26. Di Perpustakaan

241 52 3
                                    

"Kau memang sangat teguh. Dulu Sabin juga seperti itu." Maria tersenyum, menyandarkan punggungnya ke kursi, "Jika begitu, ku harap kau benar - benar akan bertahan."

Sherly mengangguk, "Pasti." Ia lalu kembali menunduk membaca bukunya. Mungkin saja masih ada informasi lain yang penting di dalam buku ini. Buku ini sangat tebal, membacanya dalam sehari tidak akan cukup. Apalagi notabene dirinya paling anti membaca. Jangankan membaca buku non fiksi seperti ini, membaca novel romance tentang CEO yang digandrungi kaula muda dan ibu - ibu apalagi berlabel adult story saja dirinya juga malas. Baginya daripada membaca sederet tulisan yang membuatnya ngantuk dan matanya minus, lebih baik melihat langsung saja.

Maksudnya menonton versi film daripada novel. Hehe

Tak berselang lama, di tengah keheningan perpustakaan itu, tiba - tiba terdengar suara bisik - bisik yang awalnya begitu lirih, tetapi jika dilakukan oleh banyak orang pasti tetap akan menimbulkan suara yang mengganggu. Kebisingan lirih yang mengganggu saat nyaris sebagian besar siswi di akademi ini tampaknya berbondong - bondong memasuki perpustakaan.

Hal yang tentunya jarang terjadi mengingat setiap asrama baik asrama putri maupun asrama pria juga pasti memiliki ruang perpustakaannya sendiri. Ya meski tidak sebesar perpustakaan untuk umum yang berada di lingkup Black Militer, tetapi setidaknya di sana sudah menampung banyak buku - buku yang para murid akademi inginkan. Biasanya anggota Black Militer baik perempuan maupun laki - laki hanya akan menggunakan perpustakaan ini untuk mencari buku - buku kuno atau yang tidak ada dalam kedua perpustakaan mereka. Dan itu tentunya hanya beberapa orang saja yang mencari, bukan sebanyak ini.

Tak mungkin hampir sebagian besar siswi datang ke perpustakaan ini untuk mencari buku yang tidak ada kan? Atau mereka datang karena alasan lain?

"Mereka datang ke sini pasti untuk tebar pesona." Sabin mengerut kesal melihat berbondong - bondong perempuan datang ke sini sok mempunyai kepentingan, "Dasar perempuan - perempuan gatal." Dengkusnya.

Sherly menoleh ke arah barisan perempuan - perempuan itu. Lalu pandangannya bergulir ke kanan, di sana_ ada segerombolan murid laki - laki pasukan inti Black Militer. Mereka seperti yang dilakukan orang pada umumnya duduk dengan tenang sembari membaca buku. Beberapa perempuan ada yang sengaja duduk di dekat mereka.

Ahh Sherly mengerti sekarang, mereka sengaja mencari perhatian. Mungkin memang sengaja cuci mata. Berharap mendapat satu atau dua nomer kontak mereka untuk berkencan.

'Dasar anak - anak.' Batinnya menggeleng.

Ahh, bukan hanya itu ternyata. Alasan utama mereka datang kemari ialah karena laki - laki yang duduk menyendiri di kursi paling pojok. Meskipun mencoba untuk mengucilkan diri, namun wajahnya yang berbeda dari para pria dan sangat mencolok membuatnya langsung menjadi pusat perhatian. Siapa lagi kalau bukan Maxwell Fringer, entah sejak kapan pria itu sudah duduk di sana.

Lelaki itu kini tampak tak nyaman saat beberapa wanita mulai mendekatinya. Dia mendengkus dan semakin merapatkan tubuhnya ke pojokan kala tiga wanita mulai duduk di sampingnya mencoba mengajaknya mengobrol. Dan herannya para gadis itu seakan tak punya malu untuk menunjukkan perasaannya. Mereka dengan terang - terangan menatap Maxwell dengan sorot memuja, ada yang wajahya memerah nyaris seperti orang kelaparan. Ada yang berteriak histeris, ada yang seketika menghela nafas lega bisa melihat Maxwell, padahal mereka ada di kelas yang sama. Mereka seolah akan mati bila tak bertemu lelaki itu barang sehari saja.

Benar - benar gadis - gadis muda ini. Sungguh di luar nalar sekali.

"Dasar perempuan - perempuan tidak punya malu." Sabin menggerutu. Dia menggigit ujung bibirnya sembari meremat roknya. Menatap sinis kepada perempuan - perempuan yang terang - terangan mencoba mendekati Maxwell, "Maxwell tidak akan tertarik pada kalian, bodoh. Dia hanya menyukai satu orang."

Black MilitaryDonde viven las historias. Descúbrelo ahora