62. Maria dan Maxwell (B)

159 46 10
                                    

"Maxwell, kenalkan! Dia Maria~."

"Mulai sekarang dia adalah adikmu."

Anak sembilan tahun itu terdiam menatap gadis bergaun putih dengan bando merah menghias rambutnya. Perempuan yang ayahnya perkenalkan sebagai adiknya itu tampak seusia dengannya. Hanya saja  memiliki tinggi sebatas pundaknya.

Penampilan anak perempuan itu sangat rapi. Gaun putihnya begitu licin, sama sekali tak ada jejak - jejak kusut di sana, pun dengan rambut hitam sebahunya yang begitu lurus hingga sama sekali tidak terlihat ada anak - anak rambut yang menjuntai. Secara keseluruhan, gadis kecil di depannya ini tampak seperti seorang princes. Anak bangsawan manja yang sama sekali tak pernah tercemar.

Maxwell kecil hanya menipiskan bibirnya kemudian melengos dengan ekspresi acuh tak acuh ketika Maria mengulurkan tangan padanya. Dia memilih pergi begitu saja tanpa mengatakan sepatah katapun membuat Maria yang tengah tersenyum hendak memperkenalkan diri hanya bisa membeku saat sadar bahwa anak laki - laki di depannya sama sekali tidak menyukainya. Lebih tepatnya menolak keberadaannya sebagai saudara baru.

"Maxwell, kau ini benar - benar." Tuan Fringer mendesis. Sedikit marah dengan kelakuan puteranya yang sama sekali tak menunjukkan keramahan.

Bagaimanapun mulai hari ini mereka akan menjadi sebuah keluarga baru. Tidak ada kata orang asing lagi di dalam mansionnya saat dia memperkenalkan Keila Wenberg sebagai istrinya yang akan menjadi ibu baru bagi puteranya. Pun dengan Maria yang akan dia anggap sebagai puteri kandungnya sendiri.

Maria dan Maxwell sama - sama sebaya dan mereka harusnya bisa menjadi saudara yang baik serta teman yang cocok agar puteranya juga tidak sendirian lagi.

Namun sejak awal ketika dia berencana menikah lagi, putera kecilnya itu sudah menunjukkan ketidak setujuan.

"Maafkan Maxwell ya! Dia memang seperti itu. Jarang bicara dan memang susah bergaul. Tapi sebenarnya dia anak yang baik kok." Tuan Fringer berlutut meminta maaf. Dia tampak merasa bersalah dengan semua ini. Pertemuan pertama yang seharuanya menjadi hangat, malah menjadi dingin.

Dia juga merasa tak enak kepada istrinya yang saat ini juga menampilkan raut merasa bersalah.

Maria memandangi tuan Fringer lalu ibunya kemudian mengangguk, "Ya, saya mengerti paman."

Mr. Fringer seketika menghela nafas lega, "Ku harap kalian bisa menjadi saudara yang baik nantinya." Ucapnya.

Dan pertemuan pertama mereka sebagai keluarga berlangsung dengan suasana yang dipaksakan hangat.

Masih tidak ada penerimaan.

***

"Heh, kau pikir aku juga mau menjadi saudara mu? Aku terpaksa."

Maria kecil berteriak marah ketika baru saja melemparkan sesuatu ke arah Maxwell.

Ini sudah tiga bulan sejak mereka tinggal bersama sebagai saudara di mansion mewah keluarga Fringer. Namun tuan muda pemilik asli mansion ini sama sekali tidak pernah bicara padanya.

Jangankan membalas sapaannya, bahkan Maxwell tidak pernah sekalipun sekedar tersenyum maupun mengangguk untuk membalas sapaannya.

Lelaki itu selalu mengabaikannya seolah menganggapnya tidak pernah ada. Pun Maxwell juga seakan meniadakan keberadaan ibunya.

Seberapa kalipun Maria mencoba menjadi pribadi yang sopan, ramah dan berusaha untuk memberikan kesan baik, tapi tetap saja Maxwell selalu mengacuhkannya dan membuang muka.

Black MilitaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang