Black Military

By uwakiya

33.1K 5.7K 573

Daemon adalah sebutan bagi monster bermacam bentuk yang menyerang negara Avalon. Dan Black Milliter merupakan... More

Disclaimer
1. Tawaran satu millyar
2. Negara Avalon
4. Hari pertama menjadi murid
5. Sang Penindas
6. Korban Selanjutnya
8. Serangan Pertama
9. Leon Hassel
10. Meledeknya
11. Melawan (A)
12. Melawan (B)
13. Akhirnya ketemu
14. Penindasan yang sebenarnya (A)
15.Penindasan yang sebenarnya (B)
16. Penindasan yang sebenarnya (C)
17. Pria dengan wajah berbalut perban
18. Perlengkapan Ribel News
19. Maria Wenberg
20. Siapa yang bertahan? (A)
21. Siapa yang bertahan? (B)
22. Mengatasi Leon
23. Daemon mulai tersebar
24. Trauma
25. Sherly, Maria, Sabin
26. Di Perpustakaan
27. Melalui rintangan
28. Datangnya Jenderal Aiden
29. Aiden dan Sherly (Flasback)
30. Bersembunyi (A)
31. Bersembunyi (B)
32. Bersembunyi (C)
33. Maxwel dan Maria (Ruang Perawatan)
34. Ujian Perburuan (A)
35. Ujian Perburuan (B)
36. Ujian Perburuan (C)
37. Daemon tingkat tinggi (A)
38. Daemon tingkat tinggi (B)
39. Zavier Asmonac
40. Tiger
42. Mantan Kekasih
43. Pembunuh (A)
43. Pembunuh (B)
44. Pembunuh (C)
45. Ujian The Duel (A)
46. Ujian The Duel (B)
47. Pembagian Duel
48. Sudah menerka
49. Siapa atau Apa?
50. Pertemuan Markus
51. Persiapan menuju Duel (A)
52. Persiapan menuju Duel (B)
53. Side Story Leon
54. The Duel dimulai
55. Sabin vS Jovan (A)
56. Sabin Vs Jovan (B)
58. Cecil Vs Robin (B)
59. Secret
60. Berkabung
61. Sebelum pemakamam
62. Maria dan Maxwell (A)
62. Maria dan Maxwell (B)
63. Maxwell dan Maria (C)
64. Grey D Jock
65. Mengejutkan
66. Kecurigaan Aiden
67. Maxwell Vs Grey (A)
68. Maxwell Vs Grey (B)
69. Maxwell Vs Grey (C)
70. Masih Flasback
71. Maxwell POV (Flasback)
72. Maria dan Maxwell (Masih Flasback)
62. Flasback selesai

57. Cecil Vs Robin (A)

176 59 7
By uwakiya

BRAKKKK!!

DEMBLURRRR!!

Suara hantaman lagi - lagi terdengar. Kali ini peserta nomer urut tujuh yang berdiri di atas stadion. Boby Pattison meremat dadanya yang terasa nyeri. Pukulan lawannya Helena Dick benar - benar terasa menyakitkan bahkan saking kerasnya lantai stadion itu retak.

Boby menggertakkan rahang, ia lalu bangkit sembari mengeluarkan bola api lalu menembakkannya ke rivalnya. Tak hanya satu atau dua, melainkan ia tembakan secara bertubi - tubi nyaris seperti hujan api.

"Shit, apa dia ingin membakar stadion ini?" Gumam salah satu siswa yang menonton.

"Dia tidak ingin membakar. Tapi meledakkan." Timpal teman yang lain.

"Bangsat. Dia sudah gila." Gerutu siswa lain yang sontak mengeluarkan air memadamkan api yang melesat nyaris mengenai kursinya.

"Dari dulu dia memang gila."

Bola api masih terus Boby lesatkan. Tetapi lawannya benar - benar terlihat lihai dan cekatan dalam menghindari hujaman api yang terus dia layangkan. Helena dengan tubuh lenturnya mampu menghindari serangan demi serangan. Perempuan itu meliuk - liukkan tubuhnya dengan gemulai dan tanpa beban nyaris seperti berakrobat.

Kepalanya melunting, tubuhnya meliuk dan dia semakin berjalan maju seolah tubuhnya begitu ringan, seringan bulu mendekati Boby yang terus menembakkan apinya lalu sedetik kemudian dengan cepat dan tak terduga, perempuan itu mengangkat kakinya lalu memberikan tendangan padanya.

Sekali lagi Boby terhuyung mundur. Wajahnya sudah bonyok namun perempuan yang menjadi lawannya benar - benar masih terlihat cantik seolah sama sekali tidak ada luka di kulitnya.

"Boby sayang, apa trik apimu hanya seperti itu?" Helena melompat lalu duduk anggun di atas pion besi bersimbol Black Militer sembari menyilangkan kedua kakinya. Dia  mengerlingkan mata pada lelaki bertubuh dua kali lipat lebih besar darinya. Terkekeh, perempuan itu  menunduk mengejek lawannya.

Boby mendengkus. Lagi - lagi perempuan ini mengejeknya. Ohh ya ampun, masa dia kalah dengan seorang wanita yang kekuatannya bahkan hanya bisa melenturkan tubuh seperti karet. Sementara dirinya adalah penguasa api. Api dapat membakar segalanya, tapi kenapa dirinya terasa tidak berdaya?

"Bukan kekuatannya yang lemah. Hanya saja dia belum bisa mengeksplore kemampuannya." Sebastian berkomentar. Seperti biasa dia duduk bersebelahan dengan soulmatenya. Leon.

"Ya, tapi dia memang payah." Sahut Leon yang tengah asik menjilat permennya. Di belakang Leon, duduk Bernard salah satu budak setianya yang memijati bahu tuan mudanya.

"Bernard minggir! Biar aku yang memijat pundak Leon." Trinity dengan cepat menghampiri. Dia menepuk tangan Bernard sebagai isyarat agar laki - laki itu pindah posisi lalu biarkan dia yang melayani calon suami impiannya.

Bernard mendengkus. Sementara Leon sama sekali tak keberatan. Siapapun yang memijat baginya sama saja.

Dengan senyum yang mengembang, gadis berambut merah itu msngusap - usap pundak Leon. Bukannya memijat, namun lebih seperti ke elusan. Merangsang tubuh Leon dengan belaian menggoda.

"Hee Trinity, kenapa pijatanmu seperti bayi? Tidak terasa sama sekali."

"Ini yang dinamakan pijatan wanita Leon." Balasnya. Trinity sengaja memajukan tubuhnya sembari berbisik dan terus menelusurkan tangannya ke pundak dan bahu Leon. Membelai penuh goda.

"Itu pijatan bayi." Balas Leon seketika.

Sebastian di sampingnya tertawa, "Leon, apa kau tidak tahu maksud dari Trinity?"

"Apa?"

Sebastian tersenyum, dia mendekat lalu membisiki Leon, "Dia ingin mengajakmu tidur."

"Aku tidak ngantuk."

Jawaban Leon itu semakin membuat Sebastian tergelak. Namun dia belum ingin berhenti sampai di sini, "Jika kau ngantuk apa kau mau?"

Leon memiringkan kepalanya sejenak. Tampak berpikir lalu....

"Tak masalah. Tidur saja."

Kali ini tawa Sebastian semakin mengguncang mengalahkan pertarungan yang ada di stadiun itu. "Tapi Leon, itu bukanlah tidur biasa. Melainkan harus saling...."

"Memangnya tidur ada macam bentuknya? Dasar bodoh." Balas Leon sebelum Sebastian melanjutkan kalimatnya..

Sebastian kembali tergelak. Sementara lelaki yang sedari tadi duduk di sisi kanan Leon hanya melirik keduanya sembari menggelengkan kepala. Maxwell enggan berkomentar. Temannya yang satu terlalu lugu dan yang satunya lagi terlalu bejad.

Dan pertandingan dengan nomer urut tujuh itu berhasil dimenangkan pihak perempuan.

Lima belas menit meski Boby tidak tumbang, akan tetapi lawannya Helena sama sekali tidak merasakan dampak apapun dari serangan apinya.

***

Dan satu persatu peserta berikutnya telah bertanding. Stadiun yang tadinya terlihat masih mengkilap dan baru,  kini beberapa bagiannya telah retak akibat adu duel yang tidak kalah menegangkan dari sebelumnya.

Mereka benar - benar antusias dan mengeksplore seluruh kekuatan serta tenaga mereka demi menjadi pemenang dan meraih poin.

Salah satu master mengangkat sebelah tangannya membuat gerakan seperti mengusap pada bagian bangunan yang retak. Alhasil secara ajaib, bangunan yang retak tadi kembali menyatu seperti baru saja dipugar.

Benar - benar menakjubkan. Jika begini tidak perlu kuli untuk membuat bangunan. Cukup jasa dari master itu saja yang bisa memugar apapun seperti baru lagi.

Pikir Sherly menatap takjub akan hal yang dilakukan salah satu master. Dan kali ini giliran peserta nomer urut dua belas yang maju dalam arena tanding. Itu berarti sebentar lagi gilirannya untuk menghadapi Robin Guzalt.

"Cecil, apa kau tidak gugup?" Tanya Sabin. Dia cemas bahwa sebentar lagi adalah pertarungan salah satu sahabatnya melawan siswa yang dijuluki preman gila.

Dia takut kalau Cecil kenapa - napa.

Sherly menoleh, "Tidak. Hahaha. Aku sudah bilang kalau aku punya cara." Dia mendekat dan berbisik, "Sebenarnya pertandingan ini gampang sekali untukku."

Haaa.... Gampang?

Gampang kepalamu.

Beberapa siswa yang sempat mendengar bisikan Sherly seketika berkomentar dalam hati.

Sungguh konyol sekali anak baru ini menganggap pertarungan the Duel adalah sesuatu yang mudah. Padahal lawan perempuan itu kekuatannya sangat jauh dibandingkan dengan  dirinya.

Dia kan hanya anak biasa. Keterampilan bertarung pun kemungkinan tidak ada. Aduh, sok - sok'an bilang mudah.

"Apa maksud mu Cecil?" Tanya Sabin. Sama seperti para siswa - siswi di sebelahnya, dia juga sungguh tak habis pikir bahwa Cecil mengatakan ujian ini mudah untuknya.

Jika yang mengatakan itu Leon Cs, dia masih bisa percaya. Tapi Cecil.....

Kening Sabin mengernyit. Dia benar - benar sanksi.

Sherly menyeringai, "Ya, mudah. Aku hanya tinggal mengalah saja."

"Gampangkan." Jawab Sherly tanpa beban.

Para siswa yang mendengar itu sontak menatap Sherly. Pandangan mereka seakan mengisyaratkan tak percaya, mengejek, sudah menduga dan berbagai hal lainnya.

Begitupun Sabin.

Ohh ya ampun, dia pikir Cecil akan menjawab apa. Yang dikatakan mudah ternyata seperti ini?

Sabin menggelengkan kepala, "Apa kau tidak menginginkan poin?"

"Ya tentu saja ingin. Tapi ujian kali ini aku tidak menginginkannya." Jawab Sherly. Dia kembali bersandar di kursinya. Duduk tenang dan nyaman, "Daripada aku harus babak belur. Lebih baik mengalah, ya kan?"

Sabin mengangguk - angguk. Benar juga. Toh melawanpun Cecil juga pasti akan kalah. Tapi jika Cecil hanya diam saja di arena tanding dan langsung mengalah, bukankah itu akan sangat memalukan?

"Tapi Cecil, apa kau tidak malu mengalah begitu saja tanpa melakukan apapun saat menuju arena tanding nanti?"

Sherly melirik Sabin lalu menjawab, "Lebih baik malu daripada mati bukan?"

Para siswa yang juga mendengar percakapan itu sontak tidak punya semangat melihat pertarungan nomer urut tiga belas. Dan mereka telah benar - benar mematenkan bahwa anak baru kali ini adalah perempuan lemah, pasrah dan tanpa semangat sama sekali.

Hah, benar - benar tidak seru.

***

Tak perlu melihat seluruh pertandingan ini, karena dirinya hanya ingin bertarung bukan melihat saja.

Robin Guzalt menyeringai. Sebentar lagi adalah gilirannya tanding. Dia benar - benar tidak sabar. Tangannya sudah terasa gatal ingin memukul seseorang. Apalagi dia akan mendapat poin untuk hal ini lalu langkahnya menjadi pasukan inti kemudian master akan semakin di depan mata. Pria dengan rambut ala punk itu lalu berjalan tenang menuju ke kamar mandi. Dia menggertakkan giginya dan melotot kepada dua siswa yang saat ini berada di kamar mandi. Mengusir mereka dengan ekspresinya yang garang sehingga di kamar mandi itu, hanya ada dirinya yang menguasai.

Dia lalu berdiri di depan cermin wastafel. Melihat penampilan dirinya sendiri yang baginya..... dia sangat keren, tampan tak tertolong, dan gayanya akan menjadi trendsenter. Tidak akan ada yang berani padanya dan meremehkannya. Semua takut padanya, semua tunduk padanya. Dia memang Robin Guzalt si paling sangar. Penampilannya ini memang membuatnya paling mencolok.

Robin tak sabar untuk menunjukkan kehebohan dalam pertandingan ini. Menyalakan kran wastafel, pria itu menunduk membasuh wajahnya sambil bersenandung.

Segar. Air memang terasa menyegarkan. Dan wajahnya ini memang dibilas bagaimanapun akan bertambah - tambah ketampanannya.

Robin tersenyum percaya diri. Satu kali, dua kali bilasan lalu untuk ketiga kalinya, saat dirinya mengangkat kepala.....

Deg.

Matanya melebar saat di belakangnya secara mengejutkan sudah berdiri seseorang.

"Robin."

Sosok itu memanggil. Suaranya tampak tenang, mengalun merdu sekali bagai semilir angin.

"Kau akan bertanding bukan?"

Robin tak menjawab. Masih berdiri diam di sana. Enggan berbalik. Hanya menatapnya di balik cermin dan sosok itu berjalan mendekat. Menyentuh bahu Robin. Berbisik tepat di telinganya,

"Lakukan seperti bagaimana keinginanmu, Robin." Setelah itu sosok tersebut menghilang.

***

Suara bel lima belas menit telah berlalu. Pertandingan dengan nomer urut dua belas telah selesai dan sekarang giliran nomer berikutnya. Nomer yang menurut mitos merupakan angka sial. Dan sialnya yang mendapat nomer tersebut ialah si anak baru yang belakangan menjadi sorotan karena aksinya yang melawan Sang penguasa sekolah, Leon Hassel.

Cecil berhasil bertahan dari penindasan yang Leon beserta anak - anak di sini lakukan. Bahkan gadis itu dengan berani bisa membuat Leon menyerah membullinya. Akan tetapi rupanya gadis itu mungkin hanya beruntung saja. Tapi tidak untuk hari ini. Seorang wanita tanpa kekuatan dan keterampilan apapun mendapat lawan pria yang dikenal pembuat onar dan berandal sekolahan. Apalagi dengan mendapatkan angka tiga belas sebagai nomer urutnya seolah menandakan bahwa jalan hidup gadis itu di akademi akan berakhir sampai di sini.

Berdoa saja semoga Robin tidak membuat perempuan itu kehilangan nyawanya.

Semua siswa tampak menegakkan badannya ketika kedua peserta ujian dengan nomer tiga belas itu maju memasuki arena tanding.

Pandangan mereka beragam. Ada yang malas karena sudah pasti bakal diketahui siapa pemenangnya, ada yang menatap miris nan kasihan, ada yang iba, ada juga yang tak sabar melihat bagaimana Cecil August dihabisi di arena lapangan itu. Ada juga yang cemas, pun ada juga yang tak bersemangat. Salah satunya yang tak bersemangat itu ialah anak - anak yang tadi duduk di sekitar Sherly dan mendengar percakapan Sherly dan Sabin.

Anak baru ini akan mengalah begitu saja. Benar - benar tak seru.

Sementara di sana, ada Leon yang berdiri tegak menatap was - was peserta uji the duel kali ini. Dia sengaja berada di stadiun bukan semata - mata ingin melihat pertandingan, melainkan menunggu giliran anak baru itu melawan Robin.

Duh kenapa gadis itu tidak menyerah saja?

Leon menipiskan bibirnya. Memperhatikan kedua orang yang kini memasuki arena tanding. Lihat saja pertandingan keduanya benar - benar mencolok.

Robin yang bertubuh tinggi dengan otot - ototnya yang kekar, sementara Cecil.....

Duh, tampak kecil sekali seperti tikus yang hendak diterkam harimau.

"Si kerdil ini benar - benar.... Kenapa tidak keluar saja?" Gumam Leon.

"Kau khawatir dengan si kerdil itu bukan?" Sebastian di sebelahnya menyahut. Lelaki itu seakan mempunyai telinga super sehingga apapun yang digumamkan oleh Leon, meski selirih apapun dia pasti bisa mendengarnya.

"Bah, siapa yang khawatir?"

"Ya dirimu." Jawab Sebastian.

Leon mendengkus. Dia memalingkan wajahnya, kembali menatap Sherly dan Robin.

"Aku hanya tidak ingin akademi ini kerepotan saja."

"Berdoa saja semoga Robin tidak terlalu keterlaluan." Ujar Sebastian dna Leonpun mengangguk.

"Ya, semoga saja."

"Tapi ngomong - ngomong, aku merasa si kerdilmu itu sama sekali tidak ketakutan."

Kali ini Leon tak menanggapi. Dia hanya terus menatap ke depan, ke arena pertandingan yang sebentar lagi akan dilaksanakan.

Ya, bagaimana ketakutan. Bahkan si Cecil itu sama sekali tidak takut padanya saat dirinya dulu menindasnya habis - habisan. Malahan gadis itu berani melawannya. Jadi tidak heran bila sikap perempuan itu tampak tenang - tenang saja. Atau mungkin karena gadis itu terlalu bernyali, keras kepala dan juga bodoh.

***

Tak hanya para siswa dan siswi, ketegangan juga dirasakan para guru. Mereka tampak was - was dengan apa yang akan terjadi di panggung itu. Bagaimana pun, pertandingan ini memanglah tidak seimbang. Seseorang telah sengaja mengganti data agar siswa yang bernama Cecil August yang seharusnya bertanding dengan Sabin Bendley secara tiba - tiba telah tertukar bertanding melawan Robin.

Di antara banyak orang, kenapa siswa yang dikenal pencari masalah dan berandal sekolahan yang baru saja mematahkan jari siswi perempuan dan diskors. Mengingat fakta itu, mengatakan bahwa jelas Robin adalah seorang yang tidak pandnag bulu.

Siapapun tetap akan ia habisi tak peduli itu laki - laki maupun perempuan. Aduhh..

Sementara di bangku barisan yang lain, kelima master tampak duduk tenang di sana. Termasuk Aiden. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi nanti, namun yang jelas keberadaan siswi bernama Cecil yang wajahnya begitu mirip dengan Sherly peremouan yang ia kenal beberapa tahun silam, tentunya membuat banyak pertanyaan di benaknya.

Jika benar dugaannya Cecil adalah Sherly, maka untuk apa perempuan yang seharusnya sudah bekerja bahkan menikah itu malah berada di sini menjadi murid akademi berusia tujuh belas tahun.

Dan betapa bernyalinya perempuan itu masuk ke akademi dimana dia sama sekali tidak memiliki bekal kemampuan atau kekuatan apapun.

Dan juga ada sesuatu yang aneh yang lain yang terjadi di sini. Tentang siapa yang tiba - tiba merubah peserta ujian  dan untuk apa.

Sebagai seorang jenderal, tentunya dia tidak bodoh untuk melihat ada sesuatu yang janggal. Dan tentunya hal seperti ini memang tidak adil bukan? Merubah peserta yang jelas - jelas memiliki tingkat kemampuan tak sebanding.

Dia hanya akan menunggu apa yang terjadi. Dan melihat apa yang akan dilakuan perempuan itu. Bagaimana pun perempuan itu berani datang ke sini tentunya bukan tanpa persiapan apapun bukan?

***




Continue Reading

You'll Also Like

989K 93.1K 30
Kaylan Saputra anak polos berumur 12 tahun yang tidak mengerti arti kasih sayang. Anak yang selalu menerima perlakuan kasar dari orangtuanya. Ia sel...
60.4K 7.8K 13
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 3) 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘣𝘺 𝘸𝘪𝘥𝘺𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪0506 ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ____...
279K 22.7K 49
⚠️SLOW UPDATE ⚠️ Kisah menyegarkan seorang gadis cantik, pemberani dan pintar bersama peri yang akan memandunya di setiap cerita. Mereka berdua akan...
135K 8.6K 20
KAILA SAFIRA gadis cerdas berusia 21 tahun yang tewas usai tertabrak mobil saat akan membeli martabak selepas menghadiri rapat perusahaan milik mendi...