12. Bunga Matahari

191K 20.3K 1.1K
                                    

Sepi. Itu yang Riri rasakan sekarang. Sejak tadi malam Gala tidak menghubungi dirinya. Bahkan sekarang Riri bolos sekolah saja, Gala juga tidak mencari.

Berkali-kali Riri mengecek ponsel. Berharap muncul notif dari Gala. Tetap saja sama. Tidak ada notif apapun dari orang yang ia tunggu. Yang ada hanya grup kelas yang berisik tidak jelas. Entah membahas tentang apa.

Rasanya Riri ingin sekali menyerah. Mengesampingkan ego dan menghubungi Gala sekarang. Tapi mengingat kejadian tadi malam. Nyali Riri menciut. Antara takut dan kesal. Itu yang Riri rasakan saat mengingat Gala membentaknya. Bahkan cowok itu sama sekali tidak berusaha mengejar Riri atau setidaknya menelfon.

Apa Riri tidak penting?

"Akhhh..." jerit Riri mengacak rambut singanya.

Sedari tadi yang dilakukan Riri hanya melamun sambil Rebahan di atas kasur. Tadi malam Riri tidak bisa tidur karena takut sendirian. Sekitar jam lima pagi matanya baru terlelap hingga keblabasan sampai pukul seebelas siang.

Sekarang sudah pukul dua belas siang. Itu artinya sejak satu jam lalu, Riri hanya membuang waktunya bergelut dengan bantal dan guling tercinta. Ditemani pikiran-pikiran tak karuan mengenai Gala. Sampai untuk sekedar cuci muka saja, Riri ogah.

Riri hanya mau Gala sekarang...

Tapi malu...

Masa dia yang memutuskan pergi terus dia juga yang balik sendiri. Kan ngga lucu! Setidaknya nunggu dibujuk dululah. Biar mahalan dikit.

Mendengar notif pesan di ponsel. Riri segera membukanya dengan semangat empat lima.

Itu pasti Gala!

Eh? Ternyata bukan. Bahu Riri merosot. Hatinya mencelos. Mendapati notif tadi bukan dari Gala melainkan dari Danis. Kemarin saat di kafe memang mereka sempat bertukar nomor. Lebih tepatnya Danis yang meminta nomor Riri dan menyuruh Riri menyimpan nomor cowok itu.

Kak Danis

Sibuk ga?

"Ih! Kan Riri maunya Gala!" dumelnya melemparkan ponsel ke sembarang arah.

*****

"Nih," Alan memberikan selembar kertas pada Gala.

Cowok dengan rambut acak-acakan dan rokok di selipan jarinya itu bergegas meraih kertas yang Alan berikan.

"Gini doang?" tanya Gala menatap lekat Alan.

"Emang kurang?"

Gala tersenyum tipis lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Ngga sih, yang penting gue tau nama sama mukanya."

"Berarti yang ketemu gue kemaren bukan sepupunya?" sahut Ilham bertanya.

"Bukan," jawab Alan.

"Wah lo diboongin bu bos, Ham, Ham. Bego sih," cibir Akbar.

Ilham melolot tidak terima dengan ejekan Akbar. "Mulut lo. Bego-bego gini gue selalu bantuin lo buat PDKT sama gebetan-gebetan lo. Lupa lo?"

Akbar terkekeh pura-pura lupa, "Masa?" tanyanya nyengir.

"Tai lo!"

Sudut bibir Gala terangkat sebelah. Memandang kertas yang dipegang dengan tatapan sulit diartikan. "Oh, jadi dia mahasiswa?"

Alan yang asyik bermain rubik di sebelah Ilham mengangkat kepalanya. "Takut?" tanya Alan menantang.

Gala terkekeh sinis, "Ngga ada kata takut di kamus gue. Apalagi yang berhubungan dengan Riri."

Senyum tipis menghiasi wajah datar Alan. Sekilas, namun dapat disimpulkan itu bukan senyum biasa.

"Kayanya dia tipe cowok kalem."

MY CHILDISH GIRL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang