25. Sherly, Maria, Sabin

226 53 1
                                    

Hari yang tenang. Akhirnya ia bisa merasakan kehidupan yang nyaman dan damai. Menjalani aktivitasnya tanpa perlu rasa was - was lagi. Semenjak kejadian tiga hari lalu, tidak ada lagi penindasan terhadap dirinya. Leon Hassel bahkan tidak kunjung terlihat batang hidungnya seolah tengah menghilang seperti di telan bumi.

Sherly ingin tertawa saat pertama kali ia memeluk laki - laki itu. Menularkan noda - noda sampah beserta cairan lengket berwarna merah nan bau tidak sedap seperti slime atau cairan kimia aneh yang para anak - anak itu guyurkan padanya. Sherly tidak pernah menduga bahwa reaksi yang Leon berikan akan sehisteris itu.

Dia masih ingat bagaimana kagetnya Leon saat dirinya tiba - tiba memeluknya. Wajah sombong, tengil dan penuh kuasa itu seketika berubah menjadi kaku, pucat lalu berubah menjadi histeris. Netra biru lelaki itu melebar kaget pun dengan tubuhnya yang menegang syok dengan apa yang Sherly lakukan.

Leon bahkan masih bergeming sebelum kemudian mengerjapkan mata panik menyadari apa yang Sherly perbuat. Anak itu terlihat ingin melepaskan dirinya yang tengah memeluknya namun tangan bersih dan terawatnya seolah menolak melakukan itu. Leon luar biasa jijik dan pria itu hanya bisa berteriak panik kala mencoba menjauhkan Sherly dari tubuhnya. Bahkan wajah Leon sudah memucat, tak berdaya dan nyaris pingsan saat dirinya mengusap - ngusapkan seluruh tubuhnya yang dipenuhi kotoran ke dalam pakaian anak itu.

Sherly benar - benar ingin tertawa. Puas sekali bisa membalas bocah nakal itu. Dan dirinya sebenarnya juga tak menyangka bahwa Leon Hassel ternyata memiliki tingkat kebersihan tinggi. Anak itu benci kotor dan seolah akan mati bila terkena benda kotor. Benar - benar lucu.

Sherly tersenyum. Perempuan itu berjalan tanpa beban ke ruang kelas seolah beberapa hari ini semilir angin yang sejuk mengiringi setiap langkahnya. Guguran bunga berwarna pink menerpa wajahya seolah menyambut kemenangan seorang Sherly August. Bahkan kali ini tidak ada para siswa yang terlihat berani mengganggunya.

Rasanya sungguh tentram.

"Ahh, benar - benar damai." Gumam Sherly. Merentangkan tangan sembari menghirup udara yang begitu segar. Menghiraukan tatapan anak - anak lain yang menyorotnya aneh.

Sabin di sebelahnya tersenyum mengikuti langkahnya. Dia juga sedikit merasa takjub dengan Sherly. Tak menyangka bahwa anak baru ini begitu berani menantang Leon Hassel. Dan jika dipikir - pikir, Cecil August meski ditindas habis - habisan tetap terlihat santai, sama sekali tidak mengalami tekanan apapun. Benar - benar anak yang bermental baja. Dia benar - benar salut.

"Cecil hari ini apa kegiatanmu?" Sabin merangkul lengan Sherly. Berjalan dengan senyum riang.

"Tentu saja sekolah. Apalagi." Jawabnya.

"Ahh kau tidak tahu, hari ini jam kosong."

"Jam kosong? Benarkah?" Tanya Sherly memastikan. Dirinya sudah sangat bersemangat mendengar kata jam kosong.

Sabin mengangguk, "Ya, akhir - akhir ini Avalon sedang tidak stabil." Ia menjelaskan, "Kau tahu bukan bahwa selama ini Daemon hanya ada di Distrik 3 dan 4? tidak ada sejarahnya bahwa para Daemon muncul di Distrik 1 dan 2. Tetapi entah kenapa tahun ini para Daemon itu kini datang ke Distrik tersebut. Penampakan mereka di sana bahkan sudah beberapa bulan terakhir telah menjadi Headline news."

Ya, tentu saja dirinya tahu. Karena ia sudah melihat penampakan Daemon dengan mata kepalanya sendiri. Daemon yang telah menghancurkan rumahnya dan karena itu dirinya berakhir di sini. Ahh, tidak. Semua itu bukan hanya karena Daemon, melainkan juga karena salah satu pasukan Black Militer yang sekarang dirinya masih mempertanyakan itu si Zavier atau bukan.

Black MilitaryWhere stories live. Discover now