherly tahu bahwa Leon Hassel merupakan cucu dari kepala sekolah itu sendiri. Ia juga sempat mencari tahu mengenai silsilah keluarga bangsawan Hassel. Betapa berkuasanya bangsawan Hassel sehingga bahkan sampai sekarang sebanyak apapun kasus penindasan yang dilakukan oleh Leon Hassel seperti tidak pernah ditindaklanjuti. Mungkin juga para korban penindasan sudah ketakutan terlebih dulu sebelum sempat melaporkan hal itu mengingat bahwa kepala sekolah sekolah ini merupakan kakek Leon sendiri.

Tetapi Sherly sudah bertekad untuk melaporkan semua ini. Sejahat - jahatnya manusia, tidak mungkin kakek di depannya ini membela cucunya yang jahat bukan?

“Apa kau punya bukti bahwa mereka membullymu?”

Tanggapan yang sang kepala sekolah berikan tentu saja mebuat Sherly sedikit tersentak.

“Bukti? Anda bisa melihat sendiri kondisi saya.” Sherly menunjukkan pakaian serta rambunya yang lepek. “Tidak mungkin saya menyiram diri saya sendiri dengan air maupun sampah. Leon dan anak buanghnya melakukan semua ini.”

“Sejak saya datang, mereka sudah menindas saya. Tidak mungkin saya mendiamkan semua ini terus menerus. Saya minta keadilan.”

Sebuah senyum kemudian terbit di sudut bibir Jack Hassel. Pria baya itu menegakkan punggungnya di kursi kemudian terkekeh, “Nona Cecil, hanya karena kau melapor kemudian datang ke sini dalam keadaan mengenaskan, bukan berarti apa yang kau ucapkan itu benar bukan? Selama tidak ada saksi dan bukti semuanya bisa dikatakan tuduhan palsu.” Ujarnya sama sekali tidak ada reaksi terkejut, marah atau hal apapun yang keluar di diri lelaki baya ini. Normalnya seorang kakek pasti akan kaget bila cucunya melakukan tindakan bully. Ya, meski tak kaget, setidaknya ia menunjukkan ekspresi penanganan yang profesional bila mendapat laporan bahwa salah satu muridnya mendapat perlakuan buruk bukan?

Sherly sedikit terkejut akan tanggapan kepala sekolah. Pria itu tampak tenang malah tersenyum menanggapi laporannya. Seakan laporannya tidak berarti apa apa.

Dia minta bukti? Tentu saja ia tak memiliki buktinya apalagi saksi. Karena Sherly yakin bahkan seluruh siswa di sinipun tidak akan mau bersaksi, hal ini bisa dilihat dengan betapa kompaknya anak - anak di sini tiba - tiba menghilang dan hanya menyiksakan Sabin serta dirinya yang berjalan ke gedung sekolah pagi ini. Seolah mereka sudah sepakat untuk menyaksikan penindasan ini. Lalu ketika Leon dan ketiga orang lainnya selesai mengerjainya, secara ajaib murid - murid yang tadinya menghilang bagai ditelan bumi, tiba - tiba saja muncul dan melakukan aktiviitasnya kembali seolah tidak pernah terjadi apa - apa.

Manik kelam Sherly menyimpit, “Saya tahu leon adalah cucu anda, tetapi anda sebagai kepala sekolah tidak seharusnya menutupi kesalahan cucu anda bukan?” Dia menegakkan badan dengan berani menyampaikan uneg - unegnya, “Sekarang saya mengerti kenapa para guru juga seolah menutup mata akan kasus Bully ini. Saya sungguh tak menyangka bahwa Black Militer adalah sekolah yang seperti ini.”

Sherly berucap tenang, “Saya memang tidak memiliki bukti. Tetapi bukankah setidaknya anda sebagai pemimpin di sini menerima laporan saya dengan baik dan melakukan penyelidikan lebih lanjut termasuk memanggil cucu anda~ Leon Hasell serta teman - temannya yang menjadi tersangka pelaku pembullian?”

“Maaf, saya tidak bermaksud menggurui tetapi saya hanya melepaskan pemikiran saya.” Karena aku adalah orang dewasa tidak mungkin aku akan diam saja tanpa kata setelah melihat responmu wahai kepala sekolah. ( Ia bicara di dalam hati ) Jikalau kedua adiknya mendapat bully, dia pasti juga akan mendatangi pihak sekolah dan bicara seperti ini.

Jack hassel masih terdiam. Netra birunya mengamati Sherly dalam. Menilai perempuan itu. Entah untuk apa. Lalu sedetik kemudian sudut bibirnya terangkat. Pria itu tidak menunjukkan kemarahan sama sekali malah masih terlihat tenang.

“Tidak ku sangka kau termasuk anak yang berani juga, nona Cecil.” Jcak Hassel menegakkan badan, “Aku cukup salut.” Ia lalu mengetuk - ngetuk jemarinya diujung meja. Berpikir, “Tapi….. bagaimana ini? Cucuku itu sangat nakal dan keras kepala.” Dia membicarakan kejelekan cucunya dengan enteng, “Dihukum apapun bahkan walaupun itu digantung sekalipun, Leon tidak akan pernah menghentikan penindasannya.”

“Karena Leon…. sangat membenci orang lemah hingga mendarah daging.” Imbuhnya yang tentu saja membuat Sherly melebarkan mata tak habis pikir.

***

“Leon, anak baru itu pergi ke ruang kepala sekolah.” Trinity menginfokan. Perempuan itu tampak ceria ketika berujar. Dia duduk di sebelah Leon sembari memeluk lengan lelaki itu mesra. Leon tak keberatan. Selagi hatinya senang bahkan Sebastian, Maxwell atau siapapun yang bergelung manja di dekatnya dia tidak akan mempermasalahkan.

“Aku tak ingin senang dulu.” kata Leon. Berbanding dengan mulutnya yang berkata tidak senang, tetapi wajahnya menunjukkan kebalikan. Leon tampak sumringah, “Bisa jadi gadis itu hanya melaporkan tindakan ku pada si tua bangka itu.” Leon terkekeh, “Sungguh sia - sia.”

Ya, mengingat watak wanita itu, ia tidak mau terlalu puas dulu. Bisa jadi gadis itu bukan mengundurkan diri dari sekolah ini tetapi hanya mengadu saja. Ya walaupun keyakinanya bahwa karena kejadian pagi ini mental perempuan itu pasti menurun dan 80 % Cecil akan mengajukan pengunduran diri, tetap saja dia tidak ingin memupuk harapan yang tinggi.

“Aku tak menyangka sepertinya kau sudah sangat paham tentang gadis itu, hmmm.” Sebastian bertopang dagu. Tersenyum memperhatikan mata temannya yang tampak menyala - nyala bahagia, “Leon, jangan - jangan kau menyukainya.”

“Omong kosong. Leon tentu saja tidak menyukai perempuan itu. Dia hanya ingin menendangnya keluar.” Sahut Trinity. Si kribo itu bicara sembarangan. Tidak tahukah bahwa yang disukai Leon itu hanya aku.

Dasar kribo sialan. Ku rasa matamu sudah buta karena terlalu lama tertutup rambut kribo mu itu. Umpatnya dalam hati.

Sebastia hanya terkekeh. Sementara Leon, dia mengangguk membuat perempuan yang sudah melekat bagai perangko di sampingnya tersenyum puas.

“Ya, aku sangat ingin menendangnya keluar dan kali ini rencanaku berada di puncak keberhasilan. Hahahaha.” Leon tertawa yakin.

Sebastian masih bertopang dagu, “Kenapa kau bisa seyakin itu Leon?”

Leon menghentikan tawanya. Netra birunya semakin menyala ketika bercerita, “Apa kau tidak lihat ekspresi gadis itu tadi? Si pendek yang tadi begitu percaya diri menantangku tiba - tiba berubah ciut.”

“Ohh, wajahnya tadi langsung memucat seperti tikus albino yang tersiram air. Sinar matanya yang terlihat tenang langsung bergetar bagai tikus melihat kucing.”

“Hahahaha… kau harusnya lihat itu Sebastian. Sungguh lucu. Hahahaha.” Leon kembali tertawa. Memikirkan perubahan reaksi Cecil tadi benar - benar membuatnya cukup puas. Bisa dipastikan bahwa mental gadis itu pasti sudah down. “Sekarang gadis itu bahkan tidak berani ke sekolah bukan?” Tebak Leon yakin.

Sebastian mengangguk - angguk. Dia lalu melirik ke temannya yang sedari tadi diam, “Bagaimana pendapatmu, Maxwell?”

Maxwell melirik Leon, “Kau terlalu percaya diri.” jawabnya sembari mengangkat dagu.

Leon menoleh akan isyarat yang Maxwell berikan. Manik birunya melebar saat di kejauahan melihat Cecil August tampak menenteng tas dan berjalan tenang menuju ruang kelasnya.

Hah?

***

Percuma lapor pihak sekolah. Itu adalah kata yang pas memang. Ya, tak apa - apa. Meski dirinya telah menyia - nyiakan waktu, tetapi setidaknya dia sudah berusaha untuk melapor. Kalau laporannya tidak ditanggapi itu berarti dirinya harus berjuang sendiri bukan? Lagipula entah kenapa dirinya tidak terlalu kecewa akan taggapan kepala sekolah. Seolah dirinya sudah menduga bahwa orang tua itu pasti akan melindungi cucunya.

“Huh, mengesalkan.” Sherly menggertakkan gigi. Dia melihat tampilan dirinya di cermin. Penampilannya tadi yang sudah rapi, wangi dan cantik kini tampak awut - awutan. Bau sampah juga terasa menyengat di badannya.

Menjengkelkan sekali.

Jika hari ini dia tidak ke kelas, Leon dan teman - temannya pasti akan sangat senang. Dan jika dirinya ke kelas, mereka pasti sudah menyiapkan penindasan lainnya. Hmmmm… Sherly dilema. Perempuan itu berbalik, berdiri menyangga punggungnya di pinggiran wastafel, ia berpikir.

Sherly mengetuk - ngetukkan jemarinya di sana. Menimang - nimang keputusan apa yang akan ia ambil.

Bibirnya menipis. Keningnya berkerut, “Hmmm… sepertinya, aku tetap harus kembali ke kelas.” Pilihnya. Ya, setelah dipikir - pikir, baik sekarang maupun besok atau kapanpun dia masih berada di sekolah ini, mereka tetap akan mengerjainya bukan?

Dirinya harus mengumpulkan mental sebanyak mungkin mulai sekarang.

“Aku ~ Sherly August Herbor, tidak akan pantang menyerah.” Gumamnya pada diri sendiri. Ia kembali berbalik. Menatap dirinya di cermin kemudian menyalakan kran lalu membasuh wajahnya yang kotor. Sherly juga menyisir rambutnya yang basah lalu melepas jas hitamnya yang kotor dan bau. Menyisakan kemeja berwarna putih dengan lambang segi enam gold simbol Black Militer.

Gadis itu menepuk - nepuk wajahnya sebelum kemudian mengoles bedak tipis membuat penampilannya kembali segar.

“Baiklah anak - anak nakal, jangan harap kalian bisa mengusirku dari sini.” Ucapnya penuh tekad.

***

“Kau yang mencoret - coret bangkunya?”

“Mana mungkin? Kalian juga.”

“Aku tidak mungkin mencoretnya. Hah.”

Bisik - bisik anak - anak di kelas Grade B. Mereka saling tuduh menuduh, menyangkal dan mengelak tetapi sebenarnya hampir sebagian besar anak di kelas itu turut andil dalam menghiasi salah satu meja dan bangku ruangan itu dengan coretan aneh, gambaran absurd serta kata - kata umpatan, ejekan penuh teror. Tetapi bagaimana ini? Mereka sepertinya salah mencoret bangku.

Meskipun para murid di sini juga melakukan penindasan, tetapi mereka hanya menindas orang yang memang menjadi target penindasan. Rasanya akan sangat merasa bersalah dan menyalahi aturan jika yang mereka kerjai ternyata salah target.

Apalagi….

Beberapa anak kelas B sontak menggeleng. Mereka memilih bubar saja dari pada mendebat mengenai hal yang sudah seharusnya tak dibahas. Lalu saat mendengar bel kelas berbunyi, mereka memilih langsung duduk di kursi masing - masing dengan tenang dan kidmat.

Hari ini bel masuk memang diundur sampai jam setengah sembilan. Leon sudah mengatur semuanya haya demi menindas anak baru yang bernama Cecil August itu. Dan kemungkinan wanita itu juga tidak akan masuk bukan?

Akan tetapi sayang sekali yang mereka pikirkan tidak terjadi. Anak baru itu kini tampak berjalan dengan tenang. Menatap lurus ke depan mengabaikan murid - murid lain yang memberinya sorot sulit.

Sherly menenteng tasnya dengan santai seolah pagi tadi tak pernah terjadi apapun pada dirinya.

“Selamat siang teman - temanku.” Sherly tersenyum menyapa teman sekelasnya, “Aku kira kalian menghilang.” Dia kemudian menoleh. Menatap Leon yang berdiri tak jauh dari lorong kelasnya. Sherly mengembangkan senyumnya lalu memilih masuk ke dalam kelasnya bersiap menerima pelajaran seperti biasa.

Namun baru saja dua langkah kakinya berjalan masuk ke kelas. Ia refleks menghentikan langkahnya kembali. Manik kelamnya melebar saat melihat seseorang tak terduga di kelas ini.

Di sana~ di pojok kelas. Tepat di sebelah bangkunya, duduk seorang laki - laki dengan wajah yang ditutupi perban melingkar.

Laki - laki itu menunduk. Atensinya tampak sibuk mengamati tulisan - tulisan aneh yang memenuhi mejanya.

Dia…

**

Continue Reading

You'll Also Like

617K 28.1K 38
Judul Sebelumnya : My Cold Husband Selena Azaerin, itulah namanya, walau dirinya bekerja sebagai agen intelijen negara, dia tak pernah kehilangan sif...
982K 92.6K 30
Kaylan Saputra anak polos berumur 12 tahun yang tidak mengerti arti kasih sayang. Anak yang selalu menerima perlakuan kasar dari orangtuanya. Ia sel...
319K 25.8K 28
••Alethea Andhira Gadis cantik yang memiliki kehidupan sederhana. Sosoknya yang cantik tidak membuatnya memiliki banyak teman karena status sosialnya...
10.1M 1.2M 62
"Sumpah?! Demi apa?! Gue transmigrasi cuma gara-gara jatuh dari pohon mangga?!" Araya Chalista harus mengalami kejadian yang menurutnya tidak masuk a...