53

192K 20.4K 9.1K
                                    


"Apakah dua insan itu sudah saling cemburu? Jika iya, sudah terlihat cinta yang sesungguhnya."


______________

Gibran menarik Nalla menuju ruang UGD, Nalla dapat melihat kekhawatiran dari wajah Gibran, keringat menetes di pelipisnya dan juga pasti Gibran sangat takut jika sang Kakak akan meninggalkan dirinya.

Sesampai di ruangan, Gibran mencegat seorang dokter yang baru saja keluar dari ruangan tersebut. "Dok, gimana kakak saya." Tanya Gibran dengan napas yang naik turun.

Dokter itu memperbaiki kacamatanya, lalu menatap Gibran dengan jelas. "Kamu yang membawa kakakmu tadi pagi?"

Gibran menggeleng, "bukan, tapi sopir saya, dok." Jawab Gibran.

Dokter itu terdiam. Lalu menatap Gibran dengan wajah berbeda. "Sepertinya sopir kamu lambat membawa kakakmu kesini, jadi-"

"Kenapa dengan kakak saya?" Tanya Gibran yang mulai menahan sesuatu dari matanya.

Dokter itu menunduk, "maafkan kami, kami-"

Raut wajah Gibran berubah.

Detik berikutnya Gibran maju selangkah, lalu menarik kerah dokter tersebut dengan kasar. "Lo becus gak sih kerjanya, lo-"

"Gibran, udah." Ucap Nalla yang langsung melerai dan menjauhkan Gibran dari dokter cowok tersebut.

Gibran tampak begitu emosi, airmatanya perlahan jatuh, Nalla bisa merasakannya, itu sangat sakit, di tinggal oleh seorang kakak kandung.

"Maaf sekali lagi, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi tuhan berkehendak lain." Ucap lagi dokter tersebut.

Mendengar itu Gibran dan Nalla sama-sama terkejut, sontak Gibran terduduk lemas di lantai menatap kosong kearah depan.

Nalla meneteskan airmatanya. Ia tak percaya bahwa Dea pergi secepat ini. Padahal ia penasaran mengapa Dea sangat mempercayainya.

Dokter tersebut pergi, tinggalah Nalla dan Gibran. Nalla langsung ikut membungkukkan tubuhnya di samping Gibran, mengelus pundak Gibran perlahan. "Yang tabah Gib, gue juga pernah berada diposisi ini." Ucap Nalla memegang bahu Gibran, menenangkan.

"Gak ada lagi yang gue punya. Semua pergi satu persatu, orangtua gue juga gak tau mereka ada dimana, gue bener-bener sebatang kara sekarang." Ujar Gibran dengan suara seraknya.

Nalla menunduk menyesapi apa yang di katakan oleh Gibran.

"Kadang gue mikir, Nal. Gue selalu kasar sama lo gak ada gunanya," ucap Gibran dan menjeda sebentar kalimatnya, lalu menatap Nalla disampingnya. "Lo boleh pergi sekarang, gue emang pantas sendirian." Ucapnya lagi. Dapat Nalla dengar, suara itu seperti suara terdalam yang ia ucapkan pada Nalla.

Lagi-lagi Gibran menatap kosong kedepan, airmatanya menetes. Baru kali ini Nalla melihat Gibran meneteskan airmatanya, yang ia tahu Gibran adalah cowok yang kuat, menangis bukanlah dirinya.

"Gib, kita temui kak Dea dulu yuk, gue mau-"

"Lo denger gak gue bilang apa tadi? Lo boleh pulang." Ucap Gibran dengan terisak.

"Gue gak akan pulang, gue gak akan ninggalin lo sendirian disini, gue ikut ke makam juga." Ucap Nalla.

Tak lama setelah itu, seorang suster keluar dari ruang UGD dan berjalan ke arah Gibran dan Nalla.

"Apa ini dengan saudara dari Dea?" Tanya lembut sang suster.

Nalla berdiri, lalu mengangguk. "Iya, sus. Kami saudaranya." Ucap Nalla.

NALLAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang