"Gue tinggal sendirian."

Dinda terdiam.

"Kak Dea udah meninggal."

Dinda menahan kaget. "Innalillahi wainna ilaihi rajiun, kapan?"

"Kemarin, dan sekarang gue tinggal sendirian." Jawab Gibran.

Namun, Dinda dapat melihat wajah Gibran yang tampak berbeda. Ya, cowok itu seperti sedang menyembunyikan luka dibalik wajahnya yang sangat tegar seperti sekarang ini.

"Gib, yang sabar ya. Tuhan sayang sama kakak lo, gue yakin kakak lo disana udah tenang dan bahagia." Ujar Dinda berusaha menghibur Gibran sambil memegang bahu cowok itu pelan.

Gibran tersenyum. "Makasih."

"Eh, tapi..."

Gibran mengerutkan kening, menunggu cewek itu melanjutkan ucapannya.

"Tapi selain lo ada orang lain gak di rumah ini?"

"Gue tinggal sendiri."

Dinda mengatup mulutnya kembali, lalu menggelengkan kepala. "Gak, gue gak bisa nginap disini, yakali kita berdua-"

Tak!

Gibran menjentik dahi Dinda membuat cewek itu meringis. "Pikiran lo kenapa malah jauh banget?" Ujar Gibran. "Tenang aja, gue gak bakal ngapa-ngapain lo kok, dan..." Gibran menatap Dinda dari ujung kaki hingga ujung kepala, lalu menggeleng pasti. "Gak, gak. Lo bukan tipe gue." Ucap lagi Gibran dengan sambil menggelengkan kepalanya dengan yakin.

Dinda mencebikan bibirnya kesal, lalu melewati Gibran sambil menyenggol kuat bahu cowok itu.

"Yaelah, baperan lo." Ujar Gibran yang kini ikut masuk ke dalam rumahnya, tidak lupa ia mengunci pintu.

Dinda berjalan ke arah sofa. Kemudian, ia merebahkan tubuhnya disana sambil memejamkan matanya yang terlihat mengantuk berat.

Namun, detik berikutnya ia membuka mata. Menatap Gibran yang kini duduk di hadapannya sambil mengeluarkan ponsel. "Gib," panggil Dinda pelan. "Gue laper." Sambungnya lagi sambil tercengir.

Gibran berhenti bermain ponselnya. Lalu menatap Dinda dengan kesal. "Gak ada makanan disini." Ujar Gibran.

"Yakali rumah se-gede ini gak ada makanan."

"Mie instan, mau? Tapi sorry banget kalo gue yang masakin." Ujar Gibran sambil melanjutkan bermain ponsel.

Dinda berbinar.

Gibran kembali mengalihkan tatapannya dari ponsel dan kini menatap Dinda. "Gue gak nawarin spageti sama lo, gue nawarin mie instan. Jadi lo gak usah sebahagia itu." Gertak Gibran kesal.

Dinda berdecak. "Kenapa lo jadi bentak-bentak gue gitu sih, oh lo gak ikhlas ya nolongin gue? Yaudah ah gue keluar aja dari rumah ini." Melihat Dinda yang mulai berdiri sambil kembali menarik kopernya Gibran segera bertindak.

Cowok itu menarik tangan Dinda. "Gue bercanda. Lo kenapa sih baperan!" Gertak Gibran sekali lagi.

"Tuh kan, lo yang kasar sama gue. Gue tipe orang yang gak bisa di bentak, you know?"

NALLAN Where stories live. Discover now