32. Mereka Baikan

159K 20.1K 6.9K
                                    

Vote bisa tembus 1K langsung up! Valid no debat! Wkwk.

"Lo kenapa nangis?"

Choline menatap Riri khawatir. Pasalnya gadis itu terlihat tergesa-gesa saat memasuki ruang kelas. Ditambah dengan matanya yang sudah berkaca-kaca.

Riri duduk di sebelah Nenda. Tanpa repot-repot menjawab pertanyaan Choline, Riri segera menenggelamkan wajahnya di antara dua tangan yang ia letakkan di atas meja.

Nenda merangkul Riri dari samping. "Ri? Kamu kenapa? Cerita sama kita kalo ada masalah."

Riri menggeleng lemah. "Riri ngga mau ketemu sama Gala! Riri kesel sama Gala! Gala jahat! Jahat! Hiks...hiks...hiks..." adunya dengan suara teredam.

"Bener dugaan gue," ucap Choline. "Lo diapain sama dia? Biar gue yang bales!" Choline berlagak seperti preman dengan melipat lengan seragamnya sampai ke atas.

"Gala ngapain kamu, Ri?" Kali ini giliran Nenda yang bertanya.

Bukannya memberi jawaban atas pertanyaan Choline dan Nenda. Riri malah menangis semakin kencang. Punggungnya bergetar hebat.

"Ri." Nenda mengelus punggung Riri. Hatinya ikut sakit mendengar isak tangis Riri yang terdengar begitu pilu. "Jangan dipendem sendiri, kadang kita juga butuh berbagi cerita ke orang lain. Biar rasa sakitnya bisa berkurang."

"Kalo ngga bisa berkurang, setidaknya dengan lo cerita. Lo bakal merasa lega," tambah Choline.

"Ri...Riri...hiks...seb...el...sama...Gal...aaa...hiks...hiks..." ucap Riri sesenggukan.

"Gue beliin minum dulu, mau?" tawar Choline. Mendengar Riri berbicara disertai suara sesenggukan yang tidak bisa berhenti. Membuat Choline tidak jadi tega.

Mengangkat kepala. Riri menggeleng pelan. Ia memegangi kepalanya yang terasa pusing. Penglihatannya mendadak kabur. Suara Choline dan Nenda yang tadinya terdengar sangat jelas. Kini menjadi samar-samar.

Perlahan pandangannya menghitam. Sekarang hanya suara dengungan nyaring yang bisa Riri rasakan di telinganya.

"Ri? Lo kenapa?" histeris Choline.

*****

"Gimana? Udah enakan belom?"

Gala kembali duduk di kursi setelah membantu Sintia membenarkan posisi tubuhnya. Kini gadis itu tengah berbaring dengan bersandar di kepala ranjang yang tersedia di ruang UKS.

Sintia tersenyum. "Ngga papa, Gal. Udah mendingan kok. Sori ya. Lagi-lagi gue harus ngrepotin lo."

"Gue ngga merasa repot."

Gala membalas senyuman Sintia. Tadi setelah melihat Sintia terjatuh karena tertimpuk bola basket. Gala segera mengangkat tubuh Sintia menuju UKS. Karena gadis itu mengeluh sakit di kepalanya dan tidak bisa berjalan sendiri.

"Maaf juga, gara-gara lo gendong gue tadi, orang-orang pasti mikir yang ngga-ngga soal kedekatan kita."

"Ngga papa, Sin. Lo ngga usah mikirin yang tadi. Biarin aja mereka ngomong apa. Toh, buktinya kedekatan kita cuma sekedar temen 'kan?"

Cuma temen ya, Gal? Batin Sintia. Entah kenapa ia merasa sedikit kecewa dengan jawaban Gala barusan. Seperti ada sesuatu yang membuat Sintia merasa tidak terima.

"Lo pulang sama siapa ntar?"

"Gue?" Sintia tersenyum. "Gue pulang sendiri. Naik taksi."

"Bahaya kalo lo pulang sendiri, Sin," peringat Gala perhatian. "Mau dianter ngga?"

MY CHILDISH GIRL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang