22

210K 23.2K 3.2K
                                    







Setelah mengatakan kalimat itu, Ardi dan Misha berjalan meninggalkan mereka. Tapi, baru saja sampai di ambang pintu, tangan Ardi di pegang oleh Alan.

"Tunggu, Pa. Aku enggak ngerti apa maksud Papa. Dan alasan sepele itu papa langsung ingin menikahkan aku? aku gak paham sama jalan pikiran Papa!" ucap Alan menatap terang-terangan sang Papa penuh amarah.

Ardi menatap putranya dengan tatapan serius. "Harusnya kamu bisa mengerti. Ini juga menjaga nama baik keluarga, dan..."

"Oh, nama baik keluarga? Selesaikan dulu pa, masalah ini sepele banget, jangan langsung mengambil keputusan yang sebesar itu, keliatannya papa sengaja mau nikahin aku sama dia!" tunjuk Alan pada Nalla yang kini menunduk dan menangis.

Ardi tersenyum miring. "Sejak dia tinggal di rumah ini, papa selalu pantau kamu nempel dengan dia, dan kalian pasti ada apa-apanya kan?" tanya sang Papa tegas.

"Mana buktinya, Pa? sebenarnya papa mau jebak aku? Atau, kayaknya papa kembali dengan sikap dulu,"

"Ucapan kamu semakin kurang ajar ya!"

"IYA, KALO PAPA GAK NGELAKUIN HAL-HAL YANG BUAT AKU MARAH KAYAK GINI, AKU GAK BAKAL KURANG AJAR,PA..."

"Alan, udah..." ucap Misha sambil memegang pundak Alan.

"MAMA SAMPE SESABAR ITU DENGAN SIKAP PAPA YANG DULU, DAN DIA MASIH BERTAHAN PA..."

Plak!

Tamparan itu berhasil membuat Nalla dan Misha terkejut. Alan langsung memegang pipi kirinya dan tersenyum miring, senyuman yang mungkin membuatnya hancur.

"Terserah, Pa, lakuin sepuas Papa!"

Alan langsung meninggalkan ruangan itu dan pergi entah ke mana.







***









Nalla berlari ke kamarnya dan langsung mengunci pintu. Tangannya menggigil dan berkeringat dingin, ia pun bersandar di pintu kamar sambil sesenggukan menangis.
Ia benar-benar meluapkan tangisannya saat ini.

Di tambah lagi melihat kejadian barusan yang membuat Nalla benar-benar ingin mati saja.

Mengapa semua masalah selalu ia yang terlibat di dalamnya. Apakah dia tokoh utama dalam cerita mengerikan ini? Atau bisa jadi dia adalah perusak segalanya.

"Mama, maafin Nalla..." Nalla terduduk lemah sambil menangis dengan tatapan kosongnya.

Ingin sekali dirinya menelpon sang Mama, namun ia urungkan karena yang pasti sang Mama akan merasa sedih dan terbebani, ditambah dengan ucapan Papa Alan tadi yang mungkin akan membuat mama Nalla menangis.

Satu-satunya cara ia harus menelpon sahabatnya, Alisa.

Dengan keadaan gemetar dan gelisah, Nalla me-scroll kontak di ponselnya mencari nama Alisa. Setelah menemukannya ia lalu menekan tombol 'panggil'.

"Hallo..."

"Eh, tumben lo nelpon gue, dari tadi pagi gue telponin hampir seratus kali, spam chat juga, bahkan si geng lo malah desak gue untuk ke rumah lo, ya___"

"Alisa...tolong gue," potong Nalla. Sambil terisak dan terus menarik ingusnya yang hampir jatuh.

"LOH KENAPA? AYO CERITA!" tanya Alisa panik.

Nalla berjalan menuju tempat tidur dan merebahkan dirinya sambil menatap langit-langit kamar dengan isak tangis.

"Besok aja gue ceritain, intinya lo harus mau bolos sama gue. Jangan ke sekolah, kita nongkrong di kafe aja." hasut Nalla sambil masih terisak dan terus menyedot ingusnya dalam.

NALLAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang