8

270K 27.4K 2.1K
                                    







Nalla terdiam saat mendapati seseorang memberikan tissu kepadanya.

"Kalau beban kamu terlalu banyak, bisa berbagi sama aku Azzura." tidak, suara lembut itu bukan membuat Nalla tertegun, tapi justru membuatnya tambah merasakan sesak di dada.

Wajah Nalla memancarkan aura tajam. Lalu menghempaskan tissu yang disodorkan itu ke lantai. "Pergi!" teriaknya.

"Tap-tapi..."

"Bukannya gue udah bilang, jangan pernah ngikutin gue lagi dan jangan pernah liatin muka lo di depan gue! Apa lo tuli atau gimana sih!" bentak Nalla kasar.

Gadis itu berkaca-kaca. "Azzura, ternyata kamu tetap benci sama aku, aku jauh-jauh pindah ke sini demi kamu, aku gak mau___"

"Ha? Coba ulang? Demi aku?" Nalla tertawa hambar, "cukup. jangan pernah lo gangguin hidup gue lagi, gak ada kata baikan dalam kamus gue."

Nalla pergi meninggalkan gadis itu. Sungguh di luar dugaannya bahwa ia harus bertemu kembali setelah sekian lama hidupnya merasa tenang. Tapi sekarang, makluk berdarah dingin itu kembali muncul di hadapannya, bahkan tinggal di dalam kelasnya.

Siapapun, Nalla butuh sandaran dan tampungan airmata saat ini. Nalla butuh seseorang yang bisa mengambil sedikit saja beban dalam dirinya.






***






Pranggg...

Nalla membanting piring yang ada di tangannya. Wajahnya memucat ketika mendapati seseorang di depannya terbujur kaku dengan darah mengalir dari perutnya.

Tidak. Tidak mungkin.

Nalla menggigil, matanya memerah, lalu ia mencari seseorang di sini.

Siapa? siapa pelaku semua ini.

"Kak..." teriaknya dengan suara parau dan serak.

"Gak mungkin, kak..." Lirihnya lagi.

Nalla mendekat, lalu tangannya menahan darah yang mengalir dari perut orang itu. Kepalanya Nalla letakkan di paha dirinya, dengan wajah pucat, Nalla kembali melihat sekelilingnya lagi.

Tepat, di bawah kaki sang kakak ia melihat ponsel seseorang.

Nalla benar-benar terkejut.

Pelakunya adalah orang terdekat yang begitu percayai.




"Nal, ayo pulang." Nalla terbuyar, lalu menghadap ke belakang, di ambang pintu kelasnya ia melihat ada Alan di sana.

Nalla mengelap air matanya yang menetes.

Untung saja di kelas ini sudah sepi se-jam-an yang lalu. Nalla terpaksa menetap di kelas karena ia harus menunggu Alan menyelesaikan tugas di ruang OSIS.

Jika ia di suruh menunggu di ruang OSIS, tentu saja Nalla akan menolak mentah-mentah karena ia tahu disana ia akan kembali menjadi orang yang terus saja ingin berkelahi dengan Alan.

Untung saja sebelum pulang tadi, Alan menelpon dirinya dan meminta maaf atas perkataannya sewaktu di ruang OSIS tadi.

Nalla segera melihat jam di tangan kirinya, sudah pukul lima sore. Ia pun bergegas keluar namun matanya berhenti pada meja seseorang. Alisa.

"Bentar, Lan." ucapnya pada Alan yang masih setia menunggu di ambang pintu.

Kakinya membawa ke meja belakang. Melihat sesuatu yang sangat mencolok di matanya.

NALLAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang