40. Kabar Buruk

161K 18.6K 3.7K
                                    

Sekali-kali up siang biar ngga malem terus wkwk. Pokonya vote dan komen yang banyak!! Biar semangat up :))

"Bunda kenapa ngga bisa jawab?"

Mata Riri mulai berkaca-kaca. Sudah berapa kali ia menanyakan hal ini pada bundanya. Tetapi respon Desi masih sama. Tidak memberi jawaban yang bisa menjelaskan di mana, siapa, dan bagaimana sosok ayah Riri.

Riri berjalan menghampiri bundanya yang tengah duduk di sofa. Riri memeluknya erat. Sangat erat. "Maafin Riri, bun. Riri ngga bermaksud buat bunda sedih. Riri cuma mau tahu siapa ayah Riri."

Tangan mungilnya mengusap sudut matanya yang berair. Riri tidak mau menangis dan membuat bundanya semakin sedih. Tapi Riri juga manusia biasa.

Terlepas dari julukannya sebagai gadis cengeng. Riri hanya seorang anak yang ingin tahu siapa ayahnya. Ingat, hanya sekedar ingin tahu. Bahkan Riri tidak berharap lebih, seperti ingin bertemu misalnya. Bagi Riri hanya tahu siapa ayahnya, itu sudah lebih dari cukup.

"Apa Riri salah ya? Riri cuma mau tau siapa ayah Riri, bun. Riri capek. Dari dulu Riri dijauhin temen-temen karena Riri ngga punya ayah," adunya sambil terisak.

"Riri mau kaya temen-temen ngerasain punya ayah."

Kepala Riri tertunduk lemah. Ia semakin mengeratkan pelukannya. Dari dulu Riri memang sering dijauhi dan diledek teman-temannya karena tidak punya ayah.

Sebelum mengenal dan bertemu Gala. Sangat sulit bagi Riri mendapatkan teman yang benar-benar tulus. Hanya Nenda temannya dari taman kanak-kanak yang mau berteman dengan Riri.

Tapi semenjak Riri punya Gala, tidak ada lagi yang berani meledek Riri separah dulu. Bahkan sekarang, Riri mempunyai banyak teman meski tidak semua setulus Nenda dan Choline.

"Maafin, bunda." Desi mengusap kepala Riri dengan sayang. Seketika rasa bersalah hinggap di hatinya kala merasakan punggung Riri yang bergetar semakin kencang karena isak tangisnya.

"Bunda belom bisa ngasih tahu Riri sekarang. Suatu saat Riri pasti akan tahu." Desi menjeda ucapannya. "Maafin bunda sayang."

"Bun..."

Mata Riri yang basah menatap bundanya penuh harap. Riri hanya ingin tahu siapa ayahnya. Masih hidup atau meninggal. Apa itu salah? Apa salah seorang anak ingin tahu di mana ayahnya?

Desi menghela napas berat. "Maaf sayang."

Untuk sekarang hanya dua kata itu yang bisa Desi ucapkan pada Riri. Ini belum saatnya. Belum saatnya Riri tahu siapa ayahnya. Belum saatnya Riri harus menerima kenyataan pahit.

"Riri cuma pengen tahu siapa ayah Riri bun! Riri ngga mau disebut anak haram! Riri cuma mau tunjukin ke mereka kalo Riri punya ayah!" Riri berdiri di depan bundanya.

Desi mencoba meraih tangan gadis itu tapi langsung ditepis. "Apa salahnya bunda kasih tahu Riri? Cuma kasih tahu bun!"

Riri kembali mengusap pipinya yang basah. "Riri ngga minta apa-apa. Cuma minta bunda ngasih tahu. Apa seenggak berhak itu Riri tahu siapa ayah Riri?" tanyanya parau karena suaranya tertahan oleh isak tangis.

"Ri." Desi memegang pundak yang bergetar itu. "Bunda cuma ngga mau nyakitin kamu, sayang."

"Riri cuma mau tau siapa ayah Riri, bun!" Riri menepis tangan Desi yang bertengger di kedua pundaknya.

Desi memeluk Riri dengan erat. Diusapnya punggung kecil itu perlahan. "Ayah kamu udah punya kehidupan baru. Bunda cuma ngga mau kamu tersakiti dengan kenyataan ini. Itu sebabnya bunda ngga pernah kasih tau siapa ayah kamu."

MY CHILDISH GIRL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang