Chain In The Dark .BTS

Por HanKook-ie

1.3M 142K 36.9K

[COMPLETE, CHAPTERED] . . . SUMMARY : Kim Eunha, 22 tahun. Seorang gadis terbelenggu di dalam kegelapan yang... Más

Prologue.
Visual.
Chapter 1 : Marriage?! Pt.1
Chapter 2 : Marriage?! Pt.2
Chapter 3 : Marriage?! Pt.3
Chapter 4 : Promised
Chapter 5 : The Invitation Card
Chapter 6 : Hug
Chapter 7 : Size
Chapter 8 : Melody
Chapter 8,5 : Their First Meet.
Chapter 9 : Shopping
Q&A
Chapter 10 : Mr. and Mrs. Foxs
Chapter 11 : Divorce
Chapter 12 : Little Jeon.
Chapter 13 : Zero.
Chapter 13,5 : Kim Siblings
Chapter 15 : Sake.
Chapter 16 : Mark.
Chapter 17 : Contract.
Chapter 17,5 : Kim Taehee
Chapter 18 : Jealous.
Chapter 19 : Thinker
Chapter 20 : Regret
Chapter 21 : Past.
Chapter 22 : Pads.
Chapter 22,5 : Their Eyes.
Chapter 23 : Nephew.
Q&A (pt.2)
Chapter 24 : Nephew Pt.2
Chapter 25 : Effort.
Chapter 26 : Time.
Chapter 27 : Confession.
Chapter 27,5 : Between Ahn and Min
Chapter 28 : Truth.
Chapter 29 : Sick.
Chapter 30 : That Feels.
Chapter 31 : Situation
Chapter 32 : Responsible.
Chapter 33 : His Smile.
Chapter 34 : His Little Sister.
QnA (pt.3)
Chapter 35 : Worried.
Chapter 36 : Confused.
Chapter 36,5 : The Secret Has Been Uncovered (Pt.1)
Chapter 37 : Plan.
Chapter 38 : Taehyung's Biggest Project : Step One.
Chapter 39 : Taehyung's Biggest Project : Step Two.
Chapter 40 : Taehyung's Biggest Project : Step Three.
Chapter 41 : Temptation for Mr. Jeon.
Chapter 41,5 : The Secret Has Been Uncovered (Pt.2)
Chapter 42 : Taehyung's Biggest Project : Last Step.
Chapter 43 : Name Card.
Chapter 44 : Make A Baby?
Chapter 45 : Cuddle Time
Chapter 46 : A Trouble.
Chapter 47 : Mine.
Chapter 48 : Sweet life.
Chapter 49 : Monkey Jeon.
Chapter 49,5 : The Secret Has Been Uncovered (Pt.3)
Chapter 50 : I Love You.
Chapter 51 : Awkward.
Chapter 52 : Lost Contact.
Chapter 53 : Ticket.
Chapter 54 : Eunha's Little Secret.
Chapter 55 : A Treasure.
Chapter 56 : Naughty.
Chapter 57 : Something Happened.
Chapter 58 : Peculiarity.
Chapter 59 : Good Night Kiss.
Terrae Spin Off : COELUM
Chapter 60 : Step One.
Chapter 61 : Step Two.
Chapter 62 : Hurts.
Chapter 63 : Let Me Tell You.
Chapter 64 : Missing U.
Chapter 65 : Sweet Thing.
Chapter 66 : Nervous.
Chapter 67 : You Can Hate Me.
Chapter 67,5 : Their Past.
Chapter 68 : Quiet Day.
Chapter 69 : Bomb.
Chapter 70 : Sorow.
Chapter 71 : Wish There's A Rainbow After Storm.
Chapter 72 : Kidnapper!
Chapter 73 : Clarification.
Chapter 74 : Headache.
Chapter 75 : The Last.
Hallo!

Chapter 14 : Lie.

17.9K 1.9K 213
Por HanKook-ie

WARNING!!! Ranjau alias Typoo(s) bertebaran dimana-mana.

.
All Bangtan's member © Bighit Ent.
.
Chain In the Dark © @hankook-ie
.

Hankook-ie's story, start.
Enjoy it :)
.
.

Chapter 14 : Lie.

Bagi sebagian orang, makan malam bersama itu merupakan hal yang wajib dijalankan dirumah. Tidak perduli seberapa sibuk dan padat jadwal kerjanya, orang-orang itu akan berusaha pulang tepat waktu untuk makan malam bersama keluarga.

Sudah sangat lama sejak terakhir kali Jiyeon makan malam bersama keluarganya. Terakhir kali mungkin tiga tahun lalu? Entahlah. Jiyeon tidak pernah menghitungnya.

Di Irlandia, Jiyeon tidak memiliki teman akrab yang bisa diajak makan bersama. Disana, dia harus melindunginya sendiri dari hal-hal yang tidak diinginkan. Salah satu caranya adalah membatasi pergaulannya.

Bukan. Bukan berarti Jiyeon menjadi mahasiswa kutu buku yang bahkan tidak dianggap keberadaannya. Jiyeon berteman dengan teman-temen sekelasnya, tapi tahap pertemanan mereka belum dikategorikan hingga dapat makan malam bersama.

Berbeda dengan makan siang yang memang dilalukan bersama teman dan bahkan dengan dosen ataupun seniornya, Jiyeon selalu makan malam sendirian di flatnya. Yah, ditemani Taco, landaknya.

Hal yang tidak pernah dibayangkan oleh Jiyeon malah terjadi sekarang. Dia makan malam dengan keluarga atasannya. Dirumah keluarga mereka pula! Entah kenapa Jiyeon merasa seperti dijebak dalam permainan Jimin seperti yang dia lihat di drama-drama. Dimana sang lelaki dipaksa menikah dan akhirnya dia frustasi hingga membawa wanita ke orang tuanya, mengenalkan wanita yang bukan siapa-siapa itu sebagai calon menantu ibunya. Kemudian mereka akan membuat kesepakatan tertulis seperti kontrak pernikahan palsu dan akhirnya mereka jatuh cinta satu sama lain hingga seonggok kertas bertanda tangan itu tidak lagi memiliki arti.

Beruntung bagi Jiyeon karena tidak ada yang membicarakan kata menantu disini. Baik Jimin maupun Ibunya.

Saat melihat Jiyeon tadi, ibu Jimin hanya tersenyum tulus dan menyambut kedatangannya, mengajaknya berkenalan, menanyakan apakah Jiyeon mau membantunya menghias cup cake yang baru dikeluarkan dari oven. Tawaran yang pastinya tidak akan ditolak Jiyeon.

Jimin naik ke kamarnya dan keluar saat meja makan sudah ditata rapi. Rambutnya sedikit basah dan dia sudah berganti pakaian, pertanda bahwa dia sudah mandi.

Hanya ada mereka berempat. Jiyeon, Jimin, Jihyun, dan ibu mereka yang sangat cantik. Kata ibu Jimin, Suaminya sedang bertugas di luar negeri. Itu menjadi jawaban atas ketidakhadiran sang kepala keluarga di meja makan yang besar ini.

Bicara soal drama yang Jiyeon pikirkan tadi, sepertinya itu tidak akan terjadi. Jimin memperkenalkan Jiyeon sebagai sekretaris di Hades, bukan calon menantu. Ibu Jimin sendiri hanya tersenyum dan berkata semoga Jiyeon betah bekerja disana dengan atasan temperamen seperti Jimin.

Makan malam itu terasa hangat. Entah kenapa Jiyeon jadi merindukan suasana rumahnya ketika dia dan kakaknya berebut potongan terakhir kue dimeja makan, berakhir dengan teguran ayahnya hingga akhirnya Jiyeon harus mengalah pada In-Guk yang keras kepala.

Ah... sepertinya Jiyeon harus memaksa kakaknya untuk pulang lebih awal setiap malam.

"Aku akan mengantarmu," kata Jimin saat Jiyeon pamit pulang. "Aku yang membawamu kemari. Jadi aku punya kewajiban untuk mengantarmu pulang sampai rumah dengan selamat."

Sebenarnya Jiyeon hendak menolak tawaran atasannya dengan dalih lokasi halte hanya beberapa ratus meter dari rumah ini, namun tatapan ibu Jimin membuatnya tidak kuasa mengeluarkan kata-kata.

"Biarkan Jimin mengantarmu. Kau itu wanita, tidak baik pulang sendirian malam-malam."

Jiyeon hanya bisa tersenyum menanggapi ibu Jimin. Laki-laki itu sendiri melesat masuk ke kamarnya untuk mengambil kunci mobil, sementara Jiyeon dan ibu Jimin berdiri di depan teras.

"Kau gadis yang baik, Jiyeon-a. Aku akan sangat senang jika kau mau mengunjungiku lagi lain waktu. Kau tahu, sangat membosankan menjadi satu-satunya perempuan di keluarga ini. Tidak ada yang bisa kuajak memasak atau bahkan berkebun bersama," kata ibu Jimin sendu dan menggenggam tangan Jiyeon.

Jiyeon tersenyum manis, membalas genggaman tersebut kemudian berkata, "saya akan berkunjung kemari lain waktu, nyonya."

Mudah bagi Jiyeon untuk mengiyakan permintaan ibu dua anak yang memasuki kepala lima. Entah kenapa, bersama ibu Jimin dia bisa mengobati kerinduannya pada sang ibu.

"Saya permisi dulu," ujar Jiyeon setelah melihat Jimin berjalan kearahnya.

***

Sebulan seharusnya waktu yang cepat. Semakin cepat waktu berlalu, semakin cepat pula dia bisa terlepas dari pria rubah bertopeng kelinci disampingnya.

Sudah seminggu sejak mereka membuat kesepakatan bodoh itu, dimana Jungkook akan menceraikan Eunha dalam kurun waktu sebulan jika gadis itu bisa menjaga kuasanya.

Sudah tujuh hari. Tinggal dua puluh tiga hari lagi. Oh, Eunha tidak sabar untuk cepat-cepat berpisah dari Jungkook dan berlibur ke Bora bora island untuk merayakan kebebasannya.

Untuk label janda, Eunha tidak pusing-pusing memikirkannya. Pasalnya, jikapun Eunha janda, dia akan tetap eksis diselamatkan oleh umur dan karirnya yang gemilang.

'Uhh~ sabar Kim Eunha. Hanya tinggal lima ratus lima puluh dua jam lagi. Kebebasanmu di depan mata, yeah.'

Eunha tersenyum puas dan menendang-nendang selimutnya saat membayangkan laut bora-bora memanjakan matanya.

"Kau gila atau kerasukan?"

Itu suara Jungkook. Eunha spontan diam dan menyingkap selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Jungkook disana, di dekat lemari. Pria itu membuka jas dan menggantungnya, kemudian melonggarkan ikatan dasi serta menyingsingkan lengan bajunya. Jungkook menjatuhkan bokongnya ke sofa bulat di dekat kasur, mengambil botol air mineral diatas nakas dan melepaskan dahaganya hingga air di salam botol kandas setengah.

Eunha merengut. Apapun yang Jungkook lakukan tampak menyebalkan dimatanya. Sangat menyebalkan.

"Cih," cibir Eunha seraya bangkit dan berjalan ke arah pintu, menarik kopernya ke depan lemari. "Bukan urusanmu."

"Masukkan bajuku juga."

"Malas. Masukkan sendiri."

"Kau tahu aku ini pria, 'kan?"

Eunha menghela napas. Dia menatap Jungkook jengah. Kenapa pria sering kali menjadikan gender sebagai alasan? Memangnya yang bisa memasukkan baju ke dalam lemari itu hanya wanita?

Baru saja Eunha membuka mulutnya dengan kekesalan yang sampai di ubun-ubun, Jungkook langsung menjawab cepat. "Baiklah, baiklah. Biar ku masukkan sendiri."

Eunha mengernyit heran. Oh, seandainya saja Jungkook bersikap patuh setiap hari. Eunha yakin dia akan terbebas dari penyakit darah tinggi.

Setalah menelan tegukan terakhir air di dalam botol, Jungkook berdiri dan mengambil kopernya. Membawa koper yang lumayan besar itu ke samping Eunha dan duduk di bersila di samping istrinya.

"Permisi, ini tempatku. Kau bisa pakai disebelah sana."

Eunha menunjuk lemari disebelahnya. Namun Jungkook menggeleng.

"Aku ingin menggantung bajuku. Itu lebih mudah."

Hmm, Eunha menarik pemikirannya tadi. Jungkook tetaplah seorang pria batu.

Eunha memilih diam. Lemari disini cukup besar. Lagipula Eunha tidak membawa banyak pakaian. Tiga long dress, tiga piyama, lima pasang pakaian santai, satu bikini, dan pakaian dalam untuk empat hari di pulau Jeju.

Yah ... ini adalah saat dimana Eunha harus melatih aktingnya menjadi istri idaman. Dia harus bersikap manis di depan semua calon investor Jungkook. Ah, memikirkannya saja sudah membuat Eunha sakit kepala.

Yup! Benar.

Ini adalah bagian dari kesepakatan mereka. Jungkook menemani Eunha ke pesta, Eunha menemani Jungkook ke rapat tak resmi berlabel liburan di pulau Jeju.

Mereka baru sampai tadi sore, penerbangan yang ditunda karena angin kencang, membuat Jungkook terlambat hadir di meeting yang ditentukan sore tadi. Begitu sampai di resort yang menjadi tempat perjanjian, Jungkook langsung bergegas menuju ruang meeting bahkan tanpa mengganti bajunya.

Eunha akui, Jungkook itu sangat bertanggung jawab. Walau meeting kali ini hanya dihadiri oleh beberapa staff karena memang tamu penting akan datang besok, Jungkook tetap menghargai waktu yang telah diluangkan oleh para pegawainya.

Setelah berunding dan mengatur jadwal, Jungkook kembali ke kamarnya untuk beristirahat. Beruntung baginya mendapati kekonyolan Eunha yang pastinya tidak akan ditunjukkan dihadapannya. Setidaknya, setengah dari rasa lelahnya hilang seiring sebuah senyuman terukir apik di wajahnya.

Eunha melirik Jungkook yang tengah memasukkan pakaiannya. Pria itu bergerak lamban. Dia berantakan dan jelas kelelahan. Entah rasa apa yang menyelinap di relung hati Eunha hingga dia menyesal tidak menuruti Jungkook untuk memasukkan pakaian pria itu juga.

"Letakkan disitu. Akan ku susun setelah pakaianku."

Jungkook menatap Eunha heran, sementara yang ditatap tetap menaruh atensinya pada beberapa pakaian yang perlu dilipat ulang.

"Kau ... mau membantuku?" Tanya Jungkook kurang yakin.

Eunha terdiam. Gadis itu sendiri kurang yakin dengan apa yang dilakukannya sekarang. Dia? membantu Jungkook tanpa imbalan apapun? Wah, kemajuan besar. Anggap saja ini sebagai rasa simpati Eunha di sebulan terakhir perpisahan mereka.

"Apa? Aku? Oh, tidak, tidak. Jangan salah paham. Aku memasukkan bajumu agar kau bisa bergegas mandi. Kau tahu? Kau itu bau sekali. Ya ampun, kepalaku sampai pusing."

"Tsk!"

Jungkook menyeringai tipis. Ya Tuhan, pipi Eunha memarah. Jelas dia berbohong. Jungkook memilih diam dan mengangguk sambil tersenyum manis. Pria itu menggigit bibirnya dan menatap Eunha geli, kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya. 

"Yasudah. Aku mandi dulu. Jangan mengintip," kata Jungkook sambil berlalu. 

Eunha mendegus. Gadis itu melampiaskan kekesalannya dengan meniup poni yang menutupi keningnya. Jauh-jauh dari Jungkook adalah hal utama yang harus dilakukan sekarang. Demi kestabilan tekanan darahnya, demi kesehatan jantungnya, serta demi kesehatan matanya yang sangat dia jaga. Eunha harus bisa mendapatkan kontrol atas seluruh tubuhnya kembali.

Belakangan ini, Eunha merasa tubuhnya mengkhianatinya. Matanya terus melihat ke arah Jungkook saat pria tersebut olahraga, padahal otaknya memerintahkan mata Eunha untuk fokus pada buku yang ada dipangkuannya. Itu baru satu. Kalian akan terkejut jika Eunha menyebutkan yang lainnya.

Jelmaan siluman rubah tersebut masuk ke dalam kamar mandi, Eunha memanfaatkan hal ini untuk menyusun pakaian dalamnya sesegera mungkin. Dia tidak ingin mengambil resiko seperti menyusun pakaian dalam saat Jungkook disampingnya. Jungkook itu mesum, jadi Eunha harus bersikap siaga jika tak ingin pakaian dalamnya dijadikan bahan pembicaraan. Pakaian dalam wanita adalah topik terburuk untuk dibahas, itu memalukan. Setidaknya itulah yang Eunha pikirkan.

Selesai dengan pakaiannya, Eunha melihat isi koper Jungkook. Yah, tidak jauh-jauh dari kemeja, jas, kaus, dasi, celana panjang, dan lain-lain. Eunha menggantukan jas Jungkook, juga menyusun kemeja, kotak dasi, celana, dan pakaian lainnyaㅡ kecuali dalamanㅡ ke dalam lemari. Jungkook keluar kamar mandi tepat saat Eunha menggantung jas terakhir. Seperti biasa, Jungkook basah dengan lilitan handuk di pinggulnya.

"Mana celana dalamku?" Tanya Jungkook seraya menghampiri Eunha yang masih duduk di dekat koper.

Eunha melotot, wajahnya menjadi lucu dengan raut muka terkejut bercampur jengkel akibat pertanyaan yang Jungkook lontarkan. "Cari saja sendiri! Kenapa kau tanya padaku?!" Serunya ketus.

"Kau yang menyusun pakaianku." Jungkook berujar santai. Perkataan Jungkook ada benarnya. Pria tersebut mengarahkan pandangannya ke laci, bergerak meraih laci tersebut.

"Hei!" Eunha memukul tangan Jungkook cepat. "Dalamanmu masih di koper. Ini laciku, kau pakai laci yang itu!"

Jungkook menyipitkan matanya sebelum tersenyum jahil. "Kau tidak ingin memasukkan dalamanku ke dalam tempat yang sama dengan dalamanmu?"

"Astaga. Pembahasan apa ini. Diam dan urus dalamanmu sendiri!" Eunha mendegus kesal. Dia bangkit dan berjalan cepat ke arah ranjang. Wajahnya memerah dan panas. Ya ampun. Eunha benar-benar malu.

Di sisi lain, Jungkook terkekeh pelan dan mengambil dalaman dalam kopernya, menyusun pakaiannya itu kedalam laci yang Eunha tunjuk dan mengambil celana pendek untuk dikenakan tidur.

Pria itu kembali masuk ke kamar mandi guna memakai pakaiannya, kemudian keluar dengan keadaan lebih kering dari sebelumnya. Saat dia melihat Eunha, gadis itu sudah tertidur dengan rubik di tangannya. Jungkook tersenyum, dia bergerak ke ranjang dan membenarkan posisi tidur Eunha yang jauh dari kata baik. 

Jungkook menatap rubik yang kini di tangannya. Kurang dari lima menit, rubik yang tadinya masih tersusun dengan warna sama pada satu sisi, kini terselesaikan.

Jungkook meletakkan rubik tersebut di atas nakas. Matanya menatap wajah damai Eunha yang menggemaskan. Jungkook tidak bisa menahan tangannya untuk tidak menyentuh wajah yang sudah menjadi favoritnya sejak bertahun-tahun lamanya. Jungkook tersenyum tipis saat Eunha merapatkan dirinya ke arah Jungkook secara tak sadar. Ia menepuk-nepuk punggung istrinya perlahan, guna memberikan kenyamanan lebih dalam tidurnya.

"Jika aku menepuk bokongmu seperti saat kau tidur siang dulu, aku yakin kau akan mengamuk," bisik Jungkook. "Ada banyak yang ingin ku ceritakan, tapi keadaanmu tidak memungkinkan untuk itu."

"Di satu sisi, aku ingin kau kembali mengingatku, mengingat kelakuan manjamu saat bersamaku. Namun disisi lain, aku takut. Ketika kau mengingat masa kecilmu, aku takut kau akan terluka lebih banyak, terjatuh lebih dalam. Melihatmu menangis dan terus-terusan menyalahkan dirimu sendiri itu membuatku tidak bisa bernafas. Jadi, begini lebih baik. Tidak perlu mengingat oppa, Eunnie-ya. Oppa hanya perlu membuatmu kembali ke pelukan oppa tanpa mengingat masa lalu yang kau lupakan itu."

Jungkook tersenyum hambar dan mengecup kening Eunha dengan hati-hati, sementara yang dikecup larut dalam mimpi yang menghanyutkannya lebih dalam lagi. Lebih dalam ... hingga dia terlena, tak bergerak seakan mati.

***

Manusia kerap kali berbohong dalam hidupnya. Tiada hari tanpa berbohong. Terutama para wanita, gender yang satu ini malah terkenal dengan ucapan yang berlainan makna.

'Aku tidak apa-apa.'

'Aku tidak terluka.'

'Aku membencimu.'

Kalimat-kalimat tersebut adalah hal yang paling lumrah diucapkan.

Ada berbagai jenis kebohongan. Semuanya tergantung kebutuhan. Tergantung situasi. Orang yang sedang diet mengatakan 'aku tidak lapar.' untuk menolak makanan yang ditawarkan. Siswa pemalas mengatakan 'Aku sakit perut.' demi menghindari pelajaran yang tidak disukainya. Mereka berbohong. Jelas berbohong. Berbohong menurut kebutuhan masing-masing.

Minjin bukanlah siswa nakal semasa sekolah. Dia tidak pernah berbohong untuk menyelamatkan dirinya dari guru killer ataupun meminta izin ke toilet saat ujian untuk melihat contekan. Minjin itu murid yang pintar dan taat peraturan. Sangking  ta'atnya, pernah sekali waktu Minjin dijauhi teman-temannya lantaran mengadukan pembullyan di dalam kelas.

Bagi Minjin, tidak ada alasan baginya untuk berbohong. Sampai satu tahun lalu, Minjin tidak pernah merasakan dorongan yang mengharuskannya berbohong pada orang lain.

Yah, semuanya berubah saat negara api menyerang.

Ini terlalu dramatis. Satu tahun lalu, dalam kurun waktu satu setengah bulan, Minjin merasa hidupnya berubah empat puluh lima derajat. Sedikit miring. Apabila diibaratkan pada sebuah bukit, masih bisa dipanjat namun sulit. Menguras tenaga berkali lipat banyaknya.

Empat puluh dua hari tepatnya dari awal semua itu dimulai. Ketika dia ditunjuk menjadi mentor seorang perawat magang yang kemampuannya dibawah rata-rata. Ayolah, perawat jenis apa yang tidak berani memegang suntik?! Bahkan asisten dokter kecantikan saja harus mahir menyuntik jerawat para istri pejabat. 

Minjin ingat betul hari dimana mereka pertama kali bertemu. Pria itu bertingkah konyol hingga Minjin bisa tertawa lepas sampai-sampai perutnya sakit. Pria itu juga bersikap begitu menggemaskan saat merengek tak ingin ditugaskan menyuntik pasien. Yang paling lucu adalah ketika pria yang kelihatan lebih tua darinya itu menjerit ketakutan saat Minjin dan dia berlatih suntik. 

Tapi semua itu bohong.

Jung Hoseok berbohong pada Go Minjin. 

Sebuah kebohongan yang besar.

Tidak ada Hoseok yang konyol. Minjin melihat tatapan jenaka itu berubah menjadi mata elang yang menakutkan. Begitu sigap dan dingin.

Tidak ada Hoseok yang merengek hanya karena jarum kecil. Minjin melihat tangan hangat itu bahkan tak gemetaran menikam lawan.

Tidak ada Hoseok yang menjerit hebat saat tubuhnya merasakan sakit. Minjin melihat Hoseok bahkan tidak meringis saat timah panas mengenai lengannya.

Hoseok yang Minjin kenal selama ini hanyalah sebuah kebohongan. Tipu musihat untuk mengecoh dirinya demi informasi yang dia inginkan. Minjin dipermainkan. 

Rasanya begitu sakit ketika orang yang diapercayai ternyata hanya berpura-pura baik padanya. Suatu kepura-puraan yang pria itu tunjukkan demi kepentingan dirinya sendiri.Tidak perduli seberapa kejam tindakannya.  Tidak perduli seberapa sakit Minjin saat mengetahui kenyataannya. Yang dilakukan Hoseok adalah membohongi Minjin. Walau berkali-kali gadis itu mencoba menelaah. Faktanya, Jung Hoseok telah memanfaatkan Go Minjin. Menipunya. 

Kejadian ini menggoncangnya. Minjin menjadi cenderung bertindak impulsif. Minjin tidak ingin lagi percaya pada orang orang-orang baru disekitarnya. Minjin terlalu takut untuk kembali ditinggalkan. Dimanfaatkan. Dibohongi.

Tindakannya tersebut tak ayal menciptakan dorongan kuat bagi Minjin untuk ... berbohong.

Pada saat rekan barunya mengajak makan malam, misalnya. Minjin akan membuat seribu satu alasan pada rekannya. Makan malam bersama itu simbol tak langsung dari kedekatan. Minjin tidak ingin terlalu dekat dengan orang lain selain mereka yang yang berhubungan darah dengannya. 

Minjin juga kerap kali merasakan dorongan berbohong untuk meyakinkan orang-orang bahwa dia baik-baik saja. Namun sebenarnya, ada sakit yang lebih buruk dibandingkan luka tikam di perutnya saat itu. Perasaannya. perasaan hancur tak berbentuk. Menyisakan puing-puing tajam yang terus-terusan menyebabkan luka di relung dadanya.

"Minjin-a ... kau tidak apa-apa?"

Minjin tersenyum saat sepupunyaㅡ Ahraㅡ bertanya sembari ikut merebahkan punggungnya ke atas kasur. "Hmm, aku baik."

Lagi, dia berbohong.

Ahra mendesah kasar. Matanya menatap lurus kearah langit-langit kamar. "Semenjak bertemu dengan perawat gadungan itu kau jadi lebih diam. Tidak seru."

"Jangan khawatirkan aku, pikirkan saja skandalmu bersama idol terkenal itu."

Ahra terdiam. Dia bahkan tidak mempu menjawab perkataan Minjin mengenai skandalnya.

Melihat sepupunya yang diam tak menanggapi, Minjin tersenyum tipis. Ditariknya pipi tirus Ahra hingga gadis itu mengaduh. "Pria memang brengsek, Ahra-ya."

"Aku setuju."

"Kapan kau datang untuk kesepakatan itu?"

"Besok. Besok kami membicarakan itu dengan wakil direktur. Astaga aku masih tidak habis pikir dengan senior itu! Bisa-bisanya dia menciumku di depan staff," kata Ahra terdengar frustasi.

Minjin terkekeh pelan. Gadis itu bangkit dan melangkahkan kakinya ke arah rak buku. "Kurasa dia menyukaimu," kata Minjin sambil menarik sebuah buku berkuran sedang berisi resep makanan.

"Jangan bahas itu. Ya Tuhan, aku jadi ingin makan orang." Ahra menendang selimut dengan kakinya. Gadis itu mengacak-acak rambut yang digerai hingga terlihat lebih berantakan dari sebelumya.

"Dari pada kau masuk penjara, lebih baik kita coba resep baru ini, bagaimana?"

"Ide bagus."

***

Untuk yang kesekian kalinya, Eunha bangun saat hidungnya menangkap aroma sabun Jungkook yang begitu khas, menguar di penjuru kamar.

Setiap kali dirinya terjaga, Jungkook pasti tidak ada lagi di sampingnya. Pria itu pasti sudah mandi atau paling cepat ya, baru masuk ke dalam kamar mandi.

Eunha menghela napas saat mendapati Jungkook sedang memakai kaus ketika matanya terbuka.

"Kau bangun. Mandilah, kita sarapan dibawah."

Eunha mengusap wajahnya, memilih melihat jam dibandingkan menjawab pertanyaan Jungkook. Sudah pukul tujuh kurang delapan menit.

"Kau turun saja. Aku pesan makanan ke sini saja." Suara Eunha terdengar serak, ciri khas orang yang baru bangun tidur.

"Tidak. Mandi sekarang, Kim Eunha. Kita akan sarapan dengan tamu yang sudah datang."

"Apa? Ini masih pagi. Bukannya mereka akan sampai sore?"

Jungkook menggelengkan kepalanya. Pria itu mengambil handuk kecil untuk mengeringkan rambutnya yang masih basah. "Tamu dari Jepang yang akan sampai sore nanti."

Eunha merengut kesal. Sekali saja, bolehkah dia bermalas-malasan?

"Hngg. Tamu mu terlalu rajin. Untuk apa dia datang secepat ini?"

"Entahlah, membullymu mungkin?"

Eunha mengernyit heran. "Membullyku?" Tidak ada orang yang berani membully Eunha. Ayolah, maksudnya posisi Eunha disini apa? Jikapun ada yang berani, itu hanyalah, "tunggu, maksudmu Ahn Yoona?! Dia kemari?! Kau mengundangnya?!"

Jungkook mengangguk santai dan berjalan ke arah gantungan handuk.

"Untuk apa kau mengundangnya??! Oh, iya aku lupa kalau kakeknya itu kaya." Eunha merapikan rambut dan menatap Jungkook tajam. "Jadi... kau mengajakku sarapan dengannya, begitu? Tidak, terimakasih. aku akan sarapan disini dan menikmati makananku dengan tenang."

"Kau mau membiarkanku sarapan berdua dengan wanita lain, begitu maksudmu?"

"Iya. Memangnya kenapa? Ada yang salah? Lagi pula laki-laki suka dengan wanita cantik dan kaya sepertinya, kan?"

Jungkook mendegus kesal. Tidak terlalu kentara, tapi tetap terlihat kalau pria itu kesal dengan perkataan Eunha barusan.

"Aku tidak termasuk dalam golongan laki-laki yang seperti itu. Jangan banyak protes dan cepatlah mandi, bodoh."

Kali ini Jungkook bergerak ke arah Eunha, meraih tangan gadis itu dan menariknya agar turun dari kasur.

Eunha yang kekeuh pada pendiriannya menggeleng keras dan memukul-mukul tangan Jungkook agar melepaskan tangannya. "Tidak! Aku tidak mau. Aku bisa sakit perut karena tidak mengunyah makananku dengan baik."

"Astaga, kau pikir aku akan membiarkan dia membullymu?"

Eunha diam, ragu baginya menjawab pertanyaan Jungkook.

"Hmm... Mungkin."

"Dengar, Kim Eunha. Aku tidak akan menampatkanmu dalam posisi sulit. Kau ingin balas dendam dengannya kan? Maka ini kesempatanmu. Asal kau tahu, ya. Ahn Yoona itu menyukaiku."

Otak Eunha yang standar namun berkapasitas lebih itu mencerna perkataan Jungkook.

Balas dendam.

Hmm... cukup masuk akal jika Yoona menyukai Jungkook. Pasalnya, wanita itu bertingkah sok imut saat bertemu Jungkook di hari pernikahan maupun pesta topeng.

Kabar baiknya, Jungkook adalah suaminya dan dia kelihatan tidak menyukai Yoona. Entah karena sebab apa.

Jadi, cukup lengket dengan Jungkook di depan Yoona sudah bisa membuat gadis kejam itu jengkel setengah mati.

Eunha yang tadinya memasang wajah bodoh kini membulatkan matanya saat menyadari hal yang menguntungkannya.

Gadis itu dengan cepat menepuk tangannya, menjentikkan jari, dan menunjuk Jungkook seakan baru menemukan ide yang lebih baik dari pada karya J.K. Rowling.

"Jenius!" Pekiknya girang. "Oke, aku akan mmandi kau tunggu disini, jangan kemana-mana. Kita pergi bersama," sambungnya sembari turun dari kasur dan berlari cepat kearah kamar mandi. Sedetik kemudian gadis itu kembali keluar dan mengambil handuk yang masih tergulung di atas meja. "Ingat. Jangan pergi tanpa aku."

Jungkook menahan tawanya saat melihat tingkah laku Eunha yang jauh dari kata keren tetapi masuk dalam kategori imut, menurutnya.

Pria itu duduk di atas ranjang sebelum akhirnya meluruskan punggungnya. Jungkook meraih ponselnya dan bermain game. Yah, bagaimanapun Jungkook tetapkan seorang Jungkook. Dia tetap menyukai game meskipun usianya sudah seperempat abad.

Hal yang disukai Jungkook tidak berubah dari dulu. Game, Es krim, dan Eunha.

T.B.C.

Seguir leyendo

También te gustarán

393K 40.2K 35
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ° hanya karangan semata, jangan melibatkan...
249K 39.3K 33
❝ Sora, kau ada waktu Jum'at minggu depan?❝ Sora Egbert jelas mengingat dua kenangan mengejutkan dalam hidupnya. Pertama ketika Seojin Hwang datang m...
65.4K 11.6K 50
Adhitama adalah sosok yang dibenci banyak orang di Istara Reival. Sifatnya yang temperamental membuat siapa saja memilih tidak berurusan dengannya. T...
3.1K 341 27
Setelah mengalami kekalahan dalam perang Titan, Para Olympians melanjutkan hidup di tengah para Mortal tanpa membongkar identitas mereka dan berkemba...