54

198K 21K 12.6K
                                    

"I can prove it." -A

____________

Untung saja para tetangga daerah rumah Gibran memiliki rasa empati untuk berziarah kerumahnya.

Selesai dari pemakaman, Gibran membawa Nalla kerumahnya. Ia berutang budi dengan Nalla bahwa gadis itu sudah menemani dirinya hingga pemakaman sang kakak selesai.

"Kotak P3K ada dimana?" Tanya Nalla yang kini duduk di samping Gibran, tepatnya di sofa ruang tamu.

Gibran menunjuk sebuah lemari kecil yang tak jauh dari mereka.

Nalla berjalan dan mengambil kotak itu, lalu kembali ke samping Gibran. "Gue obatin ya, kalo gak pasti bakal infeksi." Ucap Nalla sambil membuka kotak itu dan mengambil sebuah kapas lebih dulu.

Baru saja akan mengarahkan benda itu ke sudut bibir Gibran, cowok itu langsung memegang tangan Nalla. "Gue bisa sendiri." Tolak Gibran.

Nalla memutar bolamatanya kesal. "Gib, jangan gitu, gue niat bantuin lo. Bisa gak kali ini aja?" Ucap Nalla serius.

Gibran menatap mata Nalla tanpa kedip, lalu ia mengangguk setuju.

Oke, Nalla mulai melakukannya. Semakin dwkat jarak diantara mereka, hingga akhirnya Nalla mendadak merinding sendiri, telinga sebelah kirinya terasa ada yang berbisik.

"Mau gue ceritain gimana kak Dea bisa kenal sama lo?" Bisik Gibran, tentu saja membuat Nalla mengangguk ingin. Tujuannya berada disini adalah juga untuk mencari tahu mengapa Dea bisa begitu mengenalnya.

Nalla berhenti mengobati luka Gibran, ia duduk seperti semula. Menghadap ke arah Gibran.

"Dia-" Gibran menjeda ucapannya sebentar, menatap Nalla intens. "Dia dulu pacar kakak lo, almarhum kak Angkasa."

Deg!

Nalla tercekat.

"Lo tau, mereka pacaran sudah hampir lima bulan, sampai akhirnya kak Angkasa memutuskan hubungan mereka." Ucap Gibran seperti menahan amarahnya.

Nalla menahan kagetnya. "Ke-kenapa?"

Gibran kembali menatap Nalla. "Kak Angkasa udah tau penyakit Kak Dea gak akan mudah sembuh, kayaknya dia gak suka sama cewek penyakitan." Ujar Gibran.

"Gib, Kakak gue gak gitu orangnya, dia-"

"Apalagi Nal? Lo jangan belaian orang yang kalo lo sendiri gak tau sifat aslinya gimana."

Nalla terdiam, benar. Memang benar. Bahkan, ketika ia mengingat kejadian dimana Alisa hampir saja dilecehkan oleh sang Kakak, dirinya pun masih keuh-keuh membela Angkasa.

"Itu sebabnya gue kasar sama lo, gue sering bully lo sejak SMA." Ucap Gibran dengan suara rendah. "Soal di SD, gue gak ada niatan apapun bully lo, karena-"

"Karena apa?" Tanya Nalla.

"Dari awal gue jumpa sama lo, gue udah suka sama lo, lo tau kan lo selalu sok kecantikan, manja dan cengeng, itu sebabnya gue selalu bully lo di SD, tujuan gue cuma satu." Ucap Gibran yang kini menatap Nalla dengan sangat lekat.

"Gue mau nyari perhatian sama lo."

Nalla masih diam sambil mengingat apa saja yang sudah Gibran lakukan padanya di SD dulu.

"Walaupun gue gagal, sampai SMP, SMA, gue selalu ikutin lo, dimana pun lo sekolah, tapi itu gak membuahkan hasil." Ucap Gibran menghembuskan napasnya.

"Sampai akhirnya Kak Dea cerita semu tentang dirinya dan Angkasa. Dan mulai masuk SMA, gue jadi tau apa yang harus gue lakuin ke elo."

Nalla memejamkan matanya sebentar, apa semua orang melampiaskan hukuman Angkasa padanya?

NALLAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang