10

291K 27.4K 3.9K
                                    


"Kalian pacaran?"

Nalla menggeleng cepat, begitu pun dengan Alan yang berdecak kesal. "Pa, udah ya. Jangan buat cerita yang enggak-enggak deh."

Tiba-tiba Misha datang dari arah dapur dengan membawa segelas kopi di tangannya. "Ada apa ini?"

"Gak ada apa-apa, Ma." jawab Alan datar lalu menarik tangan Nalla dan membawanya ke lantai atas.

Ardi menghela napas.

"Udah, Pa. Ini minum dulu kopinya biar gak mikirin aneh-aneh." ujar Misha sembari memberikan secangkir kopi kepada suaminya.

"Gimana kalo kita perbincangkan lagi dengan Mama si Nalla."

Ucapan Ardi barusan membuat Misha menahan kaget.

"Pa, terlalu cepat. Sebaiknya pikirkan lagi." saran Misha sembari menenangkan.

Ardi meneguk kembali kopi itu. Kemudian mencoba berpikir sejenak. "Sepertinya kita harus segerakan, Ma." ujarnya lagi.

Misha memelas. "Pa, ayo tidur, Istirahat."






***








Nalla berhasil menjejakan kakinya di koridor utama tepat di depan ruang guru.

Ia melihat ke tangan kirinya, jam menunjukan pukul delapan pagi, di mana semua siswa kini sedang belajar di kelas. Untungnya koridor ini terlihat begitu sepi.

Ia melangkah perlahan demi perlahan ketika mulai melewati ruang guru. Seperti yang ia dengar, di dalam ruang guru tampak tak begitu ramai, untung saja.

Nalla pun kembali melanjutkan jalannya dengan santai menuju kelas. Baru beberapa langkah kakinya berjalan. Tiba-tiba suara melengking menggema di koridor.

"NALLA AZZURA, SINI KAMU!"

Pak Bambang, guru botak dan kumis tebal itu selalu membuat Nalla kepayahan sepanjang waktu, pasalnya Nalla selalu saja tercyduk olehnya. Apalagi sewaktu dirinya bolos di belakang sekolah, orang yang pertama kali melihat Nalla memanjat pohon adalah guru itu.

"Kenapa bapak sayang?" tanya Nalla dengan semanis mungkin. Nalla mendekat dengan kedua tangan yang ia lipat di depan dada.

"Dasar kamu, tidak sopan." gertak bapak tua itu sambil menjewer telinga Nalla.

"Awh, pak sakit..."

"Makanya jangan melawan." Pak Bambang masih setia menjewer telinga Nalla.

"Iya, maaf, Pak. Saya___"

"Pak, lepasin Nalla dong. Kasian dia belum sarapan pak." tiba-tiba Ernon datang sambil menyengir dan memohon pada Pak Bambang.

"Oh, kamu mau saya hukum juga!"

Ernon tampak berpikir sebentar, dan detik berikutnya ia langsung melepaskan pegangan tangannya pada Nalla. Lalu melepaskan pegangan tangan itu.

Dengan cepat ia berlari menuju kelas. Ia tidak memikirkan Nalla sekarang, ia tidak ingin di hukum.



NALLAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang