"Katanya beli bensin?" tanya Riri bingung. Bilangnya beli bensin tapi malah makan bakso. Kan aneh.

"Tadi gue boong," enteng Gala.

Riri menghela napas panjang. Perkataan Gala soal uang tadi benar-benar masih membekas di benaknya.

"Lo kenapa?" tanya Gala mulai curiga pada sikap Riri yang terlihat lebih pendiam.

Riri menggeleng mencoba tersenyum. "Ngga papa."

Hebat ya, kadang perempuan itu punya seribu cara untuk tersenyum meski sebenarnya hatinya sedang terluka. Separah apapun, perempuan selalu pintar menutupi lukanya.

"Permisi mas, mbak, ini baksonya." Bapak paruh baya itu meletakkan dua mangkuk bakso berserta dua gelas minuman yang tadi sudah Gala pesan.

"Nih, lo teh anget aja." Gala menggeser satu mangkuk bakso dan segelas teh hangat ke hadapan Riri.

Riri menatap teh hangat itu dengan perasaan kesal. "Tapi makan bakso enak pake es teh bukan pake teh anget."

"Gala aja mesennya es teh," lanjutnya melirik es teh milik Gala. Kan tidak adil. Masa Gala minum es teh tapi Riri malah dipesankan teh hangat.

"Ck, udah jangan bawel. Masih untung lo gue pesenin minuman."

Merasa tersindir, karena memang dirinya tidak ikut membayar makanan ini dan tentu pasti Gala yang akan membayar semuanya. Riri hanya mengangguk mengiyakan. "Iya-iya maaf. Riri tahu kok, ini semua pesennya juga pake uang Gala, jadi Riri ngga boleh cerewet hehe...." cengir Riri dengan mata yang berkaca-kaca. Namun sebisa mungkin ia menahan genangan air mata itu agar tidak jatuh ke pipinya.

Deg.

Kenapa Gala jadi merasa tersentil dengan ucapan Riri barusan? Bukan begitu maksud Gala. Gala tadi hanya bercanda. Tahu sendiri kan bagaimana ceplas ceplosnya mulut Gala. Gala tidak pernah mempermasalahkan soal uang.

Sebenarnya Gala hanya tidak ingin Riri minum es teh malam-malam begini. Apalagi udara malam ini sangat dingin. Riri bisa sakit kalau minum es. Tubuh Riri itu lemah. Sangat mudah terserang penyakit. Meski hanya sekedar masuk angin, demam, ataupun batuk pilek tiba-tiba. Tetap saja Gala akan khawatir nantinya.

"Jangan pake sambel!" Gala memukul pelan tangan Riri yang hendak mengambil sambel untuk baksonya.

"Riri pengen makan pedes, ih."

"Ck, dibilang ngga usah. Bawel amat lo. Ntar perut lo sakit."

Mata Riri yang memang sudah berkaca-kaca sejak tadi akhirnya menumpahkan air mata. Riri mengusap pipinya kasar. "Huaaa....Riri pengen baksonya pake sambel..."

Gala menghembuskan napas pasrah. Masalahnya, posisi mereka saat ini sedang ada di keramaian. Tepatnya di pinggir jalan yang dilewati oleh banyak orang. Kalau Gala tetap kekeuh tidak memperbolehkan Riri makan bakso pakai sambal. Bisa semakin runyam keadaannya. Nanti dikiranya Gala bapak yang jahat pada anaknya. Kan tidak lucu kalau Gala digebukin warga cuma gara-gara melarang Riri makan bakso pakai sambal.

"Ya udah ya udah, sana kasih sambel. Gitu doang nangis, elah," kata Gala mengalah. Daripada Riri nangis semakin kencang lebih baik ia perbolehkan saja.

"Nih, nih, sambelnya. Tuang semua juga ngga papa. Biar meletus tuh perut lo karena kebanyakan sambel." Gala menyodorkan tempat sambal ke hadapan Riri. "Kalo perut lo sakit jangan ngrengek ke gue."

Sebelum meracik bakso miliknya dengan perintilan-perintilan seperti saos, kecap, sambal ataupun cuka. Gala hanya diam, memerhatikan Riri yang sedang menambahkan beberapa sendok sambal ke mangkuk baksonya. Gala benar-benar membiarkan. Tidak melarang Riri, berapapun sambal yang gadis itu ambil. Gala terus mengamati. Menunggu reaksi Riri setelah ini.

MY CHILDISH GIRL [END]Where stories live. Discover now