15.Penindasan yang sebenarnya (B)

801 127 21
                                    


Sherly tentu saja tersentak ketika sosok yang dimaksud di kertas itu tiba - tiba telah muncul di depannya. Wanita itu segera berdiri saat Leon menatapnya dengan aura permusuhan yang sangat kental.

Sherly sadar bahwa sekali lagi ia telah menyulut emosi lelaki itu.

“Dasar wanita menyebalkan, kau tetap tidak mau keluar dari sini ya?” Leon bertanya lambat - lambat. Nada suaranya nyaris seperti desisan ular yang hendak menerkam mangsa. Netra birunya berkilat mengawasi Sherly yang berdiri dua langkah di depannya.

Perempuan itu tampak tidak terintimidasi olehnya. Gadis itu malah mendongak, menatapnya tepat di matanya dan lagi - lagi dengan berani seolah ingin menantangnya.

Ohh ya ampun, melihat ada orang yang lebih muda darinya tak bersikap sopan, membuat Sherly benar - benar sedikit jengkel. Ia mendengkus, balas menatap netra blue savier tepat di depannya. Ingin sekali dia memarahi anak ini dan mengatakan bahwa kau seharusnya bersikap sopan padaku! Tetapi tidak bisa, meski Leon jauh lebih muda darinya, tetapi tubuh pria itu lebih tinggi darinya dan tegap. Sherly akan kalah jikalau dengan tega lelaki itu akan memukulnya atau melakukan kekerasan fisik lainnya.

“Kenapa aku harus menurutimu?” Balas Sherly. “Hanya karena kau meminta lalu mengancam ku dengan tindakan kekanak - kanakan seperti ini, tidak berarti aku akan mudah menurutimu bukan?” Ya, apalagi dirinya ke sekolah ini memang bukan atas kemauannya. Kalau tidak demi satu miliar untuk ganti rugi rumah serta lukisannya yang rusak, dia juga tidak mau repot - repot ke sekolah ini. Imbuhnya dalam hati.

‘Heh…’ Sudut bibir Leon terangkat. Lelaki itu dengan tenang menyilangkan kedua tangan di depan dada. Sorot matanya yang tadi sempat membara, kini pelan - pelan meredup. Tubuhnya yag tadi sempat kaku, perlahan menjadi rileks seolah sudah bisa menduga akan reaksi yang Cecil berikan padanya. Dari pengalamannya membully gadis ini, Cecil tampak tidak merespon apapun dan kehidupan wanita itu seolah baik - baik saja, penuh ketenangan dan terlihat santai menghadapi masalah bully yang menimpa dirinya seolah bukanlah sesuatu yang perlu dipikirkan.

Perempuan yang satu ini memang tipe perempuan yang hidupnya selalu dibuat mudah. Seperti misalnya jika lapar ya makan, jika mengantuk ya tidur, jika jatuh tinggal bangkit lagi. Ya, sesuatu seperti itu tanpa terlalu memikirkan segala masalah apapun yang meninmpa menjadi suatu beban berat.

Intinya, dia adalah tipe orang yang menyepelekan atau menggampangkan sesuatu tanpa peduli resikonya.

"Sudah ku duga, reaksimu akan seperti ini.” Leon terkekeh. Pria itu maju satu langkah, setengah menunduk mensejajarkan tingginya, dia berkata, “Cecil, kau adalah perempua yang sedikit pintar memang.”

“Tapi….. kau belum tahu siapa aku kan?” Nada suara Leon kali ini terdengar renyah namun itu bukanlah hal yang menyenangkan untuk didengar. Justru nada yang seperti adalh jenis suara yang lebih harus diwaspadai ketimbang suara dingin mencekam. Ditambah dengan seringaian yang muncul di sudut bibir pria itu membuat Sherly entah kenapa harus mempersiapkan jantungnya untuk tak tiba - tiba tersentak.

“Aku bukanlah pria yang murah hati.” Manik biru Leon bergerak. Melirik ke arah belakang Sherly.

Perempuan itu menoleh, mengikuti pandangan Leon. Manik kelamnya melebar kala di belakangnya, Trinity dan dua orang lainnya tengah menyeret Sabin membuat perempuan itu tersungkur dengan tali yang membelit kedua lengannya. Mulut Sabin ditutup plester, tubuhnya gemetar, netra hijaunya berkaca - kaca ketakutan.

Black MilitaryWhere stories live. Discover now