16. Penindasan yang sebenarnya (C)

988 148 34
                                    

“Maaf Sabin!” Sherly berucap. Ia menggiring Sabin untuk kembali ke kamar asramanya. Kondisi mereka terutama Sabin tidak memungkinkan untuk menerima pelajaran sekarang. Dirinya bisa melihat bagaimana rasa trauma anak itu kembali. Gadis yang biasanya ceria dengan suaranya yang renyah kini hanya bisa menunduk sambil terisak menahan air mata yang nyaris keluar.

Para siswa maupun siswi Black Militer benar - benar sudah keterlaluan sekarang. Mereka dengan tega meggunakan cara seperti ini untuk mengeluarkan orang yang tidak mereka suka. Orang yang mereka remehkan dan pandang rendah hanya karena mereka pikir tidak sama dengan mereka. Orang yang mereka pikir lemah hanya karena tidak memiliki kekuatan sihir seperti mereka. Bukankah ini sungguh keterlaluan?

Mungkin tak apa - apa jika mereka menindasnya. Tetapi jika mereka juga turut menindas orang terdekatnya itu sudah keterlaluan. Sherly tidak bisa membiarkan ini.

Baginya, entah itu para penindas maupun orang - orang yang mengacuhkan perilaku amoral seperti ini semuanya sama saja. Mereka benar - benar jahat. Dirinya tidak mau tinggal diam lagi.

“Sabin, ku rasa hari ini lebih baik kau beristirahat.” Ujarnya. Sherly membuka pintu kamarnya kemudian mendudukan wanita itu di ranjang. Dia mengambil handuk bersih kemudian mengusapkannya ke rambut serta wajah Sabin yang basah. Beberapa sampah juga masih menempel di helaian rambut serta pakaiannya. Sherly menjumputinya, “Nanti biar aku yang mengabsenkanmu.” Imbuhnya.

Sabin seketika mendongak, “Kau tetap akan masuk?”

Sherly mengangguk, “Ya.”

Sabin menatap Sherly dengan ekspresi sulit. Kondisi wanita itu juga sama seperti dirinya. Sepanjang rambut serta pakaian Sherly juga basah. Pun juga terdapat serabut - serabut sampah di helaian rambut Sherly. Dengan keadaan seperti ini, gadis itu masih berniat untuk bersekolah?

Kemungkinana hari ini Leon dan kawan - kawan menindasnya juga masih ada.

Sherly tersenyum seolah bisa membaca ekspresi Sabin saat ini, “Aku tidak apa - apa Sabin. Jangan khawatir!” Wanita itu kemudian berdiri. Melihat kondisi dirinya di cermin. Bibir Sherly menipis, ekspresinya mengeras, “Aku tak bisa membiarkan mereka terus menindasku seperti ini.” Jeda sejenak Sherly mengambil sebungkus permen yang tersangkut di rambutnya, “Bukankah saat ini aku harus melaporkannya pada kepala sekolah?” Imbuhnya.

Sabin terlihat hendak mengatakan sesuatu, tetapi sebelum semua itu sempat terlaksana, Sherly sudah bersiap membuka pintu akan pergi, “Sekali lagi maafkan aku Sabin! Gara - gara aku, mereka menindasmu.” Ujar Sherly sebelum kemudian menutup pintu dan melangkah menuju ruang kepala sekolah Black Military.

***

“Well, ada masalah apa nona Cecil August?” Jack Hassel ~ kepala sekolah Black Militer mengangkat sebelah alis ketika salah satu siswa didiknya tiba - tiba mendatanginya.

Kondisi anak di depannya tampak berantakan. Seragam hitamnya terlihat kusut dan kotor. Ada jejak - jejak basah serta sampah di sana. Pun dengan rambut wanita itu yang lepek seperti baru saja disiram air, kulit wajahnya yang seharusnya putih menjadi sedikit kecokelatan terkena debu atau apapun itu. Secara keseluruhan, gadis di depannya itu tampak seperti baru saja terjebur ke sungai kemudian berguling - guling di atas rerumputan.

Ahh… ya!

Jack Hassel mengangguk - angguk. Seolah baru saja menduga apa yang sebenarnya terjadi.

“Seperti yang anda lihat.” jawab Sherly. Dia menunduk melihat dirinya sendiri yang tampak berantakan, “Para siswa di sini membully saya.” Imbuhnya tak mau berbasa - basi lagi. Tujuannya datang ke sini memang untuk melaporkan semua ini. Bagaimana pasukan pelindung negara bahkan tega menindas sesama teman. Itu sangat berkontradiksi dengan visi dan misi pasukan Black Militer.

Black MilitaryWhere stories live. Discover now