"Kami pulang dulu ya abang ganteng." Ucap Dinda sambil mengedipkan matanya kepada Alan.

Dengan cepat, Gibran mendorong Dinda menuju pintu keluar di ikuti Alisa dan Ernon.

Sampai di ambang pintu, Dinda menoleh ke Gibran. "Nalla mana?" Ucap Dinda sambil mengecilkan volume suaranya.

"Rumah mertua." Jawab Gibran.

"Loh, kok-"

Dengan gemas, Gibran merangkul bahu Dinda menuju mobilnya.

Di sisi lain, Alan buru-buru menelpon Anhar. Ia tahu ponsel Nalla saat ini pasti sedang di pegang oleh Mama atau Papanya. Bisa-bisa hukumannya bertambah jika sampai dirinya menelpon Nalla.

"Kenapa lo? Baru juga gue tinggal sebentar, dah rindu aj-"

"Diam lo!"

Di sebrang sana, Anhar langsung terdiam.

"Bantu gue, tiga curut bakal dateng kesana. Lo pantau mata tuh cowok jangan sampe mantengin si Nalla. Kalo sampe dia lakuin itu, lo bertindak!" Perintah Alan serius.

Anhar malah menahan tawanya, untung saja saat ini posisinya jauh dari Alan. Cowok itu tak akan bisa menghajar Anhar ketika menahan tawa seperti ini.

"Oke."

"Lo jangan oke-oke aja. Kerjain perintah gue!"

"Siap bos."

____________

Sejak tadi Nalla tak berhenti menangis. Ia duduk di depan cermin di dalam kamarnya sambil terisak-isak. Bukan karena hukuman yang di berikan oleh kedua orangtua Alan, namun ini tentang keluarganya.

Sang Papa yang beberapa menit lalu baru saja menelpon dirinya dan memberi kabar bahwa lelaki itu telah memutuskan untuk menceraikan istrinya, dan ingin kembali bersama Mamanya.

Tidak, Nalla tidak bisa semudah itu menerima. Apalagi ketika mengingat perempuan perusak rumah tangga Papa dan Mamanya membuat Nalla semakin sakit hati.

Nalla benar-benar tidak bisa menerima sang Papa dengan mudahnya kembali di kehidupannya. Apalagi sang Mama, pasti sangat sulit bagi perempuan itu kembali percaya dengan mantan suaminya.

Sebuah ketokan pintu membuyarkan lamunan Nalla. Cepat-cepat Nalla menghapus air matanya dan berjalan membuka pintu kamar.

Misha tersenyum lalu memeluk Nalla dengan erat, ia tahu Nalla sedang terpuruk saat ini. "Sayang, ingat ya. Disetiap masalah akan ada hikmah besar di baliknya. Kamu harus tetap kuat ya." Ucap Misha sambil mengelus rambut Nalla dengan lembut.

Nalla mengangguk paham. Lalu melepaskan pelukannya pada Misha. "Ini Bunda, Ponselnya." Ucap Nalla sambil mengembalikan ponselnya pada Misha.

Ya, ponsel Nalla untuk sementara waktu di sita oleh Misha. Nalla hanya boleh meminjam ponsel ketika ada hal penting seperti menelpon sang Papa.

Misha mengambil ponsel itu dari tangan Nalla. "Yaudah, turun yuk. Temen kamu ada di bawah tuh." Mendengar ucapan Misha, Nalla menahan kaget.

"Te-temen?"

"Iya...yaudah yuk turun." Misha membawa Nalla menuju lantai bawah.

_____________

Sesampai di lantai bawah, Nalla menahan kagetnya. Ternyata ketiga sahabatnya dan Gibran. Mengapa mereka datang kesini? Dan siapa yang memberitahu bahwa Nalla ada disini? Nalla berpikir, pasti Alan yang sudah memberitahu.

"Yaudah, kamu samperin temen kamu ya. Bunda mau ke kamar dulu." Ujar Bunda yang kini pergi menuju kamarnya.

Alisa yang menyadari kehadiran Nalla langsung bergegas mendekati sahabatnya dan memeluk erat, membuat Nalla menahan kaget. "Nal, gue minta maaf ya." Ucap Alisa dengan tulus.

NALLAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang