59

199K 23.2K 20K
                                    


Sebelum baca, sebutin dong 1 lagu favorit kalian 😁















__________________


Plak!

Ardi menampar Alan dengan keras, membuat Misha dan Nalla menutup mulut mereka.

Alan merasakan pipi kirinya kebas, rahangnya mengeras. Ia ingin protes apa maksud sang Papa menamparnya. Namun, dirinya kembali menatap Nalla sambil memegang pipi kirinya. Lihatlah, Nalla kelihatan begitu ketakutan, sepertinya Alan harus menerima tamparan ini tanpa banyak bertanya.

"SELAIN BEKERJA, APA YANG KAMU LAKUKAN DI MAKASSAR BERSAMA WANITA ITU?" Tanya Ardi dengan nada tinggi sambil menatap penuh kesal kepada Alan. Benar saja dugaan Alan, Leona penyebab dari semuanya.

"Nal, apa aja yang udah Leona omongin sama lo?" Tanya Alan yang kini menatap Nalla lekat.

Nalla tidak menjawab, ia masih mengatupkan mulutnya dan tak menatap Alan sama sekali.

Misha menatap kesal ke arah Alan, lalu Misha langsung memberikan ponsel Nalla pada Alan,  "LIHAT INI, KAMU JANGAN PURA-PURA GAK TAU ALAN, MAMA KECEWA SAMA KAMU." Dengus Misha.

Dengan cepat Alan mengambil ponsel Nalla dan segera melihatnya. Cukup lama Alan teliti hingga mengecek apakah itu nomor aslinya atau bukan. Dan ternyata benar. Tangannya mengepal kuat.

"Pa, aku di jebak." Ujar Alan dengan yakin.

Ardi yang baru saja duduk di sofa langsung memijit pelipisnya dengan kuat, ia tak sanggup mendengar apapun kali ini.

"Pa, percaya sama aku. Nal, Ma..." Ucap Alan menyakinkan tiga orang di selilingnya.

Alan berjalan ke hadapan Ardi, lalu berlutut. "Pa, aku berani sumpah. Aku bakalan buktiin ke kalian kalo ini semua gak bener, anak Pak Wira jebak aku, Pa." Ucap Alan lagi dengan serius, membuat Ardi langsung menatap Alan.

"Pa, kasih aku kesempatan buat ngebuktiin kalo ini jebakan."

Cukup lama Ardi diam, hingga ia menghela napas kesalnya. "Saya akan menelpon Wira dan anaknya untuk kesini, sekarang!" Ucap Ardi yang setelah itu mengambil ponselnya yang ada di atas meja.

Ya, Alan sangat menunggu perempuan gila itu untuk cepat datang ke apartemennya.

"Halo, Pak Ardi? Ada apa lagi Pak? Bukannya Alan sudah pul-"

"Pak, tolong bapak dan anak bapak datang ke Apartemen anak saya. Alamat akan segera saya kirim. Ini penting, jangan sampai pertemanan kita rusak hanya karena bapak tidak datang kesini." Ucap Ardi tegas.

Baru saja Wira ingin menjawab, Ardi lebih dulu memutuskan sambungan telepon. Meletakan ponsel kembali ke atas meja dengan kasar.

Mereka saling diam, tidak ada yang berbicara lagi. Misha kini melepaskan pelukannya dari Nalla dan segera mengelap airmata Nalla dengan lembut dan penuh kasih sayang, Nalla merasa beruntung memiliki mertua seperti mereka.

Kali ini Alan kembali menatap Nalla, namun saat Alan hendak berjalan ke arah Nalla, suarah Ardi menghentikan langkahnya. "Jangan deketin Nalla, saya tidak mau kamu buat dia nangis lagi." Ucap Ardi tegas.

"Pa, Alan gak salah, Alan mau yakinin Nalla kalau semua ini cuma-"

"DENGERIN PERKATAAN SAYA ALAN, KALAU SAYA BILANG JANGAN YA JANGAN. SELESAIKAN MASALAHMU DENGAN PEREMPUAN ITU DULU, DAN JANGAN BUAT EMOSI SAYA SEMAKIN TINGGI!" Nada bariton Ardi menggelar di setiap sudut, Nalla yang mendengar itu langsung menarik lengan Misha dan memeluknya erat.

NALLAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang